JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah blok minyak dan gas bumi hasil terminasi atau yang masa kontraknya habis menjadi kompensasi untuk PT Pertamina (Persero). Kompensasi diberikan menyusul selisih harga jual bahan bakar minyak yang ditanggung perusahaan tersebut. Sampai 2026, ada 22 blok yang bakal habis masa kontraknya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, sejumlah blok hasil terminasi sudah diserahkan pengelolaannya secara langsung kepada Pertamina. Salah satu blok migas besar hasil terminasi yang diberikan kepada Pertamina adalah Blok Mahakam di Kalimantan Timur. Sebelumnya, blok tersebut dikelola Total (Perancis) dan Inpex (Jepang) selama 50 tahun.
"Ada 12 blok hasil terminasi yang diberikan pengelolaannya ke Pertamina. Itu sebagai kompensasi atas selisih harga jual BBM yang mereka tanggung. Selain itu, semakin banyak dikuasi Pertamina, maka mereka akan menjadi mayoritas di rumah sendiri," ucap Jonan, Kamis (7/6/2018), di Jakarta.
Keduabelas blok tersebut adalah Mahakam, Offshore North West Java, Tuban, Ogan Komering, Sanga-sanga, South East Sumatera, Blok B, North Sumatera Offshore, Blok Tengah, East Kalimantan, Attaka, dan Blok Pendopo Raja. Selain Mahakam, blok lainnya dikelola dengan skema bagi hasil berdasar produksi bruto (gross split).
Jonan menambahkan, sebelum mendapat tambahan blok-blok hasil terminasi, produksi minyak dan gas bumi Pertamina sebesar 20 persen dari keseluruhan produksi migas nasional. Mulai tahun depan, produksi migas Pertamina diharapkan naik menjadi 39 persen atau 40 persen. Dengan demikian, Pertamina akan menjadi mayoritas.
"Dengan catatan, produksi migas Pertamina tidak boleh turun. Kalau turun, akan signifikan dampaknya," ujar Jonan.
Sepanjang triwulan I-2018, produksi migas Pertamina mencapai 923.000 barrel setara minyak per hari (BOEPD). Capaian itu terdiri dari produksi minyak 386.000 barrel per hari dan produksi gas bumi sebanyak 3.115 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Adapun produksi minyak di triwulan I-2017 adalah 337.000 barrel per hari dan gas bumi 2.007 MMSCFD.
Tahun depan, produksi migas Pertamina diharapkan naik menjadi 39 persen atau 40 persen
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Djoko Siswanto menambahkan, dari blok hasil terminasi yang diberikan ke Pertamina, empat di antaranya sebagian sahamnya akan dilepas (share down). Keempat blok itu adalah Mahakam, East Kalimantan, Attaka, dan Jambi Merang. Dengan demikian, Pertamina bisa memperoleh dana segar dari hasil pelepasan sebagian saham itu.
"Perkiraannya, paling tinggi bisa sampai 2 miliar dollar AS atau sedikitnya 500.000 dollar AS. Katakanlah bisa dapat 1 juta dollar AS (sekitar Rp 13,8 triliun), itu kan sudah besar. Belum lagi piutang pemerintah yang sudah dibayarkan ke Pertamina," ucap Djoko.
Terhitung mulai 2019 sampai 2026 nanti ada 22 blok migas yang kontraknya bakal berakhir. Pemerintah akan segera memutuskan dengan cepat siapa pengelola blok tersebut selanjutnya. Apabila penawaran Pertamina menarik, tak menutup kemungkinan blok-blok itu diserahkan ke Pertamina untuk dikelola.
Terkait bahan bakar minyak jenis premium, Pertamina mengklaim timbul selisih antara harga jual dengan harga keekonomian. Harga jual premium saat ini sebesar Rp 6.450 per liter masih jauh di bawah hargaa keekonomian yang sekitar Rp 7.150 per liter. Begitu pula harga solar bersubsidi Rp 5.150 per liter. Selisih harga itu menjadi tanggungan Pertamina tanpa mendapat subsidi tambahan APBN.