”Park and Ride” Tidak Berjalan dan Tidak Efektif
JAKARTA, KOMPAS — Konsep kantong parkir atau park and ride semula bisa dimanfaatkan masyarakat yang mengendarai mobil pribadi untuk beralih ke transportasi umum. Namun, program ini tidak dilanjutkan dengan alasan tidak relevan.
Padahal, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) mengumumkan sejumlah lokasi kantong parkir sejak Juni 2018. Namun, berdasarkan hasil evaluasi, tersedianya kantong parkir dinilai tidak efektif untuk mengantisipasi berlakunya sistem ganjil genap menjelang Asian Games.
Menurut Kepala BPTJ Bambang Prihartono, konsep kantong parkir sudah pernah diuji coba di daerah Bekasi dengan tarif flat. Namun, hasil evaluasi selama dua minggu, sistem tersebut tidak efektif dan tidak dimanfaatkan oleh masyarakat. Alasannya, kantong parkir kurang relevan untuk dijalankan karena perilaku pergerakan orang yang sudah mengatur perjalanan masing-masing.
Daftar kantong parkir yang sempat diumumkan hanya bersifat sugestif. Hal ini mengacu pada hasil uji coba sistem buka tutup tol di Bekasi beberapa waktu lalu. Menurut Bambang, pengadaan kantong parkir tidak efektif karena tidak banyak masyarakat yang menggunakan fasilitas itu.
”Orang-orang dari awal sudah merencanakan perjalanannya, seperti menggunakan ojek daring ataupun kendaraan pribadi,” ujar Bambang yang didampingi Kepala Bagian Humas BPTJ Budi Rahardjo, Jumat (3/8/2018).
Orang-orang dari awal sudah merencanakan perjalanannya, seperti menggunakan ojek daring ataupun kendaraan pribadi.
Informasi lokasi kantong parkir yang sempat dikeluarkan oleh BPTJ hanya sebagai layanan yang memberitahukan kepada masyarakat yang hendak beralih dari mobil pribadi ke transportasi publik. Sementara keputusan pemanfaatan fasilitas tersebut digunakan atau tidak kembali pada setiap individu.
Konsep kantong parkir bukan dimaksudkan mengenai bangunan khusus yang disediakan. Namun, program yang menganjurkan masyarakat yang membawa mobil pribadi untuk beralih moda transportasi umum. ”Park and ride bisa dilakukan di mana pun oleh masyarakat. BPTJ mengarahkan saja,” ujarnya.
Bambang menambahkan, park and ride tetap penting untuk mendukung program transportasi umum sebagai moda angkutan utama bagi masyarakat. Konsep kantong parkir yang tepat seharusnya dilaksanakan pada daerah pinggir Jakarta. Masyarakat yang tinggal di pinggiran tetapi bekerja di pusat kota bisa memanfaatkan transportasi publik untuk mengurangi kemacetan.
Konsep kantong parkir yang tepat seharusnya dilaksanakan pada daerah pinggir Jakarta. Masyarakat yang tinggal di pinggiran tetapi bekerja di pusat kota bisa memanfaatkan transportasi publik untuk mengurangi kemacetan.
”Kami akan mengevaluasi kembali pola pergerakan orang seperti apa setelah Asian Games nanti,” katanya. Di sisi lain, BPTJ sudah mengantisipasi terkait dampak perpindahan ganjil genap yang sudah berjalan.
Bambang Prihartono menjelaskan, angkutan umum yang disiapkan, yaitu penambahan 204 bus transjakarta untuk masyarakat yang terdampak ganjil genap, 107 bus transjakarta untuk rute-rute ke arena pertandingan (venue), 40 bus dari hotel ke venue, 10 armada bus dengan rute Bandar Udara Soekarno-Hatta ke venue pertandingan serta 41 bus untuk wisata (atlet dan ofisial).
- Fasilitas ”Park and Ride” di Mal Pondok Indah Belum Diketahui Warga
- Belum Ada Sosialisasi Titik ”Park and Ride”
”Jakarta sudah sangat macet dengan kendaraan pribadi. Jika masyarakat tidak mulai berpindah ke angkutan umum, kemacetan yang terjadi akan menimbulkan dampak kerugian yang besar, beralih menggunakan transportasi umum adalah hal yang rasional,” kata Bambang.
Sementara itu, lahan parkir yang bisa dimanfaatkan sebagai kantong parkir salah satunya di Monas. Menurut petugas dinas perhubungan yang berjaga, Hermansyah (30), tarif yang dikenakan sebesar Rp 300.000 per bulan. Jika mendaftar sebagai anggota, biayanya Rp 66.000 per bulan. Jam operasional di lahan parkir Monas ini dimulai pukul 05.00 sampai pukul 10.00.
Tidak efektif
Sebelumnya, BPTJ mengumumkan sejumlah lokasi kantong parkir terkait dengan dimulainya perluasan sistem ganjil genap menjelang perhelatan Asian Games. Kantong parkir yang dimaksud berada di delapan ruas jalan yang menjadi lokasi berlakunya sistem ganjil genap, contohnya Mal Pondok Indah, Monumen Nasional, dan Mal Taman Anggrek.
”Saat uji coba di Bekasi, kantong parkir tidak banyak digunakan oleh masyarakat. Mereka lebih memilih diantar keluarga, misalnya, menuju ke tempat pemberhentian angkutan umum. Ada pola pergerakan para komuter karena itu kantong parkir jadi tidak efektif,” kata Bambang saat ditemui, Jumat.
Karena tidak efektif, BPTJ tidak melakukan kerja sama dengan sejumlah pihak yang mengelola lokasi kantong parkir, seperti kerja sama dalam menentukan tarif parkir atau flat rate khusus bagi pengguna transportasi umum. Walaupun dinilai tidak efektif, masyarakat masih dapat memarkirkan kendaraan pribadinya di kantong parkir itu.
”Kantong parkir yang kami umumkan sifatnya komersial sebab tidak ada kerja sama antara BPTJ dan pengelola park and ride. Namun, kami punya kewajiban untuk memberi tahu masyarakat letak kantong parkir terdekat, terlebih jika mereka mau menggunakan kendaraan umum untuk berangkat kerja misalnya,” kata Bambang.
Sebelumnya, Kompas mendatangi sejumlah kantong parkir, salah satunya di Mal Pondok Indah, Jakarta Selatan. Sejumlah pihak mengaku tidak tahu tentang adanya kantong parkir, seperti pengelola Mal Pondok Indah, petugas dinas perhubungan, dan satuan lalu lintas yang bertugas (Kompas, 2/8/2018). (FRANSISCA NATALIA ANGGRAENI/SEKAR GANDHAWANGI)