JAKARTA, KOMPAS — Partai Golkar menunggu hasil uji materi terkait masa jabatan calon presiden dan wakil presiden yang sedang diajukan ke Mahkamah Konstitusi oleh Partai Persatuan Indonesia dan Jusuf Kalla yang mengajukan diri sebagai pihak terkait. Keputusan Kalla untuk menjadi pihak terkait juga dianggap wajar untuk menguatkan kedudukan hukum atau legal standing permohonan uji materi tersebut.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di sela-sela acara Pembekalan Nasional Anggota DPRD Partai Golkar di Jakarta, Jumat (20/7/2018), mengatakan, Golkar menghargai keputusan Kalla tersebut. ”Kita hormati proses di MK. Tentu kita berharap yang terbaik, tetapi itu kembali diserahkan ke proses yang berjalan,” katanya.
Airlangga mengatakan, Kalla adalah salah satu kader Golkar yang juga pernah menjabat ketua umum. Oleh karena itu, Golkar tetap menghargai posisi Kalla yang saat ini ingin ikut memperkuat legal standing permohonan uji materi ke MK sebagai pihak yang langsung terkait dengan Pasal 169 Huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
”Pak JK itu kader senior Golkar, pernah jadi ketua umum. Pada tataran itu, Golkar selalu menghargai para seniornya,” kata Airlangga.
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar Akbar Tandjung mengatakan, tidak ada yang salah dengan keputusan Kalla untuk ikut menjadi pihak terkait dalam permohonan uji materi.
”Yang penting, legal standing-nya jelas. Bahwa Pak Kalla memang sudah pernah jadi wapres dan ingin tahu apakah ia masih boleh maju atau tidak. Itu berarti relevan. Kalau dia mau maju lagi, kenapa kita mesti larang?” kata Akbar.
Akbar tidak membantah bahwa langkah hukum Kalla itu menunjukkan bahwa Kalla memang ingin kembali mendampingi Presiden Joko Widodo di Pemilu 2019. Akbar mengatakan, ia justru mendengar bahwa Jokowi masih menginginkan Akbar menjadi cawapres.
”Pak Jokowi mengatakan yang paling tepat dan paling baik itu Pak JK. Maka, beliau (Kalla) pasti punya optimisme bahwa kalau dia maju, peluangnya untuk menang itu tinggi,” katanya.
Pernyataan Akbar sedikit berbeda dibandingkan sebelumnya. Beberapa kali sebelum ini, Akbar kerap mengkritik adanya permohonan uji materi terkait masa jabat capres-cawapres ke MK. Akbar berulang kali menegaskan, Kalla tidak bisa maju menjadi cawapres Jokowi di Pemilu 2019 karena tersandung aturan yang berlaku.
Kesulitan
Partai Gerindra meyakini kubu pendukung Presiden Joko Widodo di Pemilu Presiden 2019 kesulitan mencari figur yang tepat untuk menjadi cawapres Jokowi. Ini terlihat dari upaya kubu Jokowi kembali menjadikan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai cawapres dari Jokowi di 2019.
”Kubu Pak Jokowi sulit mencari cawapres sehingga tidak salah kalau ingin menjadikan Pak JK sebagai cawapres Jokowi,” kata Ketua DPP Gerindra Ahmad Riza Patria.
Apalagi, katanya, Kalla bisa meningkatkan elektabilitas Jokowi di 2019. Sebab, Kalla merepresentasikan masyarakat di kawasan timur Indonesia. Dia juga dekat dengan kalangan pengusaha dan umat Islam.
Meski demikian, upaya itu diyakininya tak akan berhasil. Sebab, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah melarang wakil presiden yang menjabat dua periode, untuk kembali maju menjadi cawapres di pemilu. ”Pak SBY (Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono) tidak bisa karena sudah dua kali. Begitu pula Pak JK (Jusuf Kalla) sudah dua kali,” katanya.
Terlebih beberapa waktu lalu, MK sudah pernah menolak upaya uji materi terkait aturan di UU Pemilu yang mengatur pembatasan tersebut. ”Kalau sekarang ada uji materi serupa yang diajukan oleh Perindo, ya kita lihat nanti hasilnya (putusan MK),” katanya.