Ribuan Warga Pegunungan Bintang Blokade Bandara Oksibil
Oleh
Fabio M Lopes Costa
·2 menit baca
OKSIBIL, KOMPAS — Ribuan warga Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, memblokade Bandar Udara Oksibil sejak Kamis (10/5/2018) hingga saat ini. Aksi warga dipicu karena ketidakpuasan terhadap kepemimpinan Bupati Costan Oktemka. Massa menuntut Bupati Costan Oktemka diberhentikan karena dinilai otoriter dan diduga terlibat sejumlah kasus korupsi.
Bandara Oksibil melayani 60 penerbangan per hari dan memiliki panjang landasan pacu mencapai 1.350 meter. Hingga saat ini, Bandara Oksibil belum bisa beroperasi karena aksi massa ini.
Sekretaris Tim Pengawal Aspirasi Masyarakat Kabupaten Pegunungan Bintang Anglipki Kaladana saat dihubungi dari Jayapura, Sabtu (12/5/2018), mengatakan, pihaknya bersama 16.000 warga berasal dari 274 kampung menggelar aksi bersama untuk menurunkan Costan dari jabatan bupati.
Ia mengakui, aksi ini sudah berjalan sejak 12 April 2018. Costan dinilai bertindak sangat otoriter dan tidak adanya pembangunan di Pegunungan Bintang dalam dua tahun terakhir. Selain itu, Costan juga diduga terlibat dalam kasus korupsi pembangunan jalan dan penggunaan dana desa sebesar Rp 15 juta per kampung.
”Kami meminta agar Presiden Joko Widodo dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo segera mencopot Costan dari jabatannya. Batas waktu tuntutan kami hingga Senin (14/5/2018),” kata Anglipki.
Ia menuturkan, Tim Pengawal Aspirasi Masyarakat Kabupaten Pegunungan Bintang bersama belasan ribu warga telah menyerahkan dokumen tuntutan agar Bupati Costan dicopot kepada Penjabat Gubernur Papua Soedarmo dalam kunjungannya bersama Kepala Polda Papua Irjen Boy Rafli Amar ke Oksibil pada 20 April 2018.
”Kami pun kembali menemui Penjabat Gubernur pada 5 Mei lalu. Teryata belum ada jawaban dari pemerintah pusat atas tuntutan kami hingga kini,” ujarnya.
Anglipki menegaskan, pihaknya akan menutup seluruh fasilitas publik dan menghentikan kegiatan pemerintahan di Pegunungan Bintang apabila tuntutan tersebut tidak dipenuhi pemerintah pusat.
”Kami akan memboikot pelaksanaan pilkada serta pilpres dan mendeklarasikan referendum dan bergabung dengan Papua Niugini. Sebab, Pemerintah Indonesia tidak mendengarkan aspirasi rakyat Pegunungan Bintang,” katanya.
Ia menambahkan, diharapkan bantuan dari Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengaudit laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Pegunungan Bintang dari tahun 2015 hingga 2017.
Penjabat Gubernur Papua Soedarmo mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti tuntutan warga Pegunungan Bintang sesuai dengan mekanisme regulasi yang berlaku.
”Kami akan berupaya menjaga Kabupaten Pegunungan Bintang tetap aman. Kami sudah memiliki dokumen penting terkait pengelolaan keuangan di Pegunungan Bintang dan telah diserahkan kepada KPK,” kata Soedarmo.
Kapolda Papua Irjen Boy Rafli meminta agar warga tidak melakukan aksi anarkis dan bersabar menanti penyelidikan tiga kasus dugaan korupsi penggunaan anggaran di lingkup Pemkab Pegunungan Bintang.