Irjen Arief Sulistyanto, Pengungkap Pembunuh Munir yang Kini Jabat Kabareskrim
Oleh
Khaerudin
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Tito Karnavian hari Jumat (17/8/2018) melantik Inspektur Jenderal Arief Sulistyanto sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal Polri yang baru. Arief menggantikan Komisaris Jenderal Ari Dono yang segera mengisi pos jabatan Wakil Kepala Polri.
Siapa Arief Sulistyanto? Teman satu kamar asrama Tito saat masih sama-sama di Akademi Kepolisian ini lama berkarier di bidang reserse. Meski sejak 2017 Arief menjabat Asisten Sumber Daya Manusia (As SDM) Kapolri, rentang karier lulusan Akpol 1987 (seangkatan dengan Tito) ini banyak dilalui sebagai reserse alias penyidik Polri.
Setahun lulus dari Akpol, Arief sudah dipercaya menjadi Kanit Serse Polresta Surabaya Selatan. Jabatan sebagai kasat serse polres setidaknya dia emban di tiga wilayah hukum polres, yakni Malang, Sidoarjo, dan Pasuruan. Baru tahun 2003 Arief diangkat menjadi Kapolres Indragiri Hilir, Riau. Jabatan kapolres kembali dia emban di Tanjung Pinang tahun 2005 sebelum akhirnya dimutasi ke Bareskrim Polri.
Di sinilah karier kepenyidikan Arief menonjol. Arief pernah menjabat Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri. Salah satu kasus yang mencuatkan namanya adalah kasus rekening gendut milik pegawai pajak Gayus Tambunan. Arief harus bersih-bersih timnya yang meloloskan kejahatan Gayus. Arief pun akhirnya berhasil menjebloskan Gayus ke penjara.
Selain itu, Arief juga berhasil mengungkap sejumlah kasus tindak pidana ekonomi lainnya, seperti pembobolan dana nasabah Citibank oleh salah satu manajer bank tersebut, Melinda Dee, hingga kasus rekening gendut polisi di Papua, Labora Sitorus.
Jauh sebelum itu, karier kepenyidikan Arief cemerlang karena ikut mengungkap kasus sangat pelik yang dihadapi Polri, yakni pembunuhan aktivis hak asasi manusia Munir.
Munir tewas diracun dalam penerbangannya menggunakan pesawat Garuda ke Amsterdam. Polri awalnya membentuk tim penyidik khusus untuk kasus ini. Namun, tim ini mentok hanya menjadikan awak kabin Garuda sebagai tersangka.
Tak puas dengan hasil kerja tim tersebut, Kabareskrim Polri saat itu, Komjen Bambang Hendarso Danuri, membentuk tim baru untuk menyidik kasus ini. Arief menjadi salah satu penyidik dalam tim tersebut. Tim Arief ini harus merekonstruksi dari awal pembunuhan terhadap Munir. Dia dan timnya mulai berpikir keras, bagaimana racun arsenik membunuh Munir.
Arief yakin akan metode ilmiah untuk membuktikan sebuah kejahatan. Dari awal, dia mencari tahu berbagai jenis arsenik dan cara kerjanya. Termasuk berapa lama arsenik bakal membunuh seseorang setelah racun tersebut diminum. Berbekal otopsi jenazah Munir yang dilakukan otoritas Belanda, Arief kemudian mencari tahu, kapan arsenik diminum atau dituangkan ke dalam minuman yang diminum Munir.
Tim penyidik bekerja sama dengan seorang ahli toksikologi forensik. ”Ahli ini terpaksa saya sembunyikan untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan terhadapnya,” kata Arief suatu ketika.
Hasil penyidikan Arief dan timnya serta didukung keterangan ahli toksikologi forensik inilah yang membuat pria kelahiran Nganjuk, 24 Maret 1965, ini berkesimpulan bahwa Munir dibunuh di Bandara Changi, Singapura. Meski sudah tahu kapan dan di mana Munir dibunuh, Arief masih kesulitan menemukan pelakunya.
Apalagi, ketika itu, tempat kejadian pembunuh Munir menaruh racun arsenik di minuman, yakni sebuah kafe di Bandara Changi, saat Arief menyidik kasus tersebut, sudah berubah. ”Tempatnya berubah sama sekali. Saya terpaksa harus mereka ulang, termasuk dengan keterangan sejumlah saksi,” ujar Arief.
Namun, dari reka ulang tersebut, Arief sampai pada kesimpulan, pembunuh Munir adalah Pollycarpus Budihari Prayitno, pilot senior Garuda yang meski tak sedang bertugas ikut terbang dengan pesawat Garuda yang ditumpangi Munir.
Meski kariernya sebagai reserse merentang panjang dan terbilang sukses, Arief tetap rendah hati. ”Saya hanya penyidik biasa,” ucapnya.
Sebelum menjabat kabareskrim, Arief adalah orang kepercayaan Tito untuk membenahi SDM Polri. Dia adalah perwira tinggi polisi yang berada di balik seleksi bersih menjadi anggota kepolisian, baik lewat Sekolah Kepolisian Negara maupun Akpol.
Saat masih menjabat As SDM Kapolri, Arief pernah mengundang Kompas untuk menyaksikan langsung seleksi masuk Akpol. Saat itu, Arief dengan tegas tak meloloskan seorang anak jenderal bintang satu karena tak lolos tes fisik. Padahal, jenderal bintang satu itu adalah anak buah Arief di kantor As SDM Kapolri.
Tak hanya itu, Arief juga menjadi perwira tinggi yang bertanggung jawab membuat seleksi masuk Polri menjadi transparan. Bahkan, ujian masuk Akpol pun dia siarkan langsung sehingga calon taruna dan orangtuanya bisa mengetahui langsung hasil seleksi.
Kini, sejumlah pekerjaan rumah menanti Arief sebagai kabareskrim. Salah satu yang paling menonjol tentu saja kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan. Hingga saat ini, Polri belum berhasil mengungkap siapa pelaku penyiraman air keras terhadap Novel.