JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat diajak untuk mengolah sampah organik menjadi kompos. Hal ini merupakan upaya untuk mengurangi produksi sampah rumah tangga menjadi sesuatu yang bermanfaat.
Saat ini, produksi sampah di wilayah DKI Jakarta mencapai 6.000 ton setiap hari. Produksi sampah tersebut dapat dikurangi melalui pengelolaan sampah di rumah tangga menjadi kompos.
Demikian benang merah kegiatan workshop bertajuk ”Bijak Kelola Sampah” yang diadakan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) 3R (Reduce, Reuse, Recycle) Rawasari, Jakarta Pusat, Sabtu (14/7/2018).
Workshop ini digelar hasil kerja sama yang melibatkan Indonesia Solid Waste Association (Inswa), Pusat Pengembangan Riset Sampah Indonesia (Perisai), dan Superindo, serta merupakan wujud kepedulian pada pengolahan sampah basah yang selama ini kurang diperhatikan.
”Kami perlu mengedukasi masyarakat tentang sampah,” ujar General Affairs Manager Inswa JakartaAbdul Khamim.
Superindo sebagai mitra kerja sama dengan Inswa sejak tahun 2013 sudah menerapkan program composting. Dari 155 gerai yang ada, 46 gerai mengolah sendiri sisa sayur dan buah menjadi kompos. Sampah sayur dan buah dalam sehari yang ada di Superindo sebanyak 15-20 kilogram.
”Ada program composting, beberapa gerai mengolah sampah organik sendiri dibantu Inswa sebagai konseptor,” ujar Head of Corporate Affairs & Sustainability Yuvlinda Susanta.
Workshopdiikuti 30 peserta yang merupakan pelanggan Superindo, bertempat di TPS 3R Rawasari, Jalan Rawa Kerbau No 5A, Rawasari Selatan, Cempaka Putih, Jakarta Pusat. TPS 3R tersebut merupakan kerja sama Dinas Kebersihan DKI Jakarta dengan Inswa. Kegiatan yang diadakan oleh Inswa sejak tahun 2015 ini merupakan yang kelima kali.
Peserta workshop terlihat antusias mengikuti semua penjelasan, juga melakukan praktik secara langsung mengenai proses pengolahan sampah sayur menjadi kompos.
FT Toding Salinggi (57), misalnya, sejak awal sudah peduli pada sampah, bahkan ia sudah membuat kompos dari sisa sayur mentah di rumahnya. Sisa sampah sayur itu selalu ia cacah dengan ukuran lebih kurang 1 sentimeter. Kompos tersebut menjadi pupuk dari tanaman sayur yang ia tanam.
”Setelah mengikuti workshop ini, saya mendapatkan tambahan ilmu dan lebih memahami proses pembuatannya,” katanya.
Hal serupa diutarakan Imawati (44). Kegiatan tersebut diakuinya menambah pengetahuannya tentang pengolahan sampah. Ima akan membagikan ilmunya kepada teman-temannya. ”Saya menjadi lebih termotivasi dan mengerti tentang mengolah sampah yang bijak,” ujarnya.
TPS 3R Rawasari sering mengadakan kegiatan yang mengedukasi, antara lain sebagai tempat wisata edukasi persampahan yang menerima kunjungan dari sejumlah daerah di Indonesia dan mancanegara.
Selain itu, TPS 3R Rawasari juga menjadi tempat pelatihan dasar pengelolaan sampah untuk pemerintah dan masyarakat umum, lokasi diskusi ilmiah tentang pengelolaan sampah, baik tingkat lokal, nasional, maupun international, sebagai tempat atau sarana edukasi dan riset pengelolaan sampah bagi pelajar dan mahasiswa.
TPS tersebut mengelompokkan dua kategori besar sampah yang diambil, yaitu sampah yang mudah membusuk dan yang susah membusuk. Sampah yang mudah membusuk langsung dikumpulkan dan dibentuk seperti gundukan berbentuk persegi panjang.
Gundukan tersebut dibuat dengan ukuran panjang sekitar 3 meter, lebar 2,5 meter, dan tinggi 1,5 meter. Hal ini berguna untuk menghasilkan panas sehingga bakteri muncul dan melakukan pembusukan. Prosesnya memakan waktu tujuh hingga delapan minggu untuk menjadi kompos. (FRANSISCA NATALIA ANGGRAENI)