JAKARTA, KOMPAS- Rumah dinas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dinilai masih layak. Ongkos perawatannya pun tidak memakan anggaran besar. Jadi, alasan fasilitas rumah dinas diganti tunjangan perumahan karena tingginya biaya pemeliharaan rumah dinas dipertanyakan.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Arif Wibowo, saat dihubungi dari Jakarta, Senin (25/6/2018), mengatakan, dirinya merasa masih nyaman tinggal di rumah dinas anggota DPR. Rumah yang ada saat ini dinilainya masih layak dengan kerusakan terbilang ringan, seperti atap bocor dan lampu mati, sehingga tak perlu biaya besar memperbaikinya.
”Kalau ada kerusakan, seharusnya menjadi tanggung jawab pihak Sekretariat Jenderal DPR untuk memperbaikinya. Namun, selama ini perbaikan oleh Setjen lambat sehingga saya pakai uang sendiri untuk memperbaikinya,” katanya.
Atas dasar itu, dia mempertanyakan alasan rencana pengalihan fasilitas rumah dinas menjadi pemberian tunjangan perumahan karena tingginya biaya perawatan rumah dinas. ”Perlu diaudit kalau disebut anggaran perawatannya tinggi. Sebab, selama ini, saya sering keluar uang sendiri untuk merawat rumah,” ujarnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar dan Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR Anthon Sihombing mengatakan, rencana penggantian fasilitas rumah dinas menjadi tunjangan perumahan yang akan diterima anggota setiap bulan diusulkan ke Kementerian Keuangan (Kompas, 25/6/2018). Hal ini diusulkan dengan salah satu alasan bahwa biaya perawatan rumah dinas sudah tinggi karena usia rumah yang sudah tua.
Selain Arif, anggota DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Achmad Baidowi, juga melihat kondisi rumah dinas DPR masih layak. Menurut dia, biaya perbaikan dan pemeliharaan pun tidak terlalu mahal.
”Tidak sampai puluhan juta rupiah,” katanya.
Achmad pun sering menanggung sendiri biaya perbaikan. ”Pengeluaran terbesar untuk rumah waktu awal tinggal di rumah itu. Lebih dari Rp 20 juta dikeluarkan untuk memperbaiki rumah karena sudah lama tidak ditempati. Itu pun saya pakai uang sendiri karena dari Setjen DPR bilang tak ada anggarannya untuk memperbaiki rumah,” ucapnya.
Sementara itu, Sekjen DPR mengatakan, pihaknya mengusulkan kepada Kementerian Keuangan agar nilai tunjangan disesuaikan dengan biaya sewa apartemen tiga kamar di sekitar Kompleks Parlemen, Senayan. Setelah dicek ke sejumlah apartemen, harga sewa berkisar Rp 40 juta-Rp 60 juta per bulan.
”Besaran nilainya kami serahkan ke Kementerian Keuangan. Mereka nanti yang menelaah berapa nilai yang ideal jika usulan itu disetujui,” ujarnya.
Membantah
Ketua DPR Bambang Soesatyo mengakui pernah melontarkan wacana fasilitas rumah dinas dialihkan jadi tunjangan perumahan ke publik. Namun, Bambang menegaskan, dirinya tidak pernah meminta Setjen DPR mengusulkan penggantian fasilitas rumah dinas DPR menjadi tunjangan perumahan ke Kementerian Keuangan.
”Di rapat pimpinan DPR ataupun Badan Musyawarah DPR, hal itu belum pernah dibahas. Apalagi, sampai memutuskan mengajukan usulan tersebut ke pemerintah, belum pernah,” kata Bambang.