JAKARTA, KOMPAS — Integrasi antarmoda transportasi di Jakarta dan Bodetabek akan dimulai pada 2019. Penumpang bus transjakarta, kereta rel listrik (KRL), kereta bandara, LRT, dan MRT kelak cukup memegang satu kartu. Penumpang bisa tap in dan tap out di mana-mana.
Saat ini, rencana pembentukan sebuah konsorsium gabungan dari sejumlah perusahaan transportasi BUMN dan BUMD Provinsi DKI Jakarta sedang dirumuskan untuk mengintegrasikan pembayaran tarif penggunaan transportasi umum massal di Jabodetabek. Keberadaan konsorsium ini diperlukan untuk memadukan asal dana subsidi tarif penumpang setiap perusahaan milik pemerintah tersebut.
Dua transportasi massal terbesar yang beroperasi di Jakarta adalah commuter line (KRL) milik PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) dan bus transjakarta milik PT Transportasi Jakarta (Transjakarta). Untuk membantu proses pengoperasian mereka, kedua perusahaan tersebut mendapat dana public service obligation (PSO) atau subsidi dari sumber yang berbeda.
Pada 2018, PT KCI mendapat dana APBN dari pemerintah pusat sebesar Rp 1,3 triliun, sementara Pemprov DKI mengucurkan dana sekitar Rp 3,32 triliun dalam APBD 2018 untuk pos pengeluaran BUMD perhubungan dan PT Transjakarta.
Selain PT KCI, perusahaan angkutan lain yang mendapat dana APBN adalah Perum Damri dan Perum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD). Sementara itu, dana subsidi APBD Pemprov DKI Jakarta kemungkinan besar juga akan diberikan untuk MRT Jakarta dan LRT Jakarta jika kedua angkutan tersebut telah beroperasi.
Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Bambang Prihartono pada Selasa (24/7/2018) di Jakarta mengatakan, integrasi antarlayanan moda transportasi yang berbeda di Jabodetabek membutuhkan sebuah konsorsium untuk mengelola dana subsidi dari setiap perusahaan.
Bambang menyebutkan, langkah pertama adalah mengintegrasikan perusahaan yang memiliki asal pendanaan sama. Setelah itu, konsorsium antara BUMN dan BUMD baru dilakukan.
”Perusahaan-perusahaan BUMD diintegrasikan jadi satu, yang BUMN juga dijadikan satu dahulu. Setelah itu, baru BUMD dan BUMN diintegrasikan sama-sama. Nanti, satu perusahaan konsorsium ini yang lead,” tutur Bambang.
”Tahun ini diharapkan akan selesai, menjadi satu konsorsium,” lanjutnya.
Apabila berjalan sesuai dengan rencana, sistem ini memungkinkan calon penumpang untuk dapat tap in di satu moda transportasi dan kemudian tap out di moda transportasi lain. ”Tahun depan bisa tap in dan tap out di mana-mana saja,” kata Bambang.
Tahun depan bisa ”tap in” dan ”tap out” di mana-mana saja.
Kepala Humas PT Transjakarta Wibowo membenarkan bahwa skema integrasi pembayaran tiket tersebut telah beberapa kali didiskusikan dengan pihaknya. Namun, asal dana yang berbeda masih perlu dicari penyelesaiannya.
”Nah, memang itu yang masih perlu dirumuskan karena perbedaan penggunaan anggarannya,” kata Wibowo.
Namun, ia mengungkapkan, rencana pembuatan konsorsium sebagai penyelesaian perbedaan asal dana tersebut belum sampai kepadanya.
Integrasi antarmoda juga menjadi salah satu alasan utama PT KCI memperbarui sistem tiket kereta komuter pada Sabtu hingga Senin lalu.
Direktur Utama PT KCI Wiwik Widayanti mengatakan, transportasi umum, selain KRL oleh KCI dan Transjakarta, juga akan ada LRT (kereta ringan) Jabodebek, LRT Jakarta, dan MRT (transportasi massal cepat) Jakarta.
”Diharapkan akan ada sinergi antarmoda dengan mudahnya berganti KRL ke LRT atau MRT ke transjakarta. Selain dibutuhkan pembangunan fisik bangunan penghubung, platform pembayarannya juga harus serupa. Hal ini perlu agar kartu KRL juga bisa dipakai ke moda lain. Daripada semua orang harus punya kartu khusus untuk moda masing-masing,” tutur Wiwik.
Permasalahan integrasi menjadi penting ketika sebuah kawasan memiliki berbagai moda transportasi umum. Menurut Direktur Utama Perum Damri Setia Milatia Moemin, ada tiga penggal perjalanan penumpang yang perlu terlayani dalam sebuah sistem yang terintegrasi, yakni first mile, backbone, dan last mile.
First mile mengacu pada penggal antara lokasi keberangkatan seorang calon penumpang, misalnya rumah, menuju titik awal dari sebuah jaringan transportasi. Sementara last mile mengacu pada segmen antara titik akhir sebuah sistem transportasi massal dan titik tujuan.
”Tidak ada persaingan antara kereta, misalnya, dengan bus. Kereta berfungsi sebagai backbone, sedangkan bus berfungsi sebagai feeder pada first mile atau last mile. Saling membutuhkan,” kata Setia.