Premi BPJS di Lamongan Bisa Dibayar dengan Bank Sampah
LAMONGAN, KOMPAS — Saat ini 61,48 persen atau 825.899 dari 1.354.119 warga Lamongan, Jawa Timur, telah masuk Jaminan Kesehatan Nasional. Pemerintah Kabupaten Lamongan menargetkan, pada akhir 2018 seluruh masyarakat Lamongan terjangkau Jaminan Kesehatan Nasional sebagai bagian pencanangan komitmen jangkauan kesehatan universal.
Dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Lamongan 2018 untuk mempercepat pencapaian target itu mencapai Rp 13 miliar. Sejumlah desa juga punya cara lain agar warganya terjangkau Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Premi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dibiayai dari bank sampah dan keuntungan badan usaha milik desa.
Dalam JKN ada yang dibiayai secara mandiri bagi warga tidak mampu, ada pula penerima bantuan iuran (PBI). PBI ada yang dibiayai pemerintah pusat dan ada yang dibiayai pemerintah daerah. Tahun ini, Pemerintah Kabupaten Lamongan membantu BPI daerah Rp 23.000 per orang.
Dikiranya ada biaya tambahan, padahal si pasien pindah kelas.
Bupati Lamongan Fadeli, Jumat (13/4/2018), menyebutkan, tahun sebelumnya dana yang digelontorkan Rp 3 miliar per tahun. Ia meminta data warga yang belum masuk JKN dirinci tiap kecamatan sehingga dana alokasi untuk pencapaian target tersebut bisa segera dimanfaatkan.
Tim kecamatan yang mampu mempercepat pencapaian target akan diberi tambahan dana dan reward (penghargaan) khusus. Penyisiran oleh tim teknis dilakukan berdasarkan nama dan alamat sehingga terpantau siapa saja yang belum terintegrasi layanan JKN.
Mereka yang belum masuk JKN nantinya akan dibiayai Pemkab Lamongan. ”Target UHC (universal health coverage) 100 persen, untuk memastikan setiap warga Lamongan memiliki akses yang adil terhadap pelayanan kesehatan, baik pelayanan promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif, yang tidak hanya bermutu, tetapi juga berjangkau,” tutur Fadeli.
Menurut dia, UHC sebenarnya sudah bisa dicapai ketika 95 persen penduduk sudah terintegrasi JKN. Selain soal jaminan pembayaran premi, pihaknya menitikberatkan program peningkatan dan pemerataan fasilitas kesehatan di 33 puskesmas.
Sebanyak 32 puskesmas punya layanan rawat inap, 22 di antaranya terakreditasi. Selain itu, ada 11 unit pelayanan kesehatan di Lamongan yang bekerja sama dengan Rumah Sakit Universitas Airlangga untuk pasien rujukan.
BUMDes dan bank sampah
Agar seluruh penduduk terintegrasi dalam JKN, juga ada inisiasi menggunakan hasil bank sampah dan badan usaha milik desa (BUMDes) untuk membiayai premi. Di Desa Sendangagung, Kecamatan Paciran, 100 persen penduduk termasuk PBI dari BUMDes. Di Desa Karanggegeng, Kecamatan Karanggeneng; Butungan dan Pucangro (Kalitengah), serta Sidorejo (Deket) ada komitmen mengikutsertakan 100 persen penduduknya dalam program JKN dengan pembiayaan dari bank sampah.
Camat dan kepala puskesmas serta BPJS Cabang Pembantu Lamongan diminta konsisten dan bersinergi, turun sampai ke tingkat bawah, menyosialisasikan program tersebut.
Sekretaris Daerah Kabupaten Lamongan Yuhronur Effendi menyebutkan, ada waktu sembilan bulan untuk menuntaskan UHC 100 persen. ”Perlu sosialisasi agar warga mampu secara mandiri mendaftar JKN dan yang kurang mampu bisa mendaftar melalui PBI,” katanya.
Menurut Kepala Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Jatim Handaryo, di Jatim, baru Kabupaten Lamongan yang kepala daerahnya secara tegas mencanangkan 100 persen UHC tahun 2018. Pada 27 Januari lalu ada penandatanganan komitmen bersama Bupati Lamongan dan BPJS Kesehatan.
Jangan hanya fokus pada kendali biaya, tetapi BPJS Kesehatan juga harus memperhatikan kendali mutu.
