Pengungsi Gempa Lombok Alami Krisis Makanan dan Obat-obatan
LOMBOK UTARA, KOMPAS - Penanggulangan bencana gempa berkekuatan M 7,0 di Lombok, Nusa Tenggara Barat, masih menghadapi sejumlah hambatan. Selain masalah evakuasi, distribusi logistik belum menjangkau seluruh lokasi pengungsian. Sebagian besar pengungsi masih krisis makanan dan obat-obatan.
Kondisi itu diakui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Kapasitas sumber daya yang terbatas dan lokasi pengungsian terpencar-pencar menyulitkan distribusi logistik. “Ini tantangan kami. Kami butuh mobilitas komunikasi yang bagus. Kami akan tunjuk koordinator di pengungsian,” ujar Kepala BNPB Willem Rampangilei di halaman Kantor Bupati Lombok Utara, NTB, Selasa (7/8/2018).
Di posko pengungsian Dusun Telaga Wareng, Desa Pemenang Barat, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Selasa siang kemarin, warga belum menerima suplai makanan, minuman, maupun obat-obatan sejak gempa, Minggu (7/8/2018). Mereka mengonsumsi nasi dan tanaman di pekarangan.
“Kami krisis sekali. Sudah dua malam sebagian besar warga makan nasi dan sayur seadanya,” kata Herman, Kepala Dusun Telaga Wareng.
Di dusun itu 15 warga tewas. Puluhan orang terluka lecet hingga patah tulang tertimpa bangunan runtuh. Mereka yang terluka juga belum memperoleh obat dan layanan kesehatan.
Di Dusun Lading-Lading, Desa Tanjung, Kecamatan Tanjung, pengungsi bertahan mengonsumsi mi instan dan ubi yang dipetik dari kebun, juga karena belum memperoleh suplai logistik. Mereka kedinginan karena tidur beratap terpal bekas di kandang sapi, berselimut seadanya.
Data BNPB, hingga Selasa malam, 108 orang meninggal dan 134 orang luka-luka. Diduga masih ada korban. Di Dusun Karang Pasor, Desa Pemenang Barat, Lombok Utara masih ada bangunan masjid yang runtuh.
"Bangunan belum bisa dibongkar karena belum ada alat berat. Kemungkinan memang ada warga yang tertindih,” ucap Soni Hadi, Kepala Dusun Karang Pasor.
Mengenai jumlah pengungsi, hingga kini belum jelas. BNPB masih mendata lokasi pengungsian yang tersebar.
Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Haji (TGH) Muhammad Zainul Majdi mengungkapkan, pemerintah baru mulai mendistribusikan logistik Senin siang, karena sebelumnya fokus pada evakuasi dan menenangkan warga yang panik akibat pengumuman potensi tsunami.
Kemarin, sejumlah pihak swasta berinisiatif membantu. Tahir Foundation misalnya, berkomitmen membangun 1.500 rumah dan sebuah pasar di Desa Pemenang Barat, Lombok Utara. “Pak Gubernur meminta pembangunan rumah satu kluster di Desa Pemenang Barat agar semua mendapatkan bantuan yang sama,” kata Tahir, usai meninjau lokasi terdampak gempa di Dusun Telaga Wareng.
Evakuasi wisatawan
Selain korban gempa, evakuasi wisatawan ke lokasi yang lebih aman juga terus dilakukan. Hingga kemarin, 8.200 wisatawan asing dan domestik telah dievakuasi dari Pulau Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air.
Direktur Operasi Badan SAR Nasional Bambang Suryo mengatakan, 8.200 wisatawan dari ketiga pulau itu telah diangkut dengan berbagai kapal ke lokasilebih aman. “Mayoritas yang dievakuasi adalah wisatawan asing dari Gili Trawangan. Mereka sendiri yang minta dievakuasi,” ujar Bambang Suryo. Sebanyak 400 wisatawan bertahan di Gili Trawangan, karena tidak ingin pergi dari pulau tersebut.
Simon (26), wisatawan asal Selandia Baru, bersama temannya turut dievakuasi dari Gili Meno. Ia memilih pergi dari Gili Meno karena khawatir dengan gempa susulan dan tsunami. “Di sana juga sudah tidak ada lagi makanan, air minum, listrik, karena toko-toko tutup,” kata dia.
Kementerian Pariwisata memastikan, proses evakuasi wisatawan mancanegara di Kepulauan Gili selesai kemarin. Kemarin, tim Tourism Crisis Center (TCC) Kemenpar bersama TNI AL dan Polisi Air dan Udara (Polairud) menyisir kepulauan itu. Diperkirakan ada 7.000 orang di sana.
"Evakuasi wisatawan di Gili Trawangan sudah dilakukan Selasa dinihari sekitar pukul 02.00 hingga 03.00 Wita dengan kapal menuju Pelabuhan Benoa, Bali, dan Pelabuhan Lembar di Ampenan, Kota Matara," kata Ketua TCC Lombok Guntur Sakti.
Adapun Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, pihaknya terus memantau sampai wisatawan tertangani dan terangkut dari Gili. "Saya terus koordinasi dengan tim Kemenhub di NTB," kata dia.
Di Bali, sejumlah asosiasi dan perhimpunan pengusaha pariwisata yang terhimpun dalam Bali Tourism Hospitality, membantu proses evakuasi wisatawan dari Lombok. Lebih dari 1.200 wisatawan dievakuasi dari kepulauan Gili, yang kini ada di Bali.
Setelah gempa yang kuat itu, kami berlari menjauhi pantai untuk menuju bukit karena mendengar adanya peringatan tsunami.
