Ada ”Rahman” di Malaysia
Di Indonesia, ada sebutan ”Notonegoro”, yakni akronim akhiran dari nama para pemimpin negara. Di Malaysia, hal serupa juga ada, yakni ”Rahman”, akronim huruf awal nama pemimpin.
Setelah menanti lima tahun sebagai Wakil PM Malaysia, Najib Razak ”naik pangkat” pada 3 April 2009. Mulai tanggal itu, ia resmi menjadi PM keenam Malaysia.
Pelantikan Najib sebagai PM Malaysia membuat sebagian warga mengingat percakapan lama soal ramalan ”Rahman”. Ramalan itu menyebut Malaysia akan dipimpin orang yang huruf awal namanya terdapat dalam dalam kata ”Rahman”.
Ramalan itu mirip dengan percakapan istilah Notonegoro di Indonesia. Istilah yang disebut ramalan dari penguasa Kadiri, Jayabaya, itu berkaitan dengan urutan pemimpin Indonesia. Menurut ramalan itu, Indonesia akan dipimpin orang yang nama akhirnya mengandung kata No-to-ne-go-ro. Pelantikan BJ Habibie dan presiden-presiden selanjutnya kurang pas dengan kata Notonegoro itu.
Sementara di Malaysia, ramalan itu oleh sebagian kalangan dilihat menemui kenyataaan dengan pelantikan Najib. Nama enam PM Malaysia memang yang diawali dengan huruf-huruf pembentuk kata ”Rahman”.
Dimulai dari Tun Abdul Rahman, PM pertama Malaysia. Nama akhir politisi itu diawali dengan huruf R. Setelah Tun Rahman pensiun, Tun Abdul Razak menjadi PM. Huruf pertama nama keduanya adalah \'A\', cocok dengan huruf kedua kata ”Rahman”.
Ramalan itu nyaris tidak terpenuhi kala Abdul Razak menunjuk Tun Ismail Abdul Rahman sebagai wakil PM. Dalam tradisi Malaysia, wakil PM hampir pasti menjadi PM selanjutnya. Namun, spekulasi kembali timbul kala Tun Ismail meninggal pada 1973. Ia digantikan Hussein Onn sebagai Wakil PM.
Seperti diduga, Hussein Onn menjadi PM ketika Abdul Razak wafat pada 1976.
Hussein lalu memilih Mahathir Mohammad sebagai Wakil PM.
Ramalan ”Rahman” dinilai kembali benar kala Mahathir menjadi PM pada 1981-2003. Ia menjadi PM terlama dalam sejarah Malaysia dengan melewati lima pemilu.
Sebagian orang terguncang saat Wakil PM Malaysia Anwar Ibrahim dipenjara pada 1998. Akan tetapi, guncangan reda saat akhirnya Abdullah Badawi menjadi Wakil PM lalu menjadi PM Malaysia pada 2004. Pemerintahan Badawi dilanjutkan oleh Najib mulai 2009. Pelantikan Najib tidak hanya membuat sebagian orang percaya ramalan ”Rahman”, tetapi juga bertanya-tanya mengenai penguasa Malaysia selanjutnya.
Terlepas dari perbincangan mengenai ramalam ”Rahman”, penasihat Partai Aksi Demokatik (DAP) Lim Kit Siang menyatakan, saat ini merupakan akhir dari era kekuasaan koalisi Barisan Nasional (BN). Alasannya, perolehan kursi BN di parlemen hasil pemilu 2013 adalah paling rendah. Dari 198 kursi pada pemilu 2004 dan 140 kursi pada pemilu 2008, jumlahnya tinggal 132 kursi pada pemilu 2013.
Namun, sejumlah jajak pendapat menunjukkan BN akan tetap menang, meski jumlah perolehan kursinya akan berkurang. ”Di beberapa dapil, kursi Pakatan malah berkurang, beralih ke BN,” kata Direktur Program Merdeka Center, Ibrahim Suffian.
Saya khawatir, Malaysia akan mengalami nasib seperti negara-negara parlemen lain, tidak bisa membentuk pemerintahan berbulan-bulan.
Ketua Analis Sosial Politik Penang Institute Wong Chin Huat menyebut, ada sejumlah skenario hasil pemilu 2018. Dalam semua skenario itu, BN menang.
Meski mendapat kursi terbanyak, BN akan lebih sulit bermanuver. Sebab, perolehan kursinya diprakirakan akan berkurang.
Dalam sistem parlementer yang berlaku di Malaysia, pemerintahan dibentuk partai atau gabungan partai yang menguasai kursi mayoritas di parlemen dan pemimpin partai atau gabungan partai itu menjadi PM.
Di Malaysia, dibutuhkan minimal 112 dari 222 kursi DPR untuk bisa membentuk pemerintahan. Jajak pendapat menunjukkan tidak ada partai atau koalisi meraih kursi sebanyak itu.
"Saya khawatir, Malaysia akan mengalami nasib seperti negara-negara parlemen lain, tidak bisa membentuk pemerintahan berbulan-bulan," kata Wong.
Jadi? Kita tunggu saja pemungutan suara pada hari ini, daripada sibuk mengutak-atik huruf "Rahman" dan mengira-ngira.