Perairan Teluk Lampung Rawan Perdagangan Minyak Ilegal
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komando Armada I mengungkap peredaran bahan bakar minyak ilegal di Perairan Mutun, Teluk Lampung. Menurut Panglima Koarmada I Laksamana Muda Yudo Margono, kawasan tersebut termasuk ramai dilintasi kapal sehingga menguntungkan untuk menjual BBM ilegal di tengah laut.
Ditemui di sesi konferensi pers penangkapan dua kapal tanker, Minggu (27/5/2018), Yudo Margono, menjelaskan, kedua kapal tanker itu bernama MT Jaya Mukti I dengan kapasitas 738 gros ton (GT) dan MT Kallyse dengan kapasitas 500 GT. Mereka ditangkap petugas Patroli Keamanan Laut (Patkamla) karena mengangkut bahan bakar minyak ilegal untuk dijual di tengah laut.
Kedua kapal tersebut ditangkap pada Kamis (24/5/2018) tengah malam. Saat ditangkap, kapal sedang berhenti di tengah laut dan melakukan proses bongkar muat.
Menurut Yudo, kedua kapal itu sudah diintai beberapa hari sebelum ditangkap. Dari hasil penyidikan sementara, diketahui kedua kapal ini mengangkut BBM ilegal dari truk di darat, lalu diangkut ke laut.
Namun, Yudo mengaku belum mengetahui dari mana BBM tersebut berasal. ”Kami tidak tahu tangki dan bahan bakarnya dari mana karena mereka tak bisa menunjukkan dokumen di kapal tersebut,” kata Yudo di Dermaga Sunda Pondok Dayung, Jakarta, lokasi kedua kapal tersebut kini bersandar.
Kapal MT Jaya Mukti membawa muatan BBM jenis solar sebanyak 600 kiloliter, sedangkan MT Kallyse bermuatan 200 kiloliter solar. Total ada 800 kiloliter BBM tanpa dokumen yang diamankan. Nilainya diperkirakan Rp 88 miliar.
”Karena (perairan) sekitar Jakarta, Banten, sampai Lampung ini padat kapal-kapal. Kemungkinan ada dari mereka membeli minyak-minyak ilegal sehingga harganya lebih murah dari yang ditetapkan Pertamina,” ujar Yudo.
Terkait dengan surat izin berlayar kedua kapal tersebut, Koarmada I bakal berkoordinasi lebih lanjut dengan Kantor Kesyahbandaran di Jakarta dan Lampung.
Yudo mengungkapkan, BBM ilegal itu dijual ke kapal-kapal yang melintas. Maka dari itu, transaksi dilakukan langsung di tengah lautan. Jika terbukti bersalah, baik nakhoda maupun pimpinan perusahaan pemilik kapal terancam dijerat Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun dan denda Rp 40 miliar.
”Kami kesulitan mengetahui siapa pimpinan kapal, termasuk bahan bakarnya berasal dari mana. Nanti akan kami kembangkan dalam penyidikan,” ujarnya.
Guna mengantisipasi berbagai macam kegiatan ilegal di perairan barat Indonesia, Yudo menyatakan telah memerintahkan jajarannya untuk meningkatkan patroli di wilayah masing-masing. Wilayah perairan di perbatasan menjadi prioritas karena juga termasuk wilayah rawan kejahatan transnasional.
Sementara itu, nakhoda kapal Jaya Mukti I, Effendi, mengatakan, menurut rencana kapal akan berlabuh di Lampung. Kapal Jaya Mukti I berlayar dari Tanjung Priok, Jakarta.
Lebih lanjut ia mengatakan, saat ditangkap, kapal dalam kondisi diam. Terkait dengan asal BBM yang dia angkut, Effendi tidak mau berbicara banyak dan hanya mengaku tidak tahu.
Dikonfirmasi perihal dugaan tak mengantongi surat pelayaran, Effendi menampik. Menurut dia, Kapal Jaya Mukti I telah memperoleh izin berlayar dari syahbandar. Sementara mengenai dokumen muatan BBM, ia menyebut dokumen baru akan dikeluarkan seusai BBM diantarkan di tempat tujuan.