SURABAYA, KOMPAS — Hingga tahun 2018, belum ada satu kabupaten/kota di Indonesia yang mendapatkan predikat kota layak anak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Hanya Surabaya dan Solo yang dinilai mendekati kota layak anak dengan menyandang kategori utama kota layak anak.
Dalam acara Penghargaan Kabupaten/Kota Layak Anak yang digelar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Senin (23/7/2018) malam di Surabaya, belum ada satu kabupaten/kota pun yang mendapat penghargaan kota layak anak.
Dari 389 kabupaten/kota yang mengembangkan daerahnya menjadi layak anak, kategori tertinggi, utama, hanya diraih oleh Surabaya dan Solo. Dua kota tersebut mempertahankan predikat utama dan masih belum naik menjadi kota layak anak. Adapun daerah lain masih berada di bawah Surabaya dan Solo dalam pemenuhan hak-hak anak.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise mengatakan, untuk menjadi kota layak anak, sebuah kabupaten/kota harus mengimplementasikan 24 indikator kota layak anak. Indikator itu antara lain terkait perkawinan anak, infrastruktur ramah anak, wajib belajar 12 tahun, serta korban pornografi dan situasi darurat.
”Untuk menjadi kota layak anak, kabupaten/kota harus melaksanakan 24 indikator,” ujarnya.
Meskipun belum ada kabupaten/kota yang layak anak, Kementerian PPPA memberikan penghargaan kepada 177 dari 389 daerah dengan beberapa kriteria. Ada 113 penerima penghargaan tingkat pratama, 51 tingkat madya, 11 tingkat nindya, dan 2 tingkat utama.
Yohana berharap, kota-kota di Indonesia bisa mencapai predikat kota layak anak pada 2030 sesuai dengan target capaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Pemda harus mengupayakan langkah-langkah agar membuat kotanya layak anak supaya kehidupan anak-anak tersebut bisa nyaman. Sebab, pada 2045, sekitar 75 persen penduduk Indonesia berusia produktif sehingga perlu sumber daya manusia yang bisa bersaing.
”Pemberian penghargaan ini diharapkan bisa mendorong kepala daerah untuk memacu diri meningkatkan perhatian pada pemenuhan hak dan perlindungan anak di wilayahnya masing-masing,” ucap Yohana.
Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian PPPA Lenny Rosalin menuturkan, awalnya hanya ada 20 kabupaten/kota yang dijadikan model kota layak anak. Namun, semakin lama jumlahnya kian bertambah menjadi 389 daerah. ”Daerah terus memberikan perhatian kepada anak-anak,” ucapnya.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, setiap tahun selalu ada upaya peningkatan dalam menciptakan kota layak anak. Pada tahun ini, Surabaya mendapatkan nilai lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2017. Demikian pula sejak 2011, capaian ”Kota Pahlawan” selalu naik dalam penilaian Kementerian PPPA.
Pada 2011, Surabaya masuk kategori madya, kemudian naik menjadi nindya pada 2012, 2013, dan 2015. Lalu, tahun 2017 dan 2018 Surabaya mendapat predikat kategori utama. Pada 2014 tidak ada penyerahan penghargaan kota layak anak karena penyelenggaraannya dibuat bergantian dengan Anugerah Parahita Ekapraya.
”Tujuan utama dalam menciptakan kota layak anak bukanlah untuk mendapatkan penghargaan, melainkan bagaimana bisa memenuhi hak-hak anak Surabaya agar bisa berhasil,” ujarnya.