Kisah Pekerja Mengejar Kereta Pulang
Sejumlah pekerja di Jakarta mulai berlari menuju stasiun. Mereka hanya berharap segera mendapatkan kereta yang mengantar ke tujuan dan bertemu dengan keluarga yang sudah menunggu di rumah.
Ada yang rela berdesak-desakan agar segera sampai di rumah, tetapi ada juga yang rela menunggu kereta berikutnya dan berharap mendapatkan kereta yang lebih lega.
Hidayat Soleh (58), misalnya, rela melewatkan beberapa kereta dan memilih menunggu kereta berikutnya di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, meskipun kantuk dan lelah telah terlihat di wajahnya. ”Saya lebih memilih menunggu kereta yang lebih lega daripada berdesakan,” ucap pria yang hendak pulang ke Depok, Jawa Barat, itu, Rabu (4/4/2018).
Meskipun demikian, Hidayat tetap harus naik kereta paling lambat pukul 20.00 sebab ia harus naik angkutan kota menuju rumahnya. Angkutan kota menuju rumah kontrakannya di Pancoran Mas, Depok, paling terakhir pukul 21.00. Jika terlambat, Hidayat harus menggunakan ojek yang biayanya mencapai tiga kali lipat dibandingkan naik angkutan kota.
Situasi berbeda dialami Ganjar (39), pegawai Stasiun Manggarai. Ia rela berdesak-desakan dan berganti-ganti kereta dari Manggarai menuju Stasiun Juanda, kemudian ke Stasiun Kemayoran setelah tertinggal kereta rel listrik (KRL) tujuan Cikarang, Jawa Barat. Sesampai di Cikarang, ia masih harus menyambung perjalanan menuju Cikampek, Jawa Barat, menggunakan kereta lokal.
Rutinitas tersebut dijalani Ganjar selama delapan tahun. ”Pada dua bulan awal terasa berat dan melelahkan, tetapi lama-kelamaan menjadi terbiasa,” ujarnya.
Kepadatan penumpang kereta mulai terjadi pukul 16.00 hingga 20.00. Setelah itu, kepadatan mulai berkurang. Di atas pukul 21.00, beberapa kereta mulai terlihat lebih lega daripada sebelumnya.
Sejumlah penumpang yang hendak menuju Bogor dan Bekasi memilih naik kereta ke Stasiun Jakarta Kota terlebih dahulu demi mendapatkan tempat duduk. Mereka tidak mempermasalahkan melakukan dua kali perjalanan daripada harus berdiri sampai tujuan.
Lebih cepat
Meskipun harus berdesak-desakan, penumpang merasa lebih nyaman menggunakan KRL daripada naik kendaraan umum lain atau mengendarai kendaraan pribadi. KRL dipandang lebih cepat, aman, dan nyaman.
Dean (37), karyawan swasta di salah satu perusahaan makanan dan minuman di Tambