Pengamanan Khusus di TPS Rawan
Aparat keamanan dan pengawas pemilu memberikan perhatian khusus pada tempat pemungutan suara yang memiliki potensi kerawanan.
BOGOR, KOMPAS Sejumlah tempat pemungutan suara di Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi, Kota Tangerang, dan Kabupaten Tangerang masuk dalam kategori rawan. Pengamanan khusus diterapkan di lokasi rawan.
Kepala Polres Bogor Ajun Komisaris Besar AM Dicky Pastika Gading, Senin (25/6/2018), mengatakan, ada sekitar 10 tempat pemungutan suara (TPS) yang mendapatkan perhatian khusus kepolisian.
TPS itu mendapatkan perhatian khusus karena sejumlah alasan, antara lain berlokasi di tempat pasangan calon menggunakan hak suaranya, tempat kekuatan pendukung paslon berimbang, atau ada riwayat terjadi konflik karena kecurangan pada pilkada sebelumnya.
Di Kota Bekasi, enam TPS mendapatkan perhatian khusus Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Enam TPS itu adalah TPS 1 Kelurahan Pekayon Jaya, TPS 8 dan 9 Kelurahan Harapan Mulya, TPS 88 dan 91 Kelurahan Kaliabang Tengah, dan TPS 4 Kelurahan Perwira.
Salah satu TPS rawan itu berada di sekitar rumah calon petahana, Rahmat Effendi. Sementara itu, di TPS-TPS lain, pernah terjadi keterlambatan pengiriman logistik, konflik, dan bencana alam pada hari H Pilkada.
“Kota Bekasi termasuk salah satu dari lima daerah yang akan diawasi secara khusus oleh Bawaslu,” ujar Ketua Panitia Pengawas Pemilu Kota Bekasi Novita Ulya Hastuti, Senin (25/6/2018).
Selain Kota Bekasi, empat daerah lainnya yang diawasi Bawaslu adalah Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Serang.
Kepala Kepolisian Resor Metro Bekasi Kota Komisaris Besar Indarto mengatakan, berdasarkan pemetaan kepolisian, tingkat keamanan TPS dibagi tiga, yaitu aman (hijau), rawan I (kuning), dan rawan II (merah). Kerawanan TPS didasarkan pada catatan konflik pada Pilkada sebelumnya, jumlah pendukung pasangan calon yang proporsinya sama, serta keberadaan objek vital.
“Terdapat 21 TPS yang masuk ke dalam zona kuning dan 11 TPS masuk ke zona merah,” kata Indarto. Pengamanan di setiap TPS akan dilakukan dengan skema yang berbeda.
Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Idham Azis mengutarakan, seluruh pejabat utama Polda Metro Jaya mulai Selasa ini menuju wilayah yang menggelar Pilkada untuk melakukan asistensi bersama para Kapolres. “Kami sudah siap melakukan pengamanan Pilkada. Kami harap masyarakat di Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Bekasi dapat menggunakan hak pilihnya.”
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono mengungkapkan, 41.000 personel gabungan Polri dan TNI akan mengamankan Pilkada serentak di wilayah Polda Metro Jaya, yakni Kota Bekasi, sebagian Kota Tangerang, dan sebagian Kabupaten Tangerang.
Sebanyak 29.000 personel di antaranya adalah personel Polri yang akan mengamankan sekitar 14.000 TPS. Setiap TPS dijaga dua polisi dan empat anggota Linmas.
Argo menegaskan polisi bersikap netral. Jika ditemukan anggota polisi tidak netral akan mendapat sanksi berupa demosi, demosi jabatan, maupun sidang disiplin atau kode etik.
Kepala Polresta Tangerang Kabupaten, Komisaris Besar M Sabilul Alif menyiagakan 650 personel dari polres dan polsek, 439 personel bantuan dari Polda Banten, 100 anggota Brimob, 464 personel Satpol PP dan linmas, serta 800 personel TNI.
Dari jumlah itu, 252 personel di antaranya mengamankan TPS. "Personel diturunkan di lima kecamatan, yakni Curug, Kelapa Dua, Legok, Pagedangan dan Cisauk," jelas Sabilul.
Kepala Polrestro Tangerang Kota Komisaris Harry Kurniawan mengatakan, 1.669 personel bakal mengamankan sekitar 3.900 TPS di Kota Tangerang saat pencoblosan. Kekuatan pengamanan di Kota Tangerang ini diperkuat dari Polda Metro Jaya, Brimob, dan Sabhara.
“Penjagaan keamanan mulai hari Selasa di tiap TPS. Anggota sudah dibekali prosedur standar operasi dan buku panduan pengamanan," jelas Harry.
Indeks kerawanan Pilkada
Koordinator Divisi Pencegahan dan Hubungan antarlembaga Panwaslu Kota Bekasi Tomy Suswanto menjelaskan, dalam Indeks Kerawanan Pemilu 2018 Kota Bekasi, potensi hambatan proses Pilkada yang demokratis dapat dinilai dari tiga aspek, yaitu kontestasi, partisipasi masyarakat, dan penyelenggara.
Dari ketiga aspek tersebut, Panwaslu merumuskan 15 indikator kerawanan yang kemudian diteliti di 56 kelurahan.
Berdasarkan penelitian tersebut, persentase kerawanan tertinggi berasal dari penggunaan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) untuk memengaruhi masyarakat dalam memilih salah satu paslon. Cara itu dilakukan di 21,5 persen kelurahan dari total 56 kelurahan.
Tomy melanjutkan, isu SARA untuk menghina dan menghasut masyarakat salah satunya pernah digunakan pada kampanye terbuka salah satu paslon. Selama masa kampanye, beredar pula selebaran berisi ajakan untuk tidak memilih salah satu paslon karena mereka memiliki program pembangunan rumah ibadah salah satu agama. Selebaran-selebaran itu tidak hanya didistribusikan secara langsung tetapi juga melalui aplikasi pesan dalam jaringan (daring).
Penyelenggaraan Pilkada semakin rawan karena terdapat 1.700 penduduk yang sudah memenuhi syarat mengikuti Pilkada, namun tidak tercatat di daftar pemilih tetap (DPT). Mereka telah memiliki kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) atau surat keterangan (suket). Sebanyak 1.300 orang berada di Kecamatan Bekasi Utara, sedangkan 400 lainnya tersebar di kecamatan lainnya.
“Wilayah Bekasi Utara sangat rawan, apalagi di sana terdapat lebih dari 10 TPS,” kata Tomy.
Selain itu, TPS-TPS di Kelurahan Harapan Mulya, Kecamatan Medan Satria, juga termasuk kategori rawan. “Di sana ada tren seluruh TPS dikumpulkan di satu tempat, sehingga perlu diwaspadai,” ujar Tomy.
Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Islam 45 (Unisma) Adi Susila di Bekasi, Senin, menambahkan, pemimpin terpilih semestinya merupakan sosok yang dapat diterima semua golongan. Mereka juga harus menegaskan sikap untuk merangkul semua golongan untuk membangun kota.
“Persoalan SARA semestinya bukan pertimbangan untuk memilih pemimpin,” kata Adi.
Menurut Adi, jika kedua paslon tidak berkomitmen mengedepankan perdebatan gagasan pembangunan kota secara menyeluruh, Pilkada yang diselenggarakan di Kota Bekasi justru merugikan warga. Sebab, peristiwa politik cenderung tidak memberikan dampak langsung terhadap kehidupan masyarakat. Partisipasi publik dalam Pilkada pun dikhawatirkan serupa dengan periode sebelumnya, yaitu sekitar 49 persen.
Logistik
Mengenai logistik, Komisioner Divisi Logistik KPU Kota Bogor Edy Zaelani mengatakan, pada H-1 Selasa ini, semua logistik sudah sampai ke TPS.
Menurut Edy, dari hasil pengecekan logistik oleh Panitia Pemungutan Kecamatan (PPK), ditemukan beberapa kekurangan logistik namun tidak terlalu signifikan. "Kami lalu mengirim kekurangannya itu," kata Edy.
Kemarin siang, KPU juga mengerahkan tiga mobil yang dilengkapi pengeras suara, untuk berkeliling mensosialisasikan atau mengingatkan bahwa Rabu (27/6) dari pukul 07.00 - 13.00 adalah saat warga menggunakan hak pilihnya.
Penghitungan suara
Terkait proses penghitungan suara di wilayah yang menjalani dua pemungutan suara yakni pilkada tingkat kota/kabupaten dan pilkada provinsi, Komisioner KPU Kota Bekasi Nurul Sumarheni menegaskan, proses penghitungan harus dilakukan sesuai urutan. Setelah pemungutan suara selesai, penghitungan suara Pemilihan Gubernur dilakukan terlebih dulu, lalu penghitungan suara Pemilihan Wali Kota.
“Pada periode sebelumnya, ada saja pihak yang meminta untuk mendahulukan penghitungan suara Pemilihan Wali Kota, padahal itu melanggar ketentuan,” ucap Nurul.
Ia berharap, kesalahan serupa tidak terulang. Sebab, TPS akan dijaga oleh KPPS, satu Pengawas TPS, dan satu saksi dari setiap pasangan calon, baik calon wali kota maupun calon gubernur.
Mengenai saksi dari paslon, Komisioner Divisi Hukum KPU Kabupaten Bogor Akhmad Munjin mengatakan, karena paslon Bupati-Wakil Bupati ada lima pasang dan paslon Gubernur-Wakil Gubernur ada empat pasang, dalam satu TPS bisa ada sembilan saksi. Untuk Kota Bogor, ada empat paslon Wali Kota-Wakil Wali Kota, saksi maksimal delapan orang.
Jumlah saksi bisa berkurang, kata Komisioner Divisi Teknis KPU Kota Bogor Samsudin, jika satu saksi dari satu parpol merangkap menjadi saksi pilgub Pilwalkot/Pilbub karena kebetulan parpolnya mendukung paslon Gubernur dan Walikota/Bupati juga.
"Yang pasti, semua saksi akan membawa name tag saksi yang KPU keluarkan. Mereka tidak boleh memakai seragam parpolnya atau atribut kampanye paslon yang didukungnya. Mereka akan berhadapan dengan Panwaslu kalau melanggar. Warga pemilih juga tidak boleh memakai atau membawa barang atau atribut kampanye paslon atau parpol yang didukungnya. TPS dan sekitarnya harus bersih dari atribut kampanye paslon dan paspol," tegas Akhmad Munjin.
(RTS/KYR/PIN/WAD)