JAKARTA, KOMPAS – Tersangka dalam perkara pengadaan Helikopter Agusta Westland-101 yaitu Irfan Kurnia Saleh selaku Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri mengajukan gugatan perdata ke TNI Angkatan Udara dan Kementerian Keuangan. Dalam hal ini, Komisi Pemberantasan Korupsi mengajukan diri sebagai pihak ketiga yang bekepentingan.
Berdasarkan Sistem Informasi Penanganan Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Timur, gugatan dengan nomor perkara 150/Pdt.G/2018/PN. Jkt.Tim diajukan pada 28 Maret 2018 oleh Irfan. Sebelumnya pada 1 Maret 2018, Irfan juga sudah mengajukan tapi kemudian dicabut karena ada revisi terkait petitum.
Pada 30 April 2018, sidang pertama terkait dengan gugatan perdata ini baru digelar. “KPK keberatan dengan hal ini dan mengajukan diri sebagai pihak ketiga yang berkepentingan karena saat ini KPK sedang menangani penyidikan dugaan korupsi tersebut,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Senin (7/5).
Dalam gugatan tersebut, Irfan atas nama perusahaannya meminta TNI AU dan Kemenkeu selaku turut tergugat membayar ganti kerugian sejumlah hal. Antara lain, pembayaran tahap III yang tidak dibayarkan sebesar Rp 73,8 miliar, sebagian pembayaran tahap IV sebesar Rp 40,4 miliar, dan pengembalian jaminan pelaksanaan sebesar Rp 36,9 miliar.
Seperti diketahui, penyimpangan pengadaan kendaraan militer ini ditaksir merugikan negara hingga Rp 224 miliar kerugian negara yang ditimbulkan ditaksir mencapai Rp 224 miliar dari nilai proyek Rp 738 miliar. Ada lima tersangka dari militer dan satu tersangka dari pihak sipil yang kini diproses hukum. Atas hal ini, KPK menilai pembayaran atas gugatan tersebut berpotensi menimbulkan kerugian negara.
“Jika pembayaran dilakukan ada resiko kerugian negara yang lebih besar nantinya. Sehingga jauh lebih baik agar perkara dugaan TPK diselesaikan terlebih dahulu,” kata Febri.
Secara terpisah, Dosen hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyampaikan pentingnya ketegasan dari Pangliman TNI dan pimpinan KPK diperlukan terkait dengan kelanjutan kasus ini. Sebab, tidak adanya ketegasan tersebut berakibat munculnya hal-hal yang dapat berdampak negatif pada penanganan perkara.