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali, yang juga Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Bali, Ida Bagus Agung Partha Adnyana mengatakan, pengusaha industri pariwisata di Bali berkepentingan membantu masyarakat, termasuk wisatawan, yang terkena musibah dalam bencana alam.
Adnyana menyatakan, mereka menyediakan kapal, bus, dan mobil gratis. “Untuk penginapan, teman-teman pengusaha sepakat memberi harga khusus hingga diskon 50 persen,” ujarnya.
Sejumlah wisatawan asing, di antaranya Roberta dan Francesca asal Italia, mengaku kelelahan tetapi bersyukur karena dapat keluar dari Gili Trawangan. “Setelah gempa yang kuat itu, kami berlari menjauhi pantai untuk menuju bukit karena mendengar adanya peringatan tsunami,” ujar Roberta, setibanya di Pelabuhan Benoa, Senin malam.
“Setelah semalaman berada di bukit, saya kembali ke hotel untuk mengambil barang-barang kami. Selama berjam-jam kami berdiam di dekat hotel untuk menunggu kapal yang akan membawa kami keluar dari Gili,” ujarnya.
Pengalaman serupa Roberta juga diungkapkan Marc Dye, wisatawan dari Inggris. Marc mengatakan, mereka dan warga dilanda kepanikan ketika gempa mengguncang kuat, kemudian disusul peringatan ancaman tsunami. Gempa kuat itu mematikan listrik sehingga kawasan Gili gelap. Marc juga meninggalkan hotel dan menuju bukit untuk menyelamatkan diri.
Air dan sanitasi
Di Jakarta, pemerintah menyatakan fokus menyediakan air bersih dan sanitasi bagi pengungsi. Alat-alat berat juga segera dipindahkan ke Lombok.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono menjelaskan, masih ada sumur dan air tanah di sejumlah wilayah. Namun, sumber-sumber itu perlu didekatkan ke para pengungsi. Di wilayah tanpa sumber air seperti di Lombok Utara dibuat sumur bor.
Dari sisi infrastruktur, gempa itu relatif tak mengakibatkan kerusakan. Namun, pemerintah segera memindahkan alat-alat berat mulai dumptruck dan eskavator dari proyek-proyek ke wilayah NTB.
Dari sisi kesehatan, Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek mengatakan, tim krisis kesehatan sudah di lokasi bencana bersama dinas kesehatan. ”Dokter ortopedi sudah bergerak ke sana. Karena kemungkinan patah tulang lebih banyak,” kata dia.
Di tempat terpisah, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani, menyatakan, APBN 2018 telah mengalokasikan anggaran bencana Rp 700 miliar yang sewaktu-waktu bisa ditarik BNPB. Anggaran itu, antara lain bisa untuk tanggap darurat gempa bumi di Lombok.
”BNPB akan mengevaluasi lagi kebutuhannya. Kalau ada tambahan,dimungkinkan mengajukan tambahan anggaran ke Kementerian Keuangan,” kata dia.
Pelihara kewaspadaan
Dari Bandung, Jawa Barat, masyarakat di daerah rawan gempa bumi diharapkan terus memelihara kewaspadaan. Pemaparan informasi yang benar secara terus menerus bakal sangat membantu masyarakat meminimalkan dampak bencana alam yang datangnya sangat sulit diprediksi ini.
“Pascagempa Lombok berkekuatan magnitudo 7,0, kewaspadaan masyarakat di sana harus tetap dipupuk. Tak menutup kemungkinan dengan gempa baru dengan kekuatan lebih besar meski kemungkinannya kecil,” kata ahli gempa bumi Institut Teknologi Bandung Irwan Meilano.
Oleh karena itu, selain fokus pada evakuasi korban gempa bumi di Lombok, sosialisasi terkait mitigasi bencana yang baik dan benar tidak boleh dilupakan. Semuanya, kata Irwan, menjadi kunci penting mengurangi resiko bila muncul kejadian serupa dengan intensitas berbeda.
Akan tetapi, Irwan mengingatkan agar pemerintah tidak memberi rasa aman semu pada masyarakat. Hal itu hanya akan membuat masyarakat terlena dan minim perhatian pada potensi gempa yang mungkin lebih besar.
Ia mencontohkan, sebelumnya di Lombok juga terjadi gempa berkekuatan M 6,4, pada 29 Juli 2018. Saat itu, dikatakan bakal ada gempa susulan, tetapi dengan kekuatan lebih kecil. Namun, kenyataannya seminggu kemudian terjadi gempa M 7,0, yang akibatnya jauh lebih parah.
Hal serupa juga dikatakan peneliti gempa bumi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Danny Hilman. Ia mengatakan, kejadian ini menjadi pelajaran penting. Jangan sampai perhatian terhadap potensi gempa hanya dilakukan di tempat tertentu. Untuk Lombok, misalnya, perhatian lebih banyak tertuju pada bahaya gempa di selatan.
Danny mengatakan, kerawanan itu wajib diantisipasi dengan memperkuat mitigasi. Mendirikan bangunan perlu mempertimbangkan aspek ketahanan gempa. Sebab, banyak korban gempa disebabkan tertimpa bangunan yang roboh karena tidak kuat menahan guncangan.
“Contohnya di kawasan utara Bali saat ini tengah dikembangkan sektor wisata sehingga banyak bangunan didirikan di sana. Aspek bangunan tahan gempa sangat penting diterapkan untuk mengurangi risiko jatuhnya korban dalam jumlah besar saat dilanda gempa,” ujarnya.
(CHE/SEM/TAM/COK/ARN/INA/LAS)