JAKARTA, KOMPAS — Pada hari ini, PT Perusahaan Gas Negara Tbk atau PGN mengumumkan akuisisi PT Pertamina Gas atau Pertagas dengan nilai akuisisi mencapai Rp 16,6 triliun. Saham Pertagas yang diakuisisi PGN sebesar 51 persen. Proses akuisisi ini merupakan bagian dari pembentukan perusahaan induk minyak dan gas bumi.
Direktur Utama PGN Jobi Triananda mengatakan, dengan akuisisi tersebut, PGN akan menjadi pemilik mayoritas saham di Pertagas. Akuisisi sekaligus menutup potensi tumpang tindih bisnis hilir gas bumi yang dilakukan PGN ataupun Pertagas.
”Seharusnya ini terjadi pada April lalu. Perjanjian jual beli sahamnya sudah dilaksanakan pada 29 Juni 2018. Dengan senilai Rp 16,6 triliun, PGN akan menjadi pemegang saham mayoritas Pertagas yang merupakan anak usaha Pertamina,” tutur Jobi dalam konferensi pers, Selasa (3/7/2018), di Jakarta.
Transaksi tersebut hanya memasukkan PT Pertagas Niaga, salah satu anak usaha Pertagas, di dalam buku Pertagas. Anak usaha lainnya, seperti PT Perta Arun Gas, PT Perta Daya Gas, dan PT Perta Kalimantan Gas, tidak dimasukkan dalam transaksi akuisisi ini.
Jobi beralasan, pihaknya hanya memprioritaskan PT Pertagas Niaga karena perusahaan tersebut berfokus di bidang infrastruktur gas. Jaringan infrastruktur gas akan diintegrasikan dengan jaringan yang dimiliki PGN dalam waktu dekat.
Saat disinggung besarnya nilai akuisisi, Direktur Keuangan PGN Said Reza Pahlevi mengatakan, proses valuasi saham Pertagas sudah melalui metode yang benar dan ada pembandingnya. Proses valuasi saham juga membutuhkan waktu yang panjang. Dari dana yang dikeluarkan PGN untuk mengakuisisi Pertagas, tak seluruhnya berasal dari kas PGN.
”Hanya sepertiga saja dari Rp 16,6 triliun itu yang diambil dari kas PGN. Sisanya dari eksternal (pinjaman),” ucap Reza.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Iress) Marwan Batubara menyebutkan, ada tiga opsi integrasi PGN dengan Pertagas, yaitu merger, penyerahan saham, dan akuisisi. Merger dan penyerahan saham tidak memerlukan dana tunai, sedangkan akuisisi memerlukan dana tunai. Namun, proses akuisisi lebih cepat ketimbang merger dan penyerahan saham.
”Kalau akuisisi, seharusnya perusahaan yang 100 persen sahamnya dimiliki negara (Pertagas) yang mengakuisisi perusahaan yang saham negaranya sedikit (PGN). Apabila PGN yang mengakuisisi, perlu dana besar. Jika dananya kurang dan ditempuh penerbitan obligasi, beban keuangan Pertamina akan bertambah,” tutur Marwan.
PGN kini telah menjadi anak usaha PT Pertamina (Persero) selaku perusahaan induk minyak dan gas bumi. Pembentukan perusahaan induk dimulai dari penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2018 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke Dalam Modal Saham Perseroan PT Pertamina. Pembentukan perusahaan induk dilanjutkan dengan pengintegrasian Pertagas ke PGN lewat cara akuisisi.