Stasiun Manggarai: Seabad Stasiun Tersibuk di Jakarta
Mungkin tak banyak yang tahu ada dua peron istimewa di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan. Struktur fisik keduanya dari kayu yang kokoh dan turut menopang aktivitas stasiun sepanjang 100 tahun ini. Keduanya turut menjadi saksi dinamika negeri, khususnya ibu kota, sejak masa kolonial hingga kini.
Kerumunan orang memadati Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, Jumat (11/5/2018) pagi. Mereka berdesakan untuk berpindah peron ataupun menyeberang pelintasan rel. Suara announcer dan bel tanda kereta tiba dan berangkat menambah riuh pagi itu.
Kesibukan pada jam berangkat kerja itu hanya sedikit menyurut pada siang hari. Maklum, stasiun ini memiliki jumlah lintasan kereta api tertinggi di Jakarta. Dalam sehari ada 720 perjalanan kereta yang berhenti ataupun yang melintas langsung di Manggarai, di antaranya perjalanan 570 kereta rel listrik (KRL) commuter line (CL), 70 kereta ke bandara, dan 68 kereta antarkota. KRL CL paling tidak menghubungkan empat penjuru, yaitu Tanah Abang, Bogor, Depok, dan Bekasi.
Di antara keriuhan itu, mungkin tak banyak yang menyadari bahwa ada dua peron tua berusia 100 tahun, di antara bangunan peron yang ada di Stasiun Manggarai.
Struktur bangunan peron itu terbuat dari kayu yang kokoh. Kayu-kayu itu juga ditempeli saluran talang air. Atap peneduh itu dicat abu-abu. Bagian atasnya tertutup genteng bata yang berwarna oranye kemerahan. Atap peron itu berada di jalur 1 dan 2. Jalur yang biasa digunakan untuk kereta ke Cikarang, Bekasi, dan Jakarta Kota.
”Sebagai jalur kereta, Stasiun Manggarai ini sudah ada sejak 1873. Fungsinya sebagai penghubung antara kereta dari Batavia (Jakarta Kota atau Tanjung Priok) ke Buitenzorg atau Bogor,” kata Ketua Umum Indonesian Railway Preservation Society (IRPS) Nova Prima, Jumat.
Adhitya Hatmawan dari bagian Humas IRPS menambahkan, pada tahun 1873 itu Manggarai hanya berfungsi sebagai jalur penghubung. Saat itu, stasiun ada di Bukit Duri atau Stasiun Meester Cornelis Passer. Lokasinya hanya sekitar 400 meter di bagian selatan Stasiun Manggarai. Stasiun Bukit Duri itu juga menghubungkan ke Pasar Jatinegara atau kawasan Meester Cornelis.
Setelah tahun 1914, jalur kereta api yang semula milik perusahaan swasta Nedherland Indische Spoorweg (NIS) itu dibeli oleh Staatsspoor en Tramwegen (SS). SS adalah perusahaan kereta api negara yang menguasai jaringan rel kereta api di Batavia dan Meester Cornelis. Setelah itu, stasiun Bukit Duri ditutup dan dipindahkan ke Stasiun Manggarai.
”Fungsi Stasiun Manggarai pada masa awal setelah diresmikan pada 1 Mei 1918 lebih banyak ke stasiun barang. Dulu ada timbangan besi besar di hall stasiun,” papar Adhitya.
Stasiun sentral
Menurut catatan sejarah di masa itu, Stasiun Manggarai lalu berperan cukup sentral menjadi tempat pengiriman barang, seperti hasil pertanian dan perkebunan dari Bogor dan Sukabumi, Jawa Barat. Komoditas yang dibawa diperkirakan karet, teh, buah-buahan, rempah-rempah, dan hasil bumi lainnya. Selain itu, Manggarai juga menjadi tempat transit angkutan pos, seperti telegram dan surat.
Karena peran yang sentral itu pula, menurut rencana Staats Spoorwegen akan membangun Manggarai menjadi stasiun yang megah dengan atap atau kanopi besi. Material dikirim dengan kapal dari Belanda ke Indonesia. Namun, karena situasi di Eropa yang tengah menghadapi Perang Dunia I, material itu tidak pernah sampai ke Indonesia.
”Belanda sejak dulu sudah merancang Manggarai ini sebagai stasiun sentral. Buktinya ada Balai Yasa untuk perbaikan kereta dan lokomotif, ada rumah-rumah dinas pegawai SS di Bukit Duri,” ujar Nova.
Sesuai fungsi awalnya, tahun-tahun pertama setelah diresmikan, kereta yang melintas di Stasiun Manggarai lebih banyak mengangkut barang. Lalu, sekitar tahun 1925 perusahaan kereta api Hindia-Belanda SS mulai membuat program elektrifikasi kereta yang berdampak pada mulai dimanfaatkannya kereta sebagai angkutan orang. Jalur pertama yang dibuka untuk angkutan orang pada 6 April 1925 adalah jalur Tanjung Priok-Pasar Senen.
