Saat Nama Mahfud MD Disebut...
”Saya menjadi masyhur karenasaya memenangi hati masyarakatdengan kehalusan dan kebaikan.”– Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193)
Sepekan ke depan akan menjadi hari-hari yang mendebarkan dalam kehidupan politik Indonesia. Pasalnya, pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang akan berkontestasi pada Pemilu 2019 sudah harus didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum pada Jumat (10/8/2018).
Dari 10 partai politik (parpol) yang kini memiliki kursi di DPR, enam di antaranya telah menyatakan mendukung Presiden Joko Widodo pada Pemilu 2019. Enam partai itu adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Nasdem, dan Partai Hanura.
Dari empat partai lainnya, Partai Gerindra dan Partai Demokrat telah mendeklarasikan dukungan kepada Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai capres. Adapun Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN) belum secara tersurat satu suara mendukung Prabowo.
Meski telah mengantongi dukungan dari enam parpol pemilik kursi di DPR, hingga saat ini Jokowi belum mengumumkan cawapres yang akan mendampinginya pada Pemilu 2019. Saat ditanya tentang cawapres, Jokowi biasanya hanya memberikan kode-kode, seperti 10 nama yang dipertimbangkan atau lima nama yang telah ada di kantong. Salah satu nama yang diduga ada di kantong Presiden ialah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD.
Terkait adanya wacana dirinya menjadi cawapres untuk Jokowi, pada 17 Juli lalu Mahfud mencuit lewat akun Twitter-nya, ”… Semua kita serahkan kepada Pak Jokowi dan parpol-parpol pengusung sesuai mekanisme konstitusi. Skenario Allah tak bisa dilawan. Yang penting Indonesia bisa lebih baik.”
Dalam acara Satu Meja The Forum bertajuk ”Menebak Nama Kuat di Kantong Jokowi”, Rabu (1/8), di Kompas TV, Mahfud menyatakan belum memikirkan peluangnya untuk menjadi pendamping Jokowi. ”Saya tidak punya potongan jadi wapres. Tetapi, semuanya terserah,” kata Mahfud dalam acara yang dipandu Pemimpin Redaksi Harian Kompas Budiman Tanuredjo.
Juga hadir sebagai narasumber dalam acara itu Wakil Sekretaris Jenderal PDI-P Eriko Sotarduga, Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria, Ketua Departemen Politik DPP PKS Pipin Sopian, Sekretaris Jenderal PSI Raja Juli Antoni, dan pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Fachry Ali.
Meski demikian, Eriko memastikan Mahfud adalah salah satu tokoh nasional yang tengah dijajaki sebagai pendamping Jokowi. Mahfud dianggap punya kecocokan dengan kebutuhan sosial-politik saat ini.
Penengah
Dalam buku kumpulan tulisannya yang berjudul Tuhan Tidak Perlu Dibela (2012), presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, menekankan bahwa kepentingan nasional dapat menciptakan ikatan kebangsaan untuk kemudian mengonkretkan hidup beragama.
Mahfud belajar banyak dari sosok Gus Dur, terutama ketika diberi kepercayaan membantu Gus Dur sebagai menteri pertahanan.
Setelah purnatugas sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi pada April 2013 dan menyelesaikan peran sebagai ketua tim pemenangan Prabowo-Hatta dalam Pilpres 2014, Mahfud kembali menjalani hidup sebagai akademisi dan rajin bersilaturahim ke sejumlah ulama. ”Bagi saya, kaki Indonesia ada dua, satu nasionalis, satu lagi religius. Kedua kaki ini harus seimbang,” tutur Mahfud.
Dampak dari Pilkada DKI 2017, menurut Fachry, membuat kehidupan politik cenderung emosional. Kondisi itu memaksa Jokowi untuk jeli memperhatikan tokoh-tokoh yang diterima dari kalangan umat Islam. ”Mahfud merepresentasikan Islam. Ia bisa menjadi mediator antara Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah,” ujarnya.
Raja Juli menilai, Presiden Jokowi membutuhkan tokoh nasional dari kalangan santri. Menurut dia, Mahfud punya tiga kelebihan, yakni pengalaman sebagai pejabat negara, ahli di bidang hukum, dan mampu menjadi jembatan bagi berbagai kelompok Islam.
Selain itu, Mahfud juga dianggap mampu melengkapi kekurangan dalam periode pertama Presiden Jokowi, yaitu perbaikan sektor hukum. Sebagai guru besar hukum tata negara dan mantan Ketua MK, Raja Juli berpendapat, Mahfud memahami persoalan hukum di Indonesia dan mampu menghadirkan solusi atas kendala reformasi hukum selama ini.
Mahfud menyatakan, pembangunan hukum menjadi perhatian utamanya. Menurut dia, permasalahan hukum di Indonesia terjadi karena struktur hukum yang rusak. Oleh karena itu, diperlukan penataan kepemimpinan di seluruh jajaran aparat hukum.
Melengkapi
Riza menganggap Mahfud akan menjadi lawan tangguh jika berpasangan dengan Jokowi. ”Mahfud mampu melengkapi kekurangan Jokowi, terutama untuk menegakkan keadilan sosial yang tercantum dalam sila kelima Pancasila,” katanya.
Hal serupa diungkapkan Pipin. Andai Mahfud resmi dipinang Jokowi untuk Pemilu 2019, tambahnya, tentu koalisi pendukung Prabowo akan memperhitungkan kelebihan yang dimiliki Mahfud.
”Bagi kubu Prabowo, siapa pun capres-cawapres yang dipilih adalah yang terbaik untuk menyuarakan 2019 ganti presiden,” katanya.
Akhirnya, seperti pernyataan Salahuddin, pemimpin tentara Islam dalam Perang Salib itu, di awal tulisan ini, dirinya mementingkan kehalusan dan kebaikan berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan. Atas dasar itu, ia dihormati berbagai kelompok dan golongan.
Semoga kontestasi politik Indonesia pada 2019 menghadirkan sosok pemimpin seperti Salahuddin, yang mampu merangkul berbagai suku, agama, ras, dan antargolongan di Tanah Air. Semoga….