JAKARTA, KOMPAS -- Pakta integritas yang ditandatangani sejumlah ketua umum parpol belum memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan memiliki sanksi tegas. Namun, komitmen dan tanggung jawab moral menjadi taruhan apabila parpol tidak bisa menyediakan anggota legislatif yang berkualitas.
Sejumlah ketua umum partai politik (parpol), Rabu (04/07/2018), menandatangani pakta integritas yang diedarkan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait larangan pencalonan bekas nara pidana (napi) bandar narkoba, kejahatan seksual anak, dan korupsi, sebagai anggota legislatif.
Ketua Bawaslu Abhan Misbah mengatakan, pihaknya tidak memiliki wewenang untuk memberikan sanksi jika ada parpol yang melanggar pakta integritas yang sudah disepakati.
"Wewenang tersebut ada di ranah Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena KPU yang memegang dokumen pencalonan anggota legislatif. Nantinya, biar KPU yang mengumumkan pelanggaran apa saja yang terjadi selama proses pencalonan," ucapnya dalam sosialisasi pencalonan legislatif dan Pemilu 2019 di kantor DPP PKB, Jakarta, Rabu (04/07/2018).
Setelah Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Legislatif diundangkan 3 Juli malam, pengurus partai juga harus melampirkan formulir pakta integritas berisi pernyataan tidak mencalonkan bekas napi bandar narkoba, kejahatan seksual anak, dan korupsi. Tanpa pakta integritas, berkas pencalonan yang diajukan parpol akan dikembalikan oleh KPU.
Dalam sosialisasi kali ini, Bawaslu mengunjungi sejumlah DPP yaitu PKB, Partai Nasdem, dan Partai Garuda. Selain itu, ada pakta integritas yang disepakati oleh ketua umum parpol untuk berkomitmen mengikuti PKPU Nomor 20/2018 tentang Pencalonan Anggota Legislatif.
"Memang, tidak ada sanksi pidana bagi parpol yang melanggar pakta integritas ini. Namun, parpol memiliki komitmen moral untuk melaksanakannya. Menurut saya, tanggung jawab moral ini memiliki tingkatan yang lebih tinggi dibanding peraturan perundang-undangan," kata Abhan.
Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali mengatakan, pakta integritas dalam PKPU 20/2018 tentang Pencalonan Anggota Legislatif tidak mengikat karena Undang-Undang Pemilu 07/2017 tetap memperbolehkan bekas narapidana mencalonkan diri.
Dia mengatakan, bakal caleg bekas napi korupsi yang pencalonannya ditolak KPU tetap bisa menggugat ke Bawaslu jika tidak puas. Dia meyakini Bawaslu akan mengabulkan gugatan tersebut karena UU Pemilu memperbolehkan bekas napi untuk mencalonkan diri
Anggota KPU, Hasyim Asy’ari juga mempersilakan jika ada partai politik yang mengajukan sengketa ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) apabila mereka tetap mencalonkan bekas napi korupsi, kejahatan seksual anak, dan bandar narkoba kemudian ditolak KPU. Hasyim memperkirakan PKPU 20/2018 ini juga berpotensi diuji materi oleh sejumlah pihak.
Mahar politik
Abhan mengatakan, Bawaslu juga mengimbau parpol untuk menolak praktik mahar politik "Kami mengimbau agar tidak ada mahar politik dalam proses pencalonan anggota legislatif ini, khususnya untuk proses penetapan nomor urut caleg," katanya.
Terkait kesepakatan pakta integritas ini, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menjelaskan, partainya tidak bermasalah dengan PKPU 20/2018. Menurut ia, PKB tidak akan kekurangan caleg yang berkualitas dan bebas dari korupsi.
"Dalam sosialisasi ini, kami lebih banyak mendengar masukan dari Bawaslu tentang komitmen apa saja yang seharusnya kami jalankan. Namun, kami harap, penyelenggara pemilu juga memiliki independensi, karena itu merupakan syarat awal bagi pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil," ucapnya.
Senada dengan Muhaimin, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh mengatakan siap untuk menjalankan semangat antikorupsi yang ada di dalam PKPU ini. Namun, tidak ada daerah pilih yang bebas dari politik uang.
"Kami coba minta penjelasan Bawaslu, daerah mana saja yang terbebas dari politik uang. Secara jujur saya katakan, tidak ada daerah pilih yang terbebas dari politik uang," ucapnya.
Paloh menegaskan, partainya tetap berkomitmen untuk menjalankan politik tanpa mahar. Menurut Paloh, komitmen ini telah sanggup dijalankan oleh partai Nasdem dalam beberapa kali tahapan pemilu.
"Kami telah berkomitmen untuk menolak mahar politik, padahal ada potensi uang sebesar Rp 1 triliun rupiah yang bisa kami peroleh jika kami menjalankan sistem mahar politik ini. Namun, kami belum tahu, sampai kapan Partai Nasdem sanggup untuk menjalankan komitmen ini," ucapnya.