Matahari yang terbit dari balik perbukitan Karimunjawa seperti menjadi penyambut kedatangan Kapal Motor Kelimutu saat berlabuh. Suguhan keindahan awal sebelum menjejakkan kaki ke Taman Nasional Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Minggu (30/4/2018). Selain mengangkat ekonomi warga, kemajuan pariwisata bahari di tempat ini ikut berdampak pada masalah lingkungan.
Pesona pantai dan bawah air membuat kawasan kepulauan Karimunjawa, yang masuk wilayah Kabupaten Jepara, Jawa Tengah terus menjadi magnet bagi pelancong. Industri pariwisata di sini seolah bergerak sangat cepat terbantu pengaruh promosi dari media sosial.
Lahan yang dulu rimbun mulai banyak berubah wajah seiring maraknya pembangunan rumah penginapan dan hotel. Sebagian kecil kawasan pantai telah menjadi milik investor. Karimunjawa saat ini seperti menjadi Bali atau Lombok-nya perairan utara Jawa.
Kehidupan pariwisata Karimujawa yang terus bergeliat tutut menggerakan perekonomian warga. Warung makan, kafe, hingga jasa sewa kendaraan turut merasakan dampaknya. Kemudahan transportasi laut menuju kesana mengalirkan wisatawan tanpa henti kecuali saat cuaca buruk.
Di balik kemajuan pariwisata kepulauan Karimunjawa ada kegundahan yang dirasakan. “Saya tidak dapat membayangkan nasib Karimunjawa ke depannya akan seperti apa jika penataan lingkungan tak segera dilakukan,” ungkap Bambang Zakaria, pemilik Kembang Jabe Resort.
Bambang tidak memungkiri tren pariwisata Karimunjawa memberikan dampak positif bagi perekonomian warga.
”Wisata memberikan kemajuan tapi harus memikirkan jangka panjangnya,” kata Bambang yang sering disapa Jack Karimun. Dia menilai persoalan lingkungan harus diprioritaskan selain pembangunan infrastruktur.
Masalah sampah
Nursoleh, sekertaris Kecamatan Karimujawa mengungkapkan, seperti pulau-pulau wisata lain, masalah sampah masih menjadi persoalan lingkungan utama di kawasan tersebut. “Kami masih mencari bentuk penanganan sampah dengan membangun tempat penampungan akhir,” jelasnya.
Dalam menangani sampah tersebut PT Indonesia Power, Balai Taman Nasional Karimunjawa dan pemerintah kecamatan setempat mulai membuat program kerja sama. Mereka memberikan pelatihan dalam mengolah sampah organik untuk pembuatan kompos.
Data dari Balai Taman Nasional Karimunjawa, sampah yang dihasilkan setiap bulan mencapai 5-6 ton per bulan. Sampah tersebut antara lain dari rumah tangga, pengunjung, dan sampah perairan. Selain sampah, alih fungsi lahan, dan kerusakan terumbu karang menjadi persoalan lingkungan di Karimunjawa.
Sutris Haryanta, kepala Seksi II Balai Taman Nasional Karimunjawa mengungkapkan konsep pariwisata Karimunjawa seharusnya mulai dengan pendekatan ekowisata. Pariwisata massal yang selama ini terjadi, memberikan nilai ekonomi tinggi tetapi belum banyak menyentuh soal konservasi lingkungan.
Taman Nasional Karimunjawa memiliki luas 11.625 hektar meliputi darat dan perairan. Hutan tropis masih mendominasi di sekitar kawasan perbukitan dan hamparan hutan mangrove di wilayah pesisir seperti sekitar Pulau Kemujan.
Menurut Sutris, kemajuan pariwisata Karimujawa berpengaruh terhadap perubahan lingkungan dan ekosistem di kawasan taman nasional. Keadaan ini akan menjadi tugas berat ke depan terutama di sisi konservasi alam.
“Masalah konservasi lingkungan harus menjadi tanggung jawab dan komitmen bersama antara pemerintah, warga dan operator pariwisatanya,” kata Sutris. Oleh karena Karimunjawa yang dijual adalah potensi alamnya, seharusnya konservasi menjadi prioritas penanganan yang berkelanjutan.
Terumbu karang
Kerusakan terumbu karang di beberapa titik perairan Karimunjawa selama ini selalu mejadi sorotan. Salah satunya, rendahnya kesadaran pengunjung saat beraktivitas melihat terumbu karang.
“Terumbu karang banyak yang terinjak oleh wisatawan dan hancur tertabrak kapal tongkang,” kata Sutris. Menurut dia, edukasi bagi wisatawan dan operator harus dilakukan terus menerus.
Yarhanuddin dari Komunitas Alam Karimun (Akar), melihat kerusakan lingkungan di Karimunjawa terus terjadi. Dia menyebut, salah satu faktor yang merusak terumbu karang adalah kapal tongkang yang berlabuh di sejumlah pulau seperti di dekat Pulau Cilik.
“Saat angin barat tiba, pulau-pulau menjadi tempat berlindung kapal tongkang pengangkut batubara,” kata Yarhanuddin. Dengan banyaknya kapal tongkang yang menjadi pemicu hancurnya terumbu karang, dia berharap pemerintah dapat menindak tegas.
Akar maupun Indonesia Coralreefs Network mencatat, kerusakan terumbu karang di Karimunjawa akibat kapal tongkang pada 2017 seluas 1.640 meter persegi.