Koridor 13 transjakarta itu istimewa, jalurnya melayang dan tidak direcoki kendaraan lain. Keberadaannya cukup mendapatkan apresiasi publik meski masih menyisakan sejumlah pekerjaan rumah. Momentum ”Satu Tahun Koridor 13” bisa menjadi evaluasi peningkatan pelayanan bagi transjakarta secara menyeluruh.
Koridor 13 yang menghubungkan Tendean-Ciledug (Tangerang) menarik perhatian. Di jalur layangnya, koridor bungsu transjakarta ini memiliki 13 halte yang beberapa di antaranya terletak lebih dari 20 meter di atas tanah, seperti Halte CSW.
Meski demikian, keistimewaan Koridor 13 ini masih belum begitu populer di mata publik Jabodetabek. Hasil jajak pendapat Kompas awal Agustus lalu menunjukkan, sekitar 70 persen mengaku tidak mengetahui keberadaan Koridor 13.
Boleh jadi keadaan ini karena model Koridor 13 tidak seperti 12 koridor lainnya yang menggunakan jalur jalan. Letak halte yang berada di ketinggian, dan bukan menjadi titik transit pergantian koridor, membuat keberadaan Koridor 13 luput dari perhatian pengguna jalan.
Selain itu, agaknya muncul anggapan lain, jalur layang bus tersebut sama seperti jalan layang pada umumnya. Hanya sekitar 10 persen responden mengetahui Koridor 13 transjakarta memiliki desain jalan layang.
Minimnya pengetahuan publik mengenai koridor layang transjakarta tersebut sejalan dengan pengakuan warga yang pernah menjajalnya. Hanya 9,6 persen responden pernah menggunakan jalur 13 transjakarta.
Meski demikian, sepertiga responden mengatakan, Koridor 13 ini efektif mengurangi kemacetan. Selain karena berjalan di atas ketinggian, bus bebas melaju tanpa hambatan ini membuat penumpang tidak khawatir akan ketepatan waktu tempuh. Pada uji coba pertama pada Agustus 2017, waktu tempuh bus dari Tendean hingga Ciledug hanya 30 menit. Jika pengguna kendaraan pribadi jalur itu berpindah menggunakan transjakarta, maka akan mengurangi kepadatan lalu lintas di Jalan Raya Ciledug.
Belum terfasilitasi
Sejak awal pembangunan, polemik Koridor 13 telah mencuat. Mulai keamanan jalur hingga sulitnya akses menuju halte layang dengan menaiki banyak anak tangga. Hingga setahun berjalan, ketersediaan lift atau tangga berjalan di tiap halte masih minim. Saat ini, eskalator baru dapat dinikmati penumpang di halte Cipulir. Orang lanjut usia, ibu hamil, dan kaum difabel belum terfasilitasi maksimal di jalur ini.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PT Transjakarta memperbaiki secara bertahap. Semula Koridor 13 hanya beroperasi hingga pukul 19.00. Sejak mulai April lalu dengan tersedianya lampu penerangan, bus beroperasi hingga pukul 22.00. Armada terus diupayakan pengadaannya hingga 100 unit.
Semua langkah itu berujung pada kenaikan jumlah penumpang di Koridor 13. Awal pengoperasian Agustus 2017, penumpangnya sekitar 110.000 orang. Pada Juli 2018 menjadi 535.000 orang.
Pembenahan menyeluruh
Keberadaan koridor layang dengan segala plus minusnya menjadi bagian dari evaluasi layanan transjakarta yang pada tahun ini bertekad bisa mengangkut 1 juta penumpang dalam sehari. Target tersebut optimistis tercapai.
Perluasan kebijakan ganjil genap yang mulai diterapkan sejak Juli lalu berdampak pada kenaikan jumlah penumpang. Jumlah penumpang pada Juni 790.169 meningkat 10 persen pada Juli.
Namun, sekitar 36 persen responden menyebutkan, penambahan armada perlu dilakukan agar kepastian waktu tunggu bus bisa lebih efektif. Kini, baru ada 1.300 transjakarta.
Selain itu, 14 responden juga mengeluhkan tidak sterilnya jalur bus dari kendaraan lain. Pemerintah dan pengelola transjakarta perlu berbuat lebih agar persoalan ini terpecahkan. Jika sudah demikian, pastilah masyarakat tidak ragu beralih menggunakan transjakarta.