JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek sedang menyiapkan kartu tiket elektronik untuk mengintegrasikan pembayaran angkutan massal. Integrasi itu dilakukan untuk mempermudah penumpang dalam penggantian moda transportasi umum.
Integrasi pembayaran itu dapat digunakan untuk membayar seluruh transportasi umum di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Termasuk kereta ringan (LRT) Gading-Velodrom yang beroperasi pada 2018 dan LRT Jabodebek dan transportasi massal cepat (MRT) Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia yang akan beroperasi pada 2019.
Direktur Prasarana BPTJ Risal Wasal mengatakan, kartu tersebut sedang disiapkan. Saat ini, pihaknya bersama Bank Indonesia mulai menetapkan syarat kelaikan kartu. Syarat itu berupa teknologi yang ada di dalam kartu.
”Kita sedang lihat kartu seperti apa yang paling bagus. Kita mencari yang paling cepat tapping. Jadi tidak akan menimbulkan antrean panjang,” ujar Risal, Jumat (20/4/2018), di Jakarta.
Nantinya, syarat tersebut harus dipenuhi oleh pihak penyedia kartu. Sementara itu, untuk penyedia, BPTJ membuka peluang untuk pihak mana pun yang ingin berpartisipasi.
”Bisa saja semua bank, kan mereka sudah punya kartu elektronik semuanya. Bisa juga dari penyedia kartu pembayaran elektronik, seperti OVO. Atau malah perusahaan online yang bisa menawarkan pembayaran lewat smartphone. Kami tidak menutup kemungkinan itu,” kata Risal.
Risal mengatakan, integrasi pembayaran merupakan salah satu prioritas BPTJ. Dengan integrasi, pengguna transportasi umum menjadi semakin mudah. Tujuan akhirnya untuk memaksimalkan penggunaan transportasi umum di Jabodetabek.
Sesuai dengan Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ), penumpang angkutan umum ditargetkan menjadi 60 persen, dari sekitar 20 persen saat ini. Untuk mencapai itu, BPTJ menyiapkan integrasi fisik, yaitu integrasi antarmoda dengan pembangunan transit oriented development (TOD) serta nonfisik berupa integrasi pembayaran, aplikasi, dan jadwal perjalanan.
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan BPTJ Karlo Manik mengatakan, penumpang akan kerepotan apabila terlalu banyak kartu pembayaran. Apalagi, MRT, Trans-Jakarta, kereta rel listrik serta LRT Gading-Velodrom dan LRT Jabodebek berbeda perusahaannya.
”Selain pemakaiannya repot harus ganti-ganti kartu. Pengisiannya juga repot, apalagi kalau pengguna biasa mengisi Rp 500.000 di setiap kartu. Kan jadi cukup banyak juga,” ujar Karlo.
Untuk itu, kata Karlo, integrasi pembayaran merupakan langkah terbaik untuk jangka panjang. Selain menguntungkan pengguna, pihak operator juga dapat terhindar dari penyelewengan keuangan karena penggunaan pembayaran elektronik.
Harto Pratama dari Humas PT Jakarta Propertindo sebagai operator LRT Gading-Velodrom mengatakan, pihaknya mendukung integrasi pembayaran. ”Tentunya begitu, pembayaran tanpa uang tunai merupakan tren untuk masa depan,” ujarnya.