YOGYAKARTA, KOMPAS — Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, menyatakan telah mengambil sejumlah langkah untuk menangkal penyebaran paham radikal di kampus. Salah satunya, menyelenggarakan sejumlah kegiatan untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada para mahasiswa agar mereka tidak mudah terpapar paham radikal.
”UGM tidak pernah tinggal diam menyikapi kondisi yang akhir-akhir ini terjadi terkait dengan radikalisme di kampus dan masalah-masalah lain,” kata Rektor UGM Panut Mulyono saat berbuka puasa bersama dengan jurnalis, Rabu (6/6/2018), di Yogyakarta.
Panut menyatakan, UGM selalu menempuh langkah nyata yang sering kali tidak terpublikasikan sehingga ada bagian dari sivitas akademika menilai UGM tidak melakukan sesuatu terhadap isu-isu mutakhir, misalnya radikalisme.
Salah satu upaya menangkal radikalisme adalah menanamkan nilai-nilai Pancasila dan keindonesiaan kepada para mahasiswa. Setelah resmi diterima di UGM, semua mahasiswa baru wajib mengikuti sejumlah kegiatan untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila. ”Setelah mereka menjadi mahasiswa, mereka dibina dan dididik dengan nilai-nilai luhur Pancasila, tidak hanya teoretis, tetapi juga praktik,” ujarnya.
Panut menambahkan, para mahasiswa UGM juga diharuskan mengikuti program Kuliah Kerja Nyata yang merupakan sarana menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada mahasiswa. Mahasiswa ditempatkan dalam satu tim yang anggotanya berlatar belakang agama berbeda. Tujuannya agar para mahasiswa bersikap menghargai perbedaan.
Sebelumnya, dosen Fakultas Teknik UGM, Bagas Pujilaksono, menulis surat terbuka yang mengkritik unsur pimpinan UGM karena dinilai tidak serius mengatasi penyebaran radikalisme di kampus. Surat itu menyebar melalui Whatsapp dan sejumlah sarana lain.
Menanggapi surat terbuka Bagas, Kepala Bagian Humas dan Protokol UGM Iva Ariani menyatakan, UGM sangat menghormati hak dan kebebasan warganya untuk berpendapat. Namun, Iva mengingatkan, substansi dan cara penyampaian pendapat harus sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di UGM.
Iva memaparkan, UGM juga memiliki aturan tata perilaku bagi dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa. Selain itu, UGM juga memiliki Dewan Kehormatan Universitas yang berwenang mengevaluasi dugaan pelanggaran etika bagi sivitas akademika.
”Berkaitan dengan pernyataan Pak Bagas, UGM akan berkomunikasi dengan yang bersangkutan untuk klarifikasi,” kata Iva. Masalah itu juga akan dikonsultasikan kepada Dewan Kehormatan Universitas.
Kegiatan mahasiswa
Institut Teknologi Bandung (ITB) memberlakukan izin berlapis untuk setiap kegiatan unit kemahasiswaan guna mencegah berkembangnya paham radikalisme. ”Setiap kegiatan unit kemahasiswaan ada dosen pembinanya. Mereka akan berkoordinasi dengan lembaga kemahasiswaan untuk mengevaluasi kegiatan yang ada,” kata Rektor ITB Kadarsah Suryadi di Bandung, Rabu (6/6).
Adapun Rektor Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung Een Herdiani menerapkan pengawasan hierarkis-represif. ”Mahasiswa diberi ruang dialog dan hak kritis untuk menyampaikan aspirasi. Ini upaya mencari solusi adaptif atas persoalan yang berpotensi memicu konfrontasi,” kata Een.
Menurut Een, materi pelajaran seni budaya di ISBI menjadi modal penting penguatan nilai-nilai kebinekaan dan toleransi. (HRS/SEM)