SURABAYA, KOMPAS — Komisi Perlindungan Anak Indonesia menilai anak-anak yang dilibatkan dalam aksi terorisme merupakan korban. Anak-anak tersebut merupakan korban penanaman paham radikal orangtua mereka.
Hal itu mengemuka dalam konfrensi pers yang disampaikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) usai mengunjungi sejumlah korban yang dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara, Surabaya, Rabu (16/5/2018). Melihat fenomena pelibatan anak-anak dalam aksi terorisme, Ketua KPAI Susanto menilai, ada pergeseran pola infiltrasi paham radikal.
”Dulu infiltrasi dilakukan dari guru dan teman sebaya. Namun, saat ini yang terjadi infiltrasi dilakukan melalui pengasuhan orangtua,” ujarnya.
Susanto menyebut, upaya infiltrasi melalui pengasuhan ayah, ibu, kakek, dan nenek merupakan kejahatan serius. Menurut dia, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, orangtua seharusnya menjadi pelindung utama. Namun, yang terjadi belakangan ini justru orangtua menjadi pelaku yang menanamkan paham radikal kepada anak-anaknya.
Oleh karena itu, Susanto berharap ada penanganan serius terhadap anak-anak yang menjadi korban dan dilibatkan dalam aksi terorisme. Penanganan tersebut harus tuntas dan komprehensif.
”Anak-anak yang menjadi korban dan dilibatkan harus mendapat rehabilitasi hingga tuntas dan komprehensif. Rehabilitasi mereka harus menyeluruh baik secara sosial, psikologis, maupun religius,” tuturnya.
Di sisi lain, bantuan penanganan juga akan diberikan oleh LPSK. Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan akan memberikan perlindungan kepada seluruh saksi dan korban aksi bom di Surabaya dan Sidoarjo.
”Korban tewas akan mendapat bantuan uang duka, sementara korban cedera akan mendapatkan bantuan rehabilitasi medis dan psikologis. Bantuan tidak hanya diterima oleh korban langsung, tetapi juga korban terdampak misalnya keluarga besar,” katanya.
Ditanya terkait penyiapan rumah aman bagi anak-anak yang terlibat dalam aksi terorisme, Haris mengatakan, pihaknya masih harus menunggu hasil assesment. Bila nantinya dibutuhkan save house, KPAI siap memfasilitasi hal itu.
Dalam kunjungan ke RS Bhayangkara tersebut, tim dari KPAI dan LPSK menemui tujuh anak-anak. Mereka adalah tiga anak terduga teroris yang tewas di Rusunawa Wonocolo, Sidoarjo; seorang anak yang dilibatkan dalam aksi bom bunuh diri di Mapolresta Surabaya; dan tiga anak yang diamankan dalam penggerebekan di Tandes, Surabaya.