Lalu, pada tahun 1930 jalur dikembangkan lagi dari Tanjung Priok ke Bogor. Banyak warga melakukan perjalanan dengan kereta api. Pada saat itu, pemerintah Hindia-Belanda masih menerapkan tiket berdasarkan kelas sosial penumpang. Orang lokal, China, dan Eropa naik dalam gerbong terpisah.
”Itu bisa dikatakan era cikal bakalnya KRL 1925-1930. Dulu sudah ada elektrifikasi jalur kereta, yaitu dengan lokomotif listrik,” kata Nova.
Asal kata Manggarai sendiri diambil pada masa jauh sebelum era perkeretaapian. Nama wilayah Manggarai sudah dikenal warga Batavia sejak abad ke-17. Wilayah itu dinamai Manggarai karena merupakan tempat tinggal dan pasar budak asal Manggarai, Flores.
Soekarno-Hatta
Setelah Indonesia merdeka dan perusahaan Belanda dinasionalisasi, Manggarai menyimpan catatan sejarah tersendiri. Pada September 1945 dalam suasana euforia kemerdekaan, Stasiun Manggarai diambil alih oleh puluhan ribu demonstran dari massa pemuda dan buruh kereta api. Sebelum menduduki Stasiun Manggarai, mereka melakukan long march dari Stasiun Jakarta Kota.
Pada 3 Januari 1946, stasiun itu dipilih untuk memberangkatkan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden M Hatta menuju Yogyakarta. Mereka yang tergabung dalam pemuda kereta api menjemput Soekarno di rumahnya di sekitar Tugu Proklamasi.
Mereka menyamarkan perjalanan rahasia itu dengan cara langsir kereta. Seluruh lampu lokomotif ataupun gerbong dimatikan. Baru setelah kereta sampai di Klender, Jakarta Timur, lampu mulai dinyalakan. Saat itu, Jakarta tidak aman karena tentara Belanda datang dan hendak mengambil alih kembali kekuasaan. Akhirnya, presiden, wakil presiden, dan pejabat-pejabat penting berhasil dievakuasi ke Yogyakarta.
”Stasiun Manggarai dipilih karena saat itu tidak dikuasai Belanda. Kalau Pasar Senen dan Gambir, kan, masih dikuasai Belanda,” ujar Adhitya.
Kini, Stasiun Manggarai kian padat dan diandalkan warga Jakarta, terutama para komuter. Saking padatnya jadwal perjalanan kereta, kereta sering tertahan di sinyal masuk atau keluar stasiun tersebut. Hal itu karena kereta jarak jauh dan KRL commuter line masih memakai jalur yang sama sehingga ketika ada gangguan pada salah satu kereta berimbas ke seluruh perjalanan kereta api.
Agus Komarudin dari bagian Humas PT Kereta Api Indonesia mengatakan, Manggarai sangat sibuk karena berada di titik percabangan empat stasiun, yaitu Cikini, Tebet, Sudirman, dan Jatinegara. Stasiun ini juga menjadi titik temu KRL commuter line rute Bogor/Depok-Jakarta Kota, Bogor/Depok-Jatinegara, Nambo-Duri, Bekasi-Jakarta Kota, serta Manggarai-Duri, dan Manggarai-Bekasi.
”Di antara tujuh stasiun transit KRL, Manggarai menjadi stasiun dengan jumlah penumpang transit terbanyak,” kata Agus.
Berbenah
Kepala Stasiun Manggarai Hendrik Mulyanto mengatakan, saat ini Stasiun Manggarai sedang berbenah. Stasiun direvitalisasi sehingga nantinya akan ada jalur khusus untuk kereta jarak jauh ataupun kereta commuter line. Dengan diferensiasi ini diharapkan tidak ada lagi antrean sinyal masuk ke stasiun tersebut. Fungsi sebagai stasiun transit juga akan semakin optimal ketika didukung pembangunan rel dwiganda yang sedang dikebut oleh Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan.
Terkait sekitar stasiun yang semakin semrawut, Hendrik mengatakan, sudah ada kerja sama dengan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menata kawasan tersebut. Saat ini di depan stasiun dipadati ojek dalam jaringan (daring), ojek konvensional, bajaj, dan angkutan umum lain yang ngetem.
”Sudah ada pembahasan bagaimana nanti rekayasa lalu lintas dan pengaturan jalur saat stasiun selesai direvitalisasi. Kemungkinan proyek selesai sekitar 2019-2020,” kata Hendrik.
Dua peron tua kokoh, riuhnya kereta datang dan pergi mengangkut dan menaikkan ribuan penumpang, juga proyek pengembangan stasiun yang terus dipacu menjadi penanda Manggarai tetap diandalkan kini dan di masa depan.