JAKARTA, KOMPAS — Jumlah kedatangan penumpang arus balik Lebaran di Terminal Terpadu Pulo Gebang, Jakarta Timur, kembali meningkat pada Sabtu dan Minggu (23/6-24/6/2018).
Puncak kedatangan penumpang di Terminal Terpadu Pulo Gebang (TTPG) telah terjadi pada Rabu (20/6/2018). Jumlah tersebut sempat menurun secara signifikan pada Jumat (22/6/2018), yaitu menjadi 4.996 penumpang. Namun, pada Sabtu (23/6/2018) kembali meningkat, yaitu menjadi 6.039 penumpang.
Wakil Komandan Regu TTPG Badman Harahap memperkirakan, kenaikan jumlah penumpang terus terjadi hingga Minggu (24/6/2018). ”Kenaikan tersebut dipengaruhi waktu masuk kerja sejumlah karyawan kantor pada Senin (25/6/2018),” kata Badman.
Menurut dia, arus balik masih akan terjadi hingga pekan depan. Salah satu faktor yang memengaruhi adalah adanya pemilihan kepala daerah (pilkada) di beberapa daerah yang akan dilaksanakan pada Rabu (27/6/2018).
Ia mengatakan, sejumlah penumpang yang masih memiliki KTP daerah asal diperkirakan kembali ke Jakarta setelah pilkada di daerahnya. Oleh karena itu, pihak pengelola Terminal Terpadu Pulo Gebang masih mengantisipasi lonjakan penumpang hingga seminggu ke depan.
Badman menambahkan, lonjakan penumpang yang datang biasanya terjadi pada pukul 00.00 hingga 05.00. Berdasarkan data pada Minggu (24/6/2018) pada pukul 00.00 hingga 05.00 terdapat 2.072 penumpang yang datang. Mereka diangkut oleh 104 bus. ”Mereka sebagian besar datang dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sumatera,” ujarnya.
Sejumlah penumpang mengatakan, perjalanannya lancar dan tidak ada kemacetan. Bahkan, beberapa penumpang terkejut karena perjalanannya lebih cepat daripada biasanya.
Menginap
Sebagian besar penumpang menginap di TTPG. Mereka menunggu hingga cahaya matahari muncul untuk melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan.
Salah satu penumpang, Gito (26), memilih menginap di TTPG daripada melanjutkan perjalanan ke Kampung Rambutan pada malam hari. ”Saya trauma pernah ditodong di bus ketika perjalanan dari Pulo Gadung (Jakarta Timur) menuju Grogol (Jakarta Barat) beberapa tahun yang lalu,” ujarnya.
Hal serupa dituturkan Yunem (50). Ia memilih bertahan di TTPG karena belum tahu angkutan yang dapat mengantarnya ke Bekasi. Yunem diantar anaknya, Fitri (23). Mereka mengaku baru pertama kali ke Jakarta.
Beberapa penumpang mengaku ketinggalan bus yang akan mengantar ke kota yang hendak dituju sehingga harus menunggu hingga pukul 05.00 untuk membeli tiket. Salah satu penumpang, Heru (31), mengaku ketinggalan bus yang akan mengantarnya ke Cilegon.
Ia datang dari Purworejo, Jawa Tengah. Karena kehabisan tiket bus yang menuju Cilegon, Heru memutuskan membeli tiket menuju Jakarta terlebih dahulu. ”Saya harus masuk kerja Senin besok, jadi harus pulang sekarang,” kata lelaki yang bekerja sebagai pelayar tersebut.
Tidak hanya penumpang yang datang, sejumlah penumpang yang hendak mudik pun memilih menginap di ruang tunggu TTPG, salah satunya Soleh (30). Buruh bangunan harian lepas tersebut akan menjemput istri dan anaknya di Kebumen, Jawa Tengah. Karena tertinggal bus, ia pun terpaksa menginap di TTPG.
Badman mengatakan, sejumlah penumpang menginap karena merasa lebih aman.
Agar penumpang dapat nyaman menginap di TTPG, pihak pengelola terminal menyediakan 100 matras. ”Petugas keamanan, kesehatan, dan pemadam kebakaran juga berjaga 24 jam untuk melindungi penumpang,” ujar Badman.
Mengadu nasib
Salah satu fenomena yang sering terjadi setelah Lebaran adalah banyaknya pendatang yang mengadu nasib di Jakarta. Mereka ada yang telah memiliki tujuan, tetapi ada juga yang masih mencari pekerjaan.
Gito, misalnya, ia ke Jakarta untuk menemui seseorang yang menjanjikannya pekerjaan di Taiwan menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI). Namun, ia belum tahu alamat lengkap kantor dan orang yang hendak ditemui. Ia hanya berkeyakinan akan mendapatkan pekerjaan karena kakaknya telah bekerja di Taiwan.
Sementara itu, Yunem ke Bekasi untuk menemui seseorang yang menjanjikannya pekerjaan sebagai asisten rumah tangga (ART). Ia mengaku pernah berjumpa dengan calon majikannya, tetapi belum tahu alamat pasti yang hendak dituju.
”Saya terbiasa menjadi petani di kampung (Pubalingga, Jawa Tengah). Karena sekarang sedang menganggur, saya mau diajak menjadi pembantu oleh calon majikan saya,” katanya sambil tersenyum. Ia mengaku mau bekerja menjadi ART karena suaminya telah meninggal, sedangkan ketiga anaknya masih bekerja serabutan.