Musim Kemarau, Warga Wanarata Banyumas Andalkan Olahan Singkong
Oleh
Megandika Wicaksono
·2 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Sebagian warga di Grumbul Wanarata, Desa Kalitapen, Kecamatan Purwojati, Kabupaten Banyumas, mengandalkan singkong sebagai makanan sehari-hari pada musim kemarau kali ini. Saat padi puso akibat kekeringan, singkong menjadi makanan pengganti.
”Kami sudah terbiasa makan oyek dan krekel (atau gaplek) dari singkong. Kalau ada uang, kadang beli beras buat anak,” kata Warsam (48), warga RT 003 RW 007 Grumbul Wanarata, Selasa (31/7/2018).
Warsam mengatakan, pada musim hujan, keluarganya biasa makan jagung dan pada musim kemarau makan olahan singkong. Warsam bersama Misdar (42), suaminya, memiliki kebun seluas 70 meter persegi yang ditanami palawija. ”Sehari bisa makan 1 kilogram olahan singkong,” kata Warsam yang tinggal juga bersama kedua orangtua dan seorang anak yang masih duduk di bangku SD.
Untuk membuat krekel atau gaplek, ujar Warsam, singkong yang telah dikupas dijemur di atas genting paling lama hingga 1 minggu, kemudian ditumbuk, lalu dikukus. Adapun untuk membuat nasi oyek, singkong yang telah dikupas direndam air selama 3 hari, lalu dipres, ditumbuk, kemudian di-guyeng-guyeng atau diputar-putar di atas tampah, dikukus, dan dikeringkan lagi. ”Oyek ini bisa tahan sampai 1 tahun dan antikutu,” kata Warsam.
Selain keluarga Warsam dan Misdar, olahan singkong juga menjadi makanan pendamping bagi keluarga Kartem (60) dan Suljah (46) warga RT 004 RW 007. ”Kadang makan nasi, tapi hasil panen kurang baik karena kekeringan. Sekarang kami makan krekel dan oyek,” kata Suljah yang memiliki ladang seluas 280 meter persegi.
Kepala Dusun III Grumbul Wanarata Karto mengatakan, di desanya terdapat 450 keluarga dan 50 keluarga di antaranya masih gemar mengonsumsi olahan singkong sebagai makanan pengganti beras. ”Memang krekel itu kalau dimakan terasa panas, tetapi kalau oyek terasa dingin. Kalau makan nasi bisa cepat lapar lagi, tapi kalau oyek bisa tahan atau terasa kenyang dari pagi sampai sore,” kata Karto.
Di Grumbul Wanarata, kata Karto, terdapat sekitar 60 hekar ladang yang biasa ditanami padi gogo dan juga palawija, termasuk singkong. ”Harga singkong saat ini sangat rendah, hanya Rp 500 per kilogram. Jadi warga tidak menjualnya, tetapi dikonsumsi sendiri,” katanya.
Di tengah kondisi alam yang sedang memasuki musim kemarau, warga di Grumbul Wanarata yang berada di puncak bukit tetap bertahan dan memanfaatkan singkong untuk tidak melulu bergantung pada beras.