Mengejar Suara Ciayumajakuning
Menjelang Pemilihan Kepala Daerah Jawa Barat, pelosok desa di Ciayumajakuning ramai dengan spanduk para calon gubernur dan wakil gubernur. Mereka berlomba mencari dukungan sembari menjanjikan Ciayumajakuning terbebas dari belenggu kemiskinan.
Ciayumajakuning—Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan—merupakan daerah di Jabar bagian timur. Ciayumajakuning juga dikenal dengan sebutan Cirebon Raya, Cirebonan, pantura, dan Wilayah III Cirebon.
Dengan total penduduk lebih dari 6 juta jiwa, Ciayumajakuning cukup diperhitungkan, termasuk dalam mendulang suara pada Pilkada Jabar, Juni mendatang. Empat kontestan pun bersafari hingga pelosok desa Ciayumajakuning.
Seperti Senin (7/5/2018) siang, calon gubernur Ridwan Kamil mengunjungi Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon. Emil, sapaan Ridwan, datang untuk mendengarkan keluhan petani garam dan udang di daerah itu, sekaligus berkampanye.
”Bapak-bapak dan ibu-ibu, mohon bantuan untuk percaya kepada kami menjadi gubernur Jabar. Saya juga pasti menolong masyarakat di sini,” ujar Emil di hadapan puluhan warga Rawaurip. Pasangan Uu Ruzhanul tersebut juga menjanjikan membangun gudang penyimpanan garam dan bertekad mewujudkan satu desa satu produk.
Sehari sebelumnya, pasangan calon Tubagus Hasanuddin dan Anton Charliyan menggelar pesta rakyat di sentra rotan Tegalwangi, Cirebon. Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri turun langsung mengampanyekan calon yang didukung oleh PDI-P itu.
”Daerah Cirebon ini selalu memenangkan PDI-P. Saya berharap, dari wilayah Cirebon ini bisa memenangkan Pak Hasanudin dan Pak Anton,” ujar Megawati. Petahana Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra yang juga didukung PDI-P turut hadir dalam kesempatan itu.
Dua kontestan lain, yakni Sudrajat-Ahmad Syaikhu serta Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi, juga beberapa kali mengunjungi Ciayumajakuning. Maret lalu, misalnya, Deddy datang ke sentra batik Trusmi, Cirebon.
Dalam survei Litbang Kompas pada 19 Februari-4 Maret 2018, berdasarkan penguasaan Ciayumajakuning, Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi memperoleh 46,6 persen suara, sementara Emil-Uu mendapatkan 28 persen suara.
Lalu, siapa kontestan yang paling unggul di Ciayumajakuning?
”Ciayumajakuning ini minimal kami dapat 60 persen suara. Ini sudah kami hitung, suara riil. Survei kami akhir 2017 sudah menang telak di Ciayumajakuning. Padahal, saya belum kampanye,” ujar Deddy yang didukung oleh Demokrat dan Golkar.
Sebagai Wakil Gubernur Jabar lima tahun terakhir, Deddy kerap mengunjungi Ciayumajakuning. Tidak heran aktor senior ini sudah dikenal luas oleh masyarakat pantura. Ia blusukan di acara teater, peresmian bangunan sekolah, hingga tempat pembuangan limbah medis di Cirebon.
Dalam survei Litbang Kompas pada 19 Februari-4 Maret 2018, berdasarkan penguasaan Ciayumajakuning, Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi memperoleh 46,6 persen suara, sementara pasangan Emil-Uu mendapatkan 28 persen suara. Sudrajat-Syaikhu dan Hasanuddin-Anton masing-masing meraih 9,3 persen dan 3,4 persen.
Adapun 12,7 persen responden belum menentukan pilihannya. Survei dilakukan dengan mengumpulkan pendapat melalui wawancara tatap muka terhadap 800 responden dengan umur minimal 17 tahun yang dipilih secara acak.
Emil mengakui, masih butuh kerja ekstra untuk ”menguasai” Ciayumajakuning. Spanduk mereka terpajang di jalur pantura Cirebon, pusat Kota Cirebon, hingga pelosok desa.
”Kami tahu diri. Karena itu, kunjungan ke Cirebon dan sekitarnya ditingkatkan 3 sampai 4 kali lipat. Hasilnya, survei kami menunjukkan ada tren peningkatan (elektabilibitas) 5 sampai 7 persen,” ujar Emil dalam obrolan bersama Kompas, Senin.
Butuh kerja ekstra untuk ’menguasai’ Ciayumajakuning.
Emil memang tidak setenar Deddy Mizwar di Ciayumajakuning. Apalagi, dari segi sosiokultural, Cirebon berbeda dengan Bandung. Jika di Priangan bahasanya Sunda, masyarakat Cirebon dan Indramayu punya bahasa khas setempat.
Di Bandung juga tidak ada pantai seperti pantura Cirebon dan Indramayu. Karena itu, Emil kerap mengunjungi daerah pesisir sembari belajar soal produk unggulan setempat. Ia menyebutnya ”belanja masalah”.
Selain pelosok desa dan sentra kerajinan, sejumlah pesantren di Ciayumajakuning juga ramai dikunjungi para kontestan. Begitupun dengan tiga keraton di Kota Cirebon.
Luput dari perhatian
Di tengah ”perebutan” suara di Ciayumajakuning, daerah tersebut sudah lama luput dari perhatian pemerintah provinsi. Di Desa Rawaurip, yang merupakan sentra garam Cirebon, misalnya.
Saat musim panen, petani harus mengangkut lebih dari 100 kilogram garam menggunakan sepeda di jalan rusak berbatu sepanjang 3 kilometer. Bertahun-tahun petani merasakan sulitnya mengangkut hasil panen.
Harga garam petani pun kerap anjlok hingga Rp 250 per kilogram dari sebelumnya Rp 1.000 per kilogram saat masa panen. Salah satu penyebabnya, tidak adanya gudang penyimpanan garam sehingga petani harus menjual garam dengan harga murah.
”Setelah sekian lama, baru tahun ini ada bantuan dari Pemprov Jabar untuk petani garam di Cirebon. Selama ini, bantuan gudang dan geomembran datang dari pemerintah pusat,” ujar Ketua Koperasi Garam Rakyat Muara Jati, Kusnadi.
Padahal, bersama Indramayu, Cirebon menjadi penghasil garam di Jabar. Bahkan, pada 2015, produksi garam Cirebon merupakan salah satu yang terbesar secara nasional, yakni 440.503 ton.
Di Indramayu, dengan luas sawah sekitar 116.000 hektar dan produksi mencapai 1,7 juta ton padi setiap tahun serta menjadi lumbung padi nasional, masyarakatnya memilih mengadu nasib sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI). Hingga Maret 2018, Indramayu tercatat sebagai daerah dengan jumlah TKI terbanyak, 4.723 orang.
Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, saat mengunjungi Cirebon pada Maret lalu, mengatakan, persoalan kemiskinan masih membelenggu Ciayumajakuning.
Tidak hanya itu, pertumbuhan ekonomi di Ciayumajakuning juga cenderung tertinggal. Pada 2015, misalnya, pertumbuhannya hanya 3,95 persen. Ini di bawah pertumbuhan Jabar yang mencapai 5,03 persen.
Padahal, dengan berbagai modal dari sentra pangan hingga daerah pesisir, perekonomian Ciayumajakuning seharusnya bisa maju. Apalagi, setelah Tol Cikopo-Palimanan, yang memudahkan mobilitas warga dari Jakarta ke Cirebon, beroperasi pada pertengahan 2015.
Apalagi, kejayaan Ciayumajakuning sudah ada berabad-abad silam. Bahkan, Cirebon menjadi pusat penyebaran agama Islam di Jabar oleh Sunan Gunung Jati, salah satu wali sanga di tanah Sunda.
Ciayumajakuning melalui Majalengka bahkan bakal menjadi pintu gerbang para wisatawan Nusantara dan luar negeri ke Jabar. Bandara Internasional Jabar Kertajati di Majalengka dipastikan mulai beroperasi 24 Mei dan pada Juni melayani mudik ke lima kota. Juli, bandara dengan panjang landas pacu 2.500 meter itu bakal menerbangkan calon jemaah haji dari Majalengka dan Sumedang.
Berbagai potensi ini perlu menjadi perhatian para kontestan untuk memajukan Ciayumajakuning. Apalagi, kejayaan Ciayumajakuning sudah ada berabad-abad silam. Bahkan, Cirebon menjadi pusat penyebaran agama Islam di Jabar oleh Sunan Gunung Jati, salah satu wali sanga di tanah Sunda. Bahkan, Cirebon disebut pusat bumi karena menjadi tempat pertemuan para wali.
Komoditas unggulan pun tumbuh subur. Dataran rendah di Cirebon menghasilkan beras dan diekspor ke Malaka, sementara dataran tinggi di Gunung Ciremai (masuk wilayah Kuningan dan Majalengka) mengekspor kayu.
Pelabuhan Cirebon menjadi jalur perdagangan itu. Pelabuhan Muara Jati di Cirebon pada abad ke-15 disinggahi perahu pedagang luar negeri dari Malaka, India, Persi, hingga Arab dan China (Dadan Wildan, Sunan Gunung Jati).
Kini, Pelabuhan Cirebon yang merupakan pelabuhan satu-satunya di Jabar umumnya hanya menjadi tempat persinggahan tongkang pengangkut batubara. Jalannya rusak, sementara debu bertebaran.
Lalu, bagaimana masa depan Ciayumajakuning, setidaknya lima tahun ke depan? Para kontestan Pilkada Jabar seharusnya mampu menjawab pertanyaan tersebut. Jangan sampai Ciayumajakuning hanya ramai dibicarakan menjelang pilkada. Hanya itu….