TEMANGGUNG, KOMPAS — Produk gula semut dari sejumlah daerah di Jawa Tengah, seperti Kabupaten Purbalingga, Kebumen, dan Banjarnegara, mulai menembus pasar ekspor ke kawasan Eropa dan Selandia Baru. Seiring dengan permintaan yang terus meningkat, gula semut organik menjadi produk olahan perkebunan yang diandalkan untuk mengangkat ekonomi petani.
Ekspor perdana gula semut ke Polandia dan Selandia Baru sebesar 18,5 ton, Rabu (2/5/2018), dilepas di Pusat Pertanian Soropadan, Kabupaten Temanggung. Hadir dalam acara tersebut Staf Ahli Bidang Investasi Kementerian Pertanian Hari Priyono, Direktur Perlindungan Perkebunan Kementerian Pertanian Dudi Gunadi, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jateng Yuni Astuti, Kepala Dinas Perkebunan Purbalingga Lili Purwati, serta sejumlah kelompok usaha bersama (KUB) dan kelompok tani kopi dari Pati, Kabupaten Semarang, Temanggung, dan Kabupaten Magelang.
Ekspor perdana tersebut akan disusul pengiriman sebanyak 185 ton ke negara-negara Eropa lainnya. ”Titik cerah bagi perekonomian masyarakat di daerah terbuka luas saat gula semut, gula berbahan baku air nira ini, dibutuhkan oleh pasar internasional. Perajin gula semut harus bersyukur, gula semut menjadi indikator hidup sehat tanpa gula tebu di pasar luar negeri,” tutur Hari.
Pada ekspor perdana gula semut ini, lanjut Hari, pihaknya menggandeng CV Itrade Internasional dan Bank Syariah Mandiri untuk mendukung program pembinaan usaha perajin gula semut dan pemasaran produk ke luar negeri. Kemitraan ini tidak hanya meluaskan pasar gula semut ke luar negeri, tetapi juga menunjukkan kepedulian pihak swasta dalam pemberdayaan masyarakat, terutama yang bergiat di sektor gula semut dan kopi.
Menurut Hari, peluang ekspor gula semut ini harus dimanfaatkan seoptimal mungkin. Terlebih, sebagai upaya menjadikan gula semut produk unggulan berbasis pemberdayaan petani dan perajin.
Dengan ekspor itu, produksi gula semut otomatis telah lolos uji mutu. Gula semut telah mengantongi sertifikasi gula semut organik, yang menjadi syarat utama bahan pangan untuk pasar Eropa dan negara tujuan ekspor lainnya.
Nilai ekspor
Ekspor gula semut ini setidaknya akan meningkatkan volume ekspor hasil perkebunan di Indonesia. Pada 2016, nilai ekspor hasil perkebunan telah mencapai Rp 317 triliun. Nilai ini semakin meningkat setiap tahun, termasuk sumbangan dari kontribusi perajin gula semut yang tersebar di sejumlah sentra gula di pedesaan.
Ketua KUB Sumber Rejeki Purbalingga Anis Fauzan mengemukakan, pihaknya menaungi sekitar 400 perajin, termasuk petani gula semut di wilayah Purbalingga dan sekitarnya. Pencapaian kelompoknya dirintis sejak 2008. Saat ini, pihaknya berani melakukan ekspor terlebih dukungan produksi dinilai mampu memenuhi permintaan pasar.
”Setiap bulan, perajin mampu menghasilkan sekitar 70 ton gula semut. Dari jumlah itu, setelah melalui proses pengolahan yang higienis dengan memperhatikan faktor produk yang bersih, sekitar 80 persen sudah memenuhi standar ekspor. Tentu saja, hal ini menggembirakan bagi perajin karena ada nilai tambah,” tutur Fauzan.
Meningkatnya pasar juga mampu mendorong harga gula semut. Jika di pasar domestik harganya Rp 25.000 per kilogram, di pasar ekspor bisa mencapai Rp 28.000 per kilogram.
Pihak KUB, lanjut Fauzan, sangat terbantu dengan bantuan mesin deteksi logam senilai Rp 200 juta yang berfungsi membantu produk gula semut makin higienis. Alat ini dapat mendeteksi kandungan logam dalam produk gula nira.
Yuni Astuti mengatakan, ekspor gula semut, diikuti kopi dari kelompok tani, merupakan terobosan baru untuk pemberdayaan petani. Hal ini juga membuktikan, produk unggulan Jateng makin bertambah setelah padi, jagung, dan kedelai.
Oleh karena itu, pihaknya berharap petani juga konsisten dan disiplin dalam memenuhi standar kualitas dan kuantitas produksinya. Terlebih, eksportir sudah terikat kontrak dengan para pembeli luar negeri. Kerja sama ini diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan petani, sekaligus menghilangkan praktik tengkulak dalam distribusi gula semut dan komoditas kopi.