Dana Tunai KJP Plus Mulai Dicairkan, Pengawasan Dipertanyakan
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Dana tunai dalam program kartu Jakarta pintar (KJP) Plus bisa mulai dicairkan bulan ini. Pengawasan penggunaan uang dari anggaran pendapatan dan belanja daerah itu masih dipertanyakan sebab hanya bergantung pada pelaporan masyarakat.
Rician dana yang bisa ditarik tunai dalam program kartu Jakarta pintar (KJP) Plus adalah Rp 100.000 per bulan untuk SD, Rp 150.000 untuk SMP, Rp 200.000 untuk SMA/SMK, Rp 150.000 per bulan untuk pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) dan untuk lembaga kursus pelatihan (LKP) sebesar Rp 150.000 per bulan. Pengambilan bisa dilakukan di ATM-ATM di Bank DKI maupun bank lain namun dengan tarif tambahan.
Sekretaris Dinas Pendidikan DKI Jakarta Susi Nurhati mengatakan, dana tunai KJP Plus bisa ditarik mulai Juni 2018 ini. Pengambilan bisa dilakukan di ATM-ATM Bank DKI atau bank-bank lain yang terhubung dengan potongan tarif pengambilan. “Ini untuk penerima yang didata awal tahun ini, setahun ada dua kali pendataan,” katanya di Jakarta, Kamis (7/6/2018).
Pencairan dana KJP Plus Tahap I telah dilakukan sejak 3 Juni 2018 untuk 680.046 penerima lama. Sementara untuk 124.969 penerima baru, pencairan dana KJP Plus Tahap I akan diberikan dengan sistem rapel dari bulan Juni sampai pada saat diterimanya kartu oleh peserta.
Sulit sekali kalau kami harus mengawasi, ya.
Pembagian kartu bagi peserta baru akan dilakukan setiap hari Sabtu dan Minggu yang dimulai pada akhir Juli hingga September di sekolah-sekolah yang akan ditunjuk oleh Bank DKI sebagai tempat pendistribusian.
Dalam Peraturan Gubernur Nomor 4 Tahun 2018, sistem pencairan dana ini diubah untuk memudahkan peserta KJP Plus dalam memanfaatkan bantuan yang diberikan. Dengan adanya dana tunai, siswa dapat memanfaatkannya untuk ongkos perjalanan ke sekolah dan uang saku.
Sementara itu, dana non-tunai dapat dimaanfaatkan oleh siswa untuk memenuhi perlengkapan sekolah, seperti buku dan alat tulis, seragam dan sepatu sekolah, tas sekolah, kacamata sebagai alat bantu penglihatan, serta alat bantu pendengaran. Penerima KJP Plus juga memperoleh fasilitas penunjang, antara lain akses Transjakarta gratis, pembelian bahan pangan murah, dan akses masuk Ancol gratis.
Pencairan dana dibagi menjadi dua, yakni dana rutin dan dana berkala. Dana rutin disalurkan setiap bulan, sementara dana berkala diberikan setiap akhir semester (tabel besaran dana terlampir).
Namun, sejauh ini, Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta belum mempunyai mekanisme khusus untuk pengawasan penggunaan uang tunai sesuai peraturan. Pengawasan hanya mengandalkan tanggung jawab penerima serta laporan masyarakat. “Sulit sekali kalau kami harus mengawasi ya,” kata Susi.
Secara keseluruhan, anggaran untuk KJP Plus tahun 2018 ini sebesar Rp 3.975.271.062.000 atau meningkat 25,22 persen dari tahun sebelumnya. Tahun Ajaran 2018-2019 ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyalurkan kartu Jakarta pintar (KJP) Plus untuk 124.969 penerima baru dari penerimaan peserta didik baru dan siswa lama yang baru mengajukan permohinan KJP Plus.
Jumlah total penerima bantuan pendidikan ini sebanyak 805.015 orang dengan persentase 59,44 persen siswa sekolah negeri dan 40,56 persen siswa sekolah swasta. Untuk usia penerima KJP Plus, sebelumnya diperuntukkan bagi usia 7-18 tahun, kini menjadi 6-21 tahun.
Selain dana tunai, besaran dana non-tunai pun meningkat KJP tahun lalu. Peningkatan ini terdiri dari Rp 250.000 per bulan untuk SD dari Rp 210.000 per bulan, Rp 300.000 dari Rp 260.000 untuk SMP, Rp 420.000 dari Rp 375.000 untuk SMA, Rp 450.000 dari Rp 390.000 untuk SMK, Rp 300.000 dari Rp 210.000 per bulan untuk PKBM dan Rp 1,8 juta per semester untuk LKP dari sebelumnya tidak ada bantuan.
Mengulang kekeliruan
Merry Hotma, Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta mempertanyakan mekanisme pengawasan pemberian uang secara tunai tersebut. Ia menilai, hanya dengan pengawasan berdasarkan laporan, sistem pemberian tunai ini bisa mengulang kejadian saat awal-awal program KJP digulirkan secara tunai.
Saat itu, sulitnya pengawasan membuat uang yang semestinya untuk keperluan sekolah ini justru dibelanjakan untuk keperluan rumah tangga, bahkan hingga rokok dan keperluan hiburan.
“Karena itu lalu dibuat sistem pencairan yang seluruhnya secara non-tunai sehingga seluruh pengeluaran bisa dicatat,” katanya.
Kendati dicairkan secara tunai, tetap perlu ada sistem pengawasan sehingga pencairan uang anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) DKI Jakarta yang cukup besar itu tak salah sasaran.
Anggota Komisi C Asraff Ali mengatakan, pencairan KJP Plus secara tunai sebagian itu sesuai dengan kebutuhan siswa yang tak seluruhnya bisa dipenuhi dengan menggesek kartu.
Namun, sistem pengawasan juga perlu diterapkan sehingga tetap sesuai sasaran. “Program gubernur ini sudah baik, pelaksanaannya pun harus dilakukan dengan pengawasan yang baik oleh Dinas Pendidikan,” katanya.
Menurut Asraff, dengan sistem non-tunai saja, pelanggaran juga terjadi. Salah satunya yang lazim adalah menggesek KJP untuk memperoleh uang tunai.