JAKARTA, KOMPAS-Pemerintah dan sejumlah lembaga, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional, dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, perlu membangun kesepahaman soal perlu/tidaknya delik tindak pidana khusus diadopsi ke dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Terkait dengan hal itu, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto dalam waktu dekat akan memanggil semua pemangku kepentingan untuk membicarakan hal tersebut. Hal ini disambut baik pimpinan KPK, BNN, dan Komnas HAM.
”Kami bersedia duduk bersama membicarakan (delik tipidsus di RKUHP). Institusi kami ini berkepentingan langsung, terutama implementasi dari RKUHP. Dampaknya kami yang rasakan langsung, suara kami penting didengar,” kata komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (6/6/2018).
Kemarin, Anam bersama Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dan Kepala BNN Heru Winarko menyatakan sikapnya atas rencana pemerintah mengadopsi delik pidana khusus ke dalam RKUHP. Mereka sepakat menolak. Penolakan itu sudah disampaikan langsung dan lewat surat, tetapi tidak ditanggapi. Hal ini terbukti dengan tetap masuknya delik tipidsus dalam RKUHP
Pada hari yang sama, Kemenko Polhukam menggelar rapat terbatas membahas hal yang sama. Seusai rapat terbatas, Menko Polhukam Wiranto mengatakan akan memanggil pihak-pihak terkait untuk membahas perbedaan pandangan tersebut. Pihaknya sudah mendapatkan penjelasan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly dan tim panja pemerintah tentang RKUHP bahwa tidak ada pelemahan KPK.
”Saya akan undang pemangku kepentingan lain untuk membicarakan bersama dan mendiskusikan dengan terbuka supaya tidak timbul satu argumentasi yang salah dan supaya tidak simpang siur,” ujar Wiranto.
Senada dengan Wiranto, Yasonna mengungkapkan, ada kesalahpahaman dalam memahami dan membaca materi RKUHP. Kekhawatiran publik mengenai masuknya delik korupsi dalam RKUHP akan berdampak pada pelemahan KPK tidak benar. Hal itu justru akan menguatkan KPK. Ada ketentuan peralihan di Pasal 729 RKUHP yang menyebutkan tipidsus tetap mengacu pada undang-undang khusus.
Kompromi
Wakil Ketua Panja RKUHP dari Fraksi Partai Gerindra Desmond J Mahesa mendukung pertemuan tersebut. Masukan KPK, ujarnya, perlu didengarkan juga oleh pemerintah untuk merumuskan usulan pasal tipidsus yang akomodatif terhadap semangat pemberantasan korupsi yang diinginkan KPK.
Anggota Panja RKUHP dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, mengatakan, kompromi antara KPK dan pemerintah mengenai pasal korupsi sebenarnya bisa dicapai melalui aturan peralihan. ”Ketentuan peralihan sudah cukup menjamin. Perbaiki aturan peralihan agar tidak rancu,” kata Arsul.