Narapidana Korupsi Rp 62,5 Miliar di Sumatera Barat Keluar Rutan Tanpa Izin
Oleh
Ismail Zakaria
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Narapidana kasus korupsi surat pertanggungjawaban fiktif senilai Rp 62,5 miliar di Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang, dan Permukiman Sumatera Barat, Yusafni, tertangkap kamera berada di luar Rutan Anak Aia, tempatnya ditahan, Jumat (6/7/2018). Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Barat mengakui hal itu dan menyatakan Yusafni keluar tanpa izin, baik dari kepala rutan maupun kepala kantor wilayah.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Barat (Sumbar) Dwi Prasetyo dalam konferensi pers di Padang, Selasa (10/7/2018) malam, mengatakan, Yusafni diketahui berada di luar tahanan setelah sebuah foto beredar di aplikasi berbagi pesan.
”Kami akui itu benar foto Yusafni. Dia sedang menjalani perawatan kesehatan. Waktu itu, petugas tidak mau ambil risiko kalau orang ini meninggal dunia di rumah tahanan karena sesak napas. Namun, entah itu (sesak napas) benar atau pura-pura. Karena rasa cemas dan pertimbangan kemanusiaan, petugas atau kepala regu jaga memperbolehkan keluarga untuk membawa Yusafni untuk berobat ke Bukittinggi,” kata Dwi.
Dwi mengatakan, meski dalam kondisi darurat, sesuai prosedur, narapidana yang akan keluar dari rutan seharusnya melalui izin kepala rutan. Jika kepala rutan tidak berani memberi izin, izin diberikan oleh kepala kantor wilayah. ”Hari itu, saya sedang rapat kerja di Jakarta. Begitu juga dengan kepala rutan. Jadi, mungkin dalam kondisi darurat, petugas kami berikan izin tanpa melalui kepala rutan atau kepala kantor wilayah,” kata Dwi.
Saat ditanya alasan mengapa petugas rutan tetap memperbolehkan Yusafni keluar tanpa izin darinya, Dwi tidak mau menjelaskan lebih lanjut. ”Tadi malam, kami melakukan investigasi dan saya pastikan tidak ada unsur uang. Artinya, tidak ada petugas kami yang membebaskan dia dengan imbalan apa pun. Ini murni kemanusiaan karena dia sesak napas,” kata Dwi.
Meski demikian, Dwi mengaku kecolongan. ”Ini suatu kecolongan. Tiba-tiba saat tak ada kepala rutan dan kepala kantor wilayah dia sakit. Kami sering dibohongi seperti ini. Kalian tahu, kan, dia masuk (penjara) kenapa, (karena) nipu negara, kan,” kata Dwi.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 99 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Hak-hak Warga Binaan, ada ketentuan yang mengizinkan warga binaan keluar dari lapas/rutan, antara lain asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, dan izin keluar lapas karena alasan tertentu, seperti izin berobat, mengunjungi keluarga yang sakit keras, menghadiri pemakaman keluarga, dan menjadi wali nikah bagi anak kandung (Kompas, 31 Oktober 2014).
Dwi membenarkan bahwa izin itu juga harus tertulis. Namun, saat dikonfirmasi terkait hal itu pada kejadian Yusafni, Dwi mengatakan, ”Biasanya tertulis, tapi kalau sudah megap-megap?” kata Dwi.
Sering keluar
Dwi menambahkan, hingga saat ini Yusafni yang divonis 9 tahun penjara masih berstatus tahanan karena kasusnya belum inkracht di pengadilan. Dia baru akan menjadi tahanan di Sumatera Barat setelah dieksekusi oleh jaksa.
”Sejak kami menerima limpahan penahanan Yusafni ke Rutan Anak Aia, dia punya rekam medis jantung koroner. Atas dasar rekam medis itu, kami berhati-hati menanganinya. Sejak masuk rutan tiga bulan lalu, dia sudah tigak kali dirawat di RS Baiturrahman Padang,” kata Dwi.
Pantauan Kompas, foto Yusafni mulai beredar di aplikasi berbagi pesan sekitar pukul 15.30. Dalam foto yang diduga diambil di Kota Padang Panjang itu, Yusafni terlihat memakai baju merah dan topi hitam. Dia tengah berdiri di depan sebuah bangunan. Tepat di belakangnya, terlihat sebuah mobil.
Dalam foto itu, Yusafni juga tidak terlihat dikawal petugas atau polisi. ”Kami tak bisa berikan pengamanan karena petugas kami juga kurang. Kalau satu mengawal terus, ya, pengawal di dalam kurang. Jadi, kami percayakan kepada keluarga. Alhamdulillah keluarga sportif. Dia sudah kembali dalam 1 x 24 jam, padahal izin yang diberikan 2 x 24 jam,” kata Dwi.
Arief Paderi, Direktur Perkumpulan Integritas, lembaga antikorupsi di Sumatera Barat, mengatakan, mereka sangat menyayangkan terpidana kasus korupsi SPJ fiktif tersebut bisa bebas keluar masuk Rutan Anak Aia Padang.
”Kejadian ini semakin mencederai rasa keadilan publik Sumatera Barat, apalagi Mabes Polri beberapa waktu lalu menyatakan tidak memprioritaskan penuntasan keterlibatan pihak lain dalam kasus SPJ fiktif,” kata Arief.
Menurut Arief, jika foto yang beredar luas itu adalah Yusafni, Kementerian Hukum dan HAM harus segera melakukan evaluasi terhadap pengelolaan warga binaan, terutama para napi kasus korupsi di Lapas Anak Air Padang. ”Jangan sampai hal ini menjadi cerminan pengelolaan lapas, terutama terhadap napi kasus korupsi di Sumatera Barat. Kementerian Hukum dan HAM harus memberi sanksi tegas kepada orang-orang yang terlibat, bila perlu pecat,” kata Arief.
Dwi membenarkan jika petugasnya melanggar aturan sehingga dia berjanji akan memberi sanksi. ”Kalau melanggar gimana, ada sanksinya. Ya, nanti kami dalami. Tidak bisa kita sebut sekarang (sanksinya). (Sanksinya) itu, misalnya, pernyataan tidak puas sampai pemberhentian kalau benar-benar ini kelalaian yang disengaja,” kata Dwi.