Desakan Pengojek Daring Menguat
JAKARTA, KOMPAS — Desakan pengojek daring untuk memasukkan sepeda motor ke dalam tatanan transportasi umum semakin menguat. Hal itu bertujuan agar pemerintah dapat mengatur penentuan besaran bagi hasil antara pengojek daring dan perusahaan aplikasi.
Senin (23/4/2018), pengojek daring menggelar aksi unjuk rasa yang berlangsung di depan gerbang gedung Dewan Perwakilan Rakyat RI di Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Massa pengojek daring itu memadati jalan sepanjang 150 meter dan tinggal menyisakan satu lajur jalan yang biasanya digunakan untuk lalu lintas bus transjakarta.
Adapun tuntutan yang disampaikan pengunjuk rasa itu adalah kenaikan besaran bagi hasil untuk pengojek daring, pengakuan ojek daring sebagai transportasi publik, dan adanya payung hukum yang menaungi pengojek daring untuk beroperasi.
Sebulan yang lalu, Selasa (27/3/2018), pengojek daring itu melakukan aksi unjuk rasa di kawasan Monumen Nasional, Jakarta Pusat. Aksi tersebut berujung pada pertemuan antara pemerintah dan perusahaan penyedia aplikasi pada Rabu (28/3), di Kantor Staf Presiden, Jakarta. Namun, terkait ojek daring, pertemuan itu belum menghasilkan kepastian nilai batas bawah tarif ojek dan payung hukum yang menaungi mereka. (Kompas, 29/3/2018)
Ketua Umum Perkumpulan Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring Indonesia (PPTDJI) Igun mengatakan, tujuan mendorong sepeda motor menjadi transportasi umum agar ojek daring memiliki legalitas beroperasi. Hal itu bisa membuat pemerintah turut mengatur nilai batas bawah tarif ojek mengingat adanya payung hukum yang menaungi mereka.
”Kalau sepeda motor sudah menjadi transportasi umum, ini artinya ojek online punya legalitas beroperasi untuk bisa mengangkut penumpang. Juga nanti di dalamnya ada pemerintah bisa intervensi atas kebijakan tarif,” kata Igun seusai pertemuan dengan Komisi V DPR pada Senin sore.
Igun menambahkan, saat ini, tarif menjadi ranahnya aplikator atau perusahaan transportasi. ”Pemerintah tidak bisa intervensi atas kebijakan tarif. Itu yang dikeluhkan oleh banyak ojek online,” kata Igun.
Adapun kenaikan tarif yang diminta oleh pengojek daring itu Rp 3.000-Rp 4.000 per kilometer. Saat ini, tarif yang ditentukan oleh perusahaan untuk mereka adalah Rp 1.600 per kilometer.
Azas Tigor Nainggolan, pendamping dari Forum Peduli Transportasi Online Indonesia, mengatakan, pemerintah harus segera memastikan sikap terhadap roda dua atau ojek daring. Menurut Azas, keberadaan ojek daring sudah sangat diperlukan karena menjadi alternatif angkutan umum.
”Pemerintah mau mengakui atau tidak, keberadaannya (ojek daring) harus diakui sudah sangat penting dan jumlahnya sangat banyak,” kata Azas. ”Faktanya, di lapangan tidak bisa dimungkiri. Ojek online sudah menjadi alternatif dan menghidupi jutaan orang serta membantu jutaan orang yang tidak terakomodasi dalam layanan angkutan umum yang baik.”
Azas menambahkan, transportasi daring dapat berkembang cepat karena layanan angkutan umum yang tersedia belum memadai. Hal itu berakibat pada dijadikannya transportasi daring sebagai alternatif oleh masyarakat.
Transportasi daring dapat berkembang cepat karena layanan angkutan umum yang tersedia belum memadai.
Pengakuan terhadap transportasi daring, menurut Azas, bisa dilakukan dengan merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Ia mengharapkan, adanya revisi melalui peraturan tersebut sehingga memasukkan kendaraan beroda dua sebagai transportasi umum.
Secara terpisah, Djoko Setijowarno, pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, mengatakan, kendaraan roda dua tidak dapat dijadikan angkutan orang menurut UU No 22/2009 itu. Pertimbangannya adalah faktor keselamatan, keamanan, dan kenyamanan sepeda motor tidak dimasukkan sebagai kendaraan yang ditujukan untuk umum.
Menurut data dari Korps Lalu Lintas Polri, pada 2015, keterlibatan sepeda motor dari kecelakaan lalu lintas itu sebesar 70 persen. Jumlahnya meningkat menjadi 71 persen pada 2016 dan 2017.
Djoko berpendapat, jika ojek daring tetap dianggap sebagai angkutan umum, hal itu bisa dikembalikan lagi kepada setiap pemerintah daerah. ”Pemda lebih tahu kondisi daerahnya dan kebutuhan mobilitas warganya,” kata Djoko.
DPR akan undang Menhub
Dewan Perwakilan Rakyat akan mengundang Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam rapat kerja pada Rabu (25/4). Rapat tersebut akan membahas tentang tuntutan pengemudi ojek daring yang menuntut kenaikan tarif dan diakuinya mereka sebagai angkutan umum.
Ketua Komisi V DPR dari Fraksi Gerindra Fary Djemy Francis mengatakan, pihaknya mendorong Kementerian Perhubungan untuk segera membahas persoalan ojek daring itu. Menurut Fary, pemerintah harus tegas dalam menetapkan posisi ojek daring ini dalam tatanan transportasi umum.
”Saya kira tadi tegas. Teman-teman ataupun pelaku (pengemudi ojek daring) ini harus memiliki kejelasan. Ketegasan pemerintah dibutuhkan untuk ini,” kata Fary seusai rapat dengar pendapat dengan perwakilan pengojek daring di Jakarta, Rabu sore.
Fary menyampaikan, pihaknya juga berniat mengundang perusahaan aplikasi yang berbisnis dalam transportasi daring dalam rapat tersebut. Ia menyatakan, perusahaan daring harus memberi penjelasan tentang penentuan tarif yang dirasa oleh para pengojek itu membuat mereka semakin tertekan.