Desa Sempatung memang termasuk wilayah pedalaman di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Namun, kondisi itu justru membuat warganya pantang menyerah. Mereka berjuang mengembangkan potensi ekonomi di desanya di tengah sejumlah keterbatasan.
Adrianus (30), warga Dusun Kuningan, Desa Sempatung, Selasa (17/7/2018), sedang memanen buah markisa di ladangnya yang ditanami 50 batang tanaman markisa. Markisa-markisa itu ia panen dua minggu sekali. Setiap kali panen, terkumpul 20 kilogram.
Berkebun markisa ia jalani sejak 2014. Total ada 50 keluarga di kampung itu yang menanam markisa. Di Dusun Kuningan, 1.000 batang markisa ditanam warga. Sejauh ini, daerah itu cocok untuk ditanami markisa.
”Warga menanam markisa di ladangnya. Selain itu, ada pula yang ditanam dengan memanfaatkan pekarangan rumah. Tidak sulit bagi warga untuk memeliharanya,” tutur Adrianus,.
Markisa yang dipanen Adrianus sore itu disimpan di dalam karung dengan total berat sekitar 20 kilogram. Markisa yang telah dipanen itu kemudian diangkut menggunakan sepeda motor menuju rumahnya.
Setiba di rumah, markisa itu diolah dengan diambil ekstraknya. Peralatan untuk mengambil ekstraknya hanya menggunakan saringan sederhana, sendok, dan mangkok sebagai wadah.
Pertama-tama, Adrianus memisahkan isi markisa dari kulitnya dengan cara dikeruk. Kemudian, ia hancurkan biji markisa dengan blender. Setelah itu disaring sehingga mendapatkan ekstrak sesuai keinginan. Ekstrak itu kemudian dididihkan, dicampur dengan gula dan air secukupnya, lalu didinginkan. Setelah itu, siap dikemas.
”Kemasannya ada yang menggunakan jeriken berukuran 1 liter dan 5 liter, sedangkan kemasan dengan kantong plastik ukurannya 1 liter dan 2 liter. Per liter dijual seharga Rp 50.000. Setiap keluarga mengolahnya di rumah masing-masing saat panen,” kata Adrianus.
Hasil olahan itu mereka jual dari rumah ke rumah di ibu kota Kabupaten Landak, yang dilakoni sejak 2016. Mereka berusaha mengembangkan potensi di desanya meskipun dengan segala keterbatasan.
Selain keterbatasan peralatan, akses pemasarannya pun tidak mudah. Mereka harus menempuh perjalanan darat menggunakan sepeda motor sekitar 80 kilometer melintasi perbukitan menuju kota Ngabang, ibu kota Kabupaten Landak. Dari 80 kilometer jarak tempuh itu, 80 persennya merupakan jalan tanah yang rusak parah.
Mesakh Amen, rohaniwan yang membimbing masyarakat setempat mengembangkan komoditas markisa, mengatakan, kampung itu sudah dikunjungi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi pada Mei 2018. Mereka ingin melihat potensi di kampung tersebut.
”Pihak kementerian menjanjikan akan memberikan bantuan untuk rumah produksi, gedung, dan fasilitas mesin ekstraksi dan pengemasan. Kami berharap, bantuan itu akan direalisasikan sehingga potensi yang ada lebih berkembang lagi,” ujar Mesakh.
Mencari pasar
Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Kelembagaan, dan Kerja Sama Desa pada Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Landak Fransiskus Hery Sarkinom mengatakan, pemerintah juga berupaya untuk mengembangkan potensi di daerah tersebut, misalnya dengan membantu mencari pasar.
Sebenarnya, sudah ada pasar di Jakarta yang mau menampung produk mereka. Namun, produksi markisa di daerah itu harus bisa menyediakan kebutuhan pemesan sehingga produksi masih perlu ditingkatkan.
Selain itu, kegiatan pelatihan kelembagaan juga untuk mengelola usaha tersebut. Pada 2019, Pemerintah Kabupaten Landak mengagendakan pelatihan di desa itu untuk mengolah ekstrak menjadi produk dengan kemasan berkualitas. Selain itu, produk memiliki standar yang semakin sesuai dengan kebutuhan pasar.
Saat ini, produksi markisa itu dalam proses masuk ke salah satu unit usaha di badan usaha milik desa (BUMDes) Sempatung. Seiring dengan keberadaan BUMDes, hal itu diharapkan bisa menyejahterakan petani di desa itu dan BUMDes juga bisa berkembang.
Hery berharap, dengan adanya dana desa saat ini, desa bisa membuat pelatihan mandiri dengan dana tersebut. Apalagi, di BUMDes ada bidang pemberdayaan yang khusus menangani pemberdayaan untuk pengembangan unit usaha di desa. Dengan demikian, potensi yang ada di desa bisa dikembangkan secara optimal.
Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi Kalbar Alexander mengatakan, pihaknya terus mendorong desa untuk berinovasi dengan dana desa untuk berbagai penggunaan, misalnya melalui pembentukan BUMDes untuk pengembangan potensi ekonomi desa. Secara keseluruhan, BUMDes yang terbentuk baru 10-15 persen dari 2.031 total desa di Kalbar.
Alexander menargetkan, pada 2019 BUMDes yang terbentuk sebanyak 60-70 persen dari 2.031 desa di Kalbar. Pada 2015, dana desa untuk Kalbar Rp 537,07 miliar, tahun 2016 sebesar Rp 1,24 triliun, kemudian pada 2017 sebesar Rp 1,61 triliun. sedangkan pada tahun 2018 sebesar Rp 1,69 triliun.