Komitmen itu juga diikuti penandatanganan komitmen bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait dan 28 camat di seluruh Lamongan. Bupati Lamongan Fadeli dan Kepala Cabang BPJS Kesehatan Gresik Galih Anjungsari menandatangani kerja sama Kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Nasional bagi Penduduk yang didaftarkan oleh Pemkab Lamongan. Kerja sama itu untuk meningkatkan kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
Handaryo mengapresiasi inisiatif Pemkab Lamongan. Ia optimistis cakupan semesta JKN di Lamongan akan tercapai tahun ini. Sinergi, komitmen, dan dukungan pemerintah daerah diharapkan dapat mendukung program mulia tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan Lamongan Taufik Hidayat menyatakan, pihaknya dan BPJS Kesehatan telah membuat kesepakatan, ada 125 penyakit yang ditangani fasilitas kesehatan tingkat pertama (FTKP) tuntas. Pasien tidak perlu dirujuk, cukup ditangani dokter pribadi atau puskesmas mitra BPJS Kesehatan.
Taufik menyebutkan, selama ini muncul berbagai persoalan karena ketidaktahuan masyarakat. Ia mencontohkan, BPJS menyebutkan yang bisa diklaim pasien yang rawat inap kelas III dengan pertanggungan Rp 180.000 per hari. Ketika ada pasien pindah kelas di atasnya, kekurangan biayanya ditanggung pasien. ”Dikiranya ada biaya tambahan, padahal si pasien pindah kelas,” ujarnya.
Persoalan lain, sudah ada penyakit tertentu yang tidak perlu dirujuk, tetapi karena ketidaktahuan pasien, pasien bersikukuh dirujuk. Padahal, jika FTKP merujuk, akan ada pemotongan dana karena tidak sesuai prosedur yang diatur.
”Kalau puskesmas tidak merujuk, nanti dituding pasien dan keluarganya mempersulit rujukan. Ini perlu sosialisasi khusus dari BPJS Kesehatan. Jangan hanya fokus pada kendali biaya, tetapi juga harus memperhatikan kendali mutu,” tutur Taufik.
Ada 200 mobil sehat yang disebar ke 28 kecamatan di Lamongan untuk mempermudah kepulangan pasien.
Sebaliknya, jika pasien harusnya dirujuk, tetapi ia tidak mau dirujuk karena alasan ingin dekat rumah dan menghemat biaya transportasi dan menginap, harusnya ada reward (kompensasi) dari BPJS Kesehatan untuk puskesmas atau FTKP.
”Saat ini cairnya dana nunggak tiga bulan dari proses verifikasi klaim dari idealnya seminggu. BPJS harus total berpikir sosial, jangan berpikir untung rugi seperti halnya perusahaan asuransi swasta,” ujarnya.
Menurut Taufik, semestinya yang bisa diklaim termasuk pemeriksaan penunjang, bukannya malah dimasukkan jadi satu dengan perhitungan Rp 180.000 rawat inap per hari untuk pasien kelas III. Pemeriksaan penunjang nanti kalau tidak bisa diklaim dan dibebankan ke pasien bisa memantik protes lagi. ”Ini juga perlu sosialisasi sendiri,” lanjutnya.
Kepala Bidang Pelayanan Dinas Kesehatan Lamongan Herwidhiyah Shidayatri menambahkan, selama ini biaya ambulans saat dirujuk bisa diklaim, tetapi tidak termasuk kepulangannya. Oleh karena itu, Pemkab Lamongan melalui dinkes menyediakan 200 mobil sehat yang disebar ke 28 kecamatan untuk mempermudah kepulangan pasien. Satu mobil sehat bisa dipakai untuk dua desa.
Berdasarkan laporan pelaksanaan JKN hingga Maret lalu, ada 33 puskesmas, 10 dokter praktik, 4 dokter gigi praktik, 24 klinik pratama, 1 fasilitas kesehatan milik TNI, dan 1 fasilitas kesehatan milik Polri di Lamongan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan terkait FKTP. Tingkat fasilitas kesehatan lanjutan (FKTL) yang bekerja sama dengan BPJS ada 10, yakni 1 rumah sakit kelas B, 1 rumah sakit kelas C, 1 rumah sakit khusus, 6 rumah sakit swasta, dan 1 klinik utama.
Jumlah kepesertaan hingga Februari lalu sebesar 587.586 penerima bantuan iuran (PBI), PBID (12.676), PNS (39.428), TNI/Polri (7.713), pegawai pemerintah non-PNS (1.690), pegawai swasta/BUMN/BUMD (50.730), pekerja mandiri (74.814), penerima pensiun eks PNS (13.258), dan veteran (805).
Dana pelayanan kesehatan JKN pada di FKTP puskesmas pada Januari mencapai Rp 6,224 miliar, terdiri dari kapitasi Rp 3,911 miliar dan nonkapita Rp 2,312 miliar. Pada Februari, dana kapitasi mencapai Rp 3,888 miliar, sedangkan nonkapitasi Rp 36,032 juta, total Rp 3,924 miliar.