10 Tahun Penghargaan Cendekiawan Berdedikasi
Penghargaan Kompas atas Cendekiawan Berdedikasi pada 2018 ini diberikan kepada Ashadi Siregar dan Anita Lie. Mereka dinilai sebagai tokoh yang berjasa di bidang masing-masing. Ashadi memberikan sumbangsih di dunia jurnalisme dan Anita Lee di dunia pendidikan Indonesia.
Jika dilihat kembali, sejak sebelum zaman meraih kemerdekaan, Indonesia tidak kekurangan cendekiawan yang peduli dalam memajukan bangsa. Mereka terlibat aktif dan mengkritisi permasalahan politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang tidak henti mendera Tanah Air.
Kontribusi mereka perlu dihargai. Kompas berusaha melakukannya secara konsisten dengan memberikan penghargaan setiap tahun, bertepatan dengan perayaan ulang tahun harian ini pada 28 Juni sejak 2008.
Ide tersebut digagas oleh Pemimpin Umum dan Pendiri Harian Kompas Jakob Oetama. Jakob melihat, peran cendekiawan membawa sinar ketika kegelapan menyelimuti Indonesia.
Pada 2008, Kompas pernah memberikan penghargaan terhadap lima cendekiawan, yakni Prof Dr Mudaham Taufick Zen di bidang sastra dan geologi, Prof Dr Sajogyo di bidang pangan dan gizi; Prof Dr Soetandyo Wignyosoebroto di bidang hak asasi manusia, Prof Dr Satjipto Rahardjo di bidang hukum, dan Dr Thee Kian Wie di bidang ekonomi.
Kelima sosok tersebut merupakan cendekiawan berusia di atas 70 tahun yang dipilih sebagai Cendekiawan Berdedikasi. Mereka tidak pernah lelah menulis dan menyebarkan gagasan kepada khalayak.
Setahun kemudian, penghargaan yang sama kembali diberikan kepada Kartono Mohamad, Liek Wilardjo, Maria SW Sumardjono, Saparinah Sadli, dan Sjamsoe\'oed Sadjad. Kartono giat memajukan dunia kedokteran dan Liek berkontribusi dalam dunia fisika dan matematika.
Adapun Maria menggeluti hukum agraria, Saparinah aktif memperjuangkan kesetaraan bagi perempuan dan HAM, dan Sjamsoe\'oed selalu berupaya memajukan pertanian Indonesia.
Penghargaan pada 2010 diberikan kepada Adnan Buyung Nasution, Bambang Hidayat, Mely G Tan, Sediono MP Tjondronegoro, dan Raden Panji Soejono. Sudah tidak asing nama kelima tokoh itu disebut di kalangan publik atas sumbangsih mereka di bidang masing-masing.
Pada 2011, apresiasi juga diberikan kepada Leila Chairani Budiman dalam psikologi, Jakob Sumardjo dalam kebudayaan, Mochamad Arsyad Anwar dalam ekonomi, Mochtar Naim dalam sosiologi, dan Sayidiman Suryohadiprojo dalam perihal kebangsaan.
Kompas kembali memberikan apresiasi kepada lima cendekiawan setahun kemudian. Para cendekiawan itu adalah mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef, ahli kuliner Julie Sutardjana, serta pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Mochtar Pabottingi.
Tidak ketinggalan, apresiasi juga diberikan kepada peneliti Arsip Nasional Mona Lohanda serta Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Surono. Mereka dianggap sebagai individu-individu yang berkarya secara total di bidangnya.
Lima cendekiawan lain pun kembali mendapat penghargaan dari Kompas pada 2013. Kelima tokoh itu adalah mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif; mantan Hakim Agung Benjamin Mangkoedilaga; cerpenis, novelis, dan mantan Rektor IKIP Surabaya Budi Darma; pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Salahuddin Wahid; serta astronom yang juga dosen Pascasarjana STF Driyarkara Karlina Supelli.
Sementara itu, pada 2014 Kompas melihat peran yang signifikan bagi perkembangan masyarakat dari Guru Besar Arsitektur dan Perkotaan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Eko Budihardjo serta pendiri Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Franz Magnis-Suseno SJ.
Tidak ketinggalan budayawan Radhar Panca Dahana, mantan Direktur Asuransi Kesehatan Sulastomo, dan Guru Besar Antropologi Hukum sekaligus Ketua Program Pascasarjana Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto juga pantas untuk diapresiasi. Mereka dinilai berjasa mengembangkan budaya kritis dan konstruktif atas realitas Indonesia berdasarkan nilai kemanusiaan.
Memperingati ulang tahun ke-50, Kompas memberikan Penghargaan Cendekiawan Berdedikasi 2015 kepada lima tokoh lain. Mereka adalah mantan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra serta pakar demografi dan Guru Besar Emeritus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Sri Moertiningsih Adioetomo.
Lalu, Ketua Harian Pusat Studi Pancasila Universitas Pancasila yang menjabat pada 2007 Yudi Latif, Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Atma Jaya Jakarta pada waktu itu Agustinus Prasetyantoko, serta dosen Sekolah Tinggi Teologi Jakarta Yonky Karman juga turut diapresiasi.
Bangsa ini butuh orang-orang yang melihat pekerjaan sebagai panggilan. Dengan itu, ia akan memberi segalanya.
Pada 2016, penerima penghargaan Cendekiawan Berdedikasi adalah ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri, sosiolog Universitas Indonesia Ignas Kleden, dan ahli ekonomi-demografi Universitas Indonesia Mayling-Oey Gardiner.
Sementara itu, mantan Hakim Agung H Adi Andojo Soetjipto, Guru Besar Universitas Islam Bandung Sawitri Supardi Sadarjoen, dan peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) J Kristiadi memperoleh penghargaan sebagai Cendekiawan Berdedikasi pada 2017.
Para penerima penghargaan Cendekiawan Berdedikasi sebagian besar masih aktif menulis, menjadi narasumber, meneliti, dan mengajar. Ada pula yang sudah mulai mengendur aktivitasnya karena usia, bahkan beberapa sudah meninggal.
Pemimpin Umum dan Pendiri Harian Kompas Jakob Oetama pernah berkata, ”Bangsa ini butuh orang-orang yang melihat pekerjaan sebagai panggilan. Dengan itu, ia akan memberi segalanya.” Cendekiawan Berdedikasi merupakan salah satu golongan yang masuk dalam kategori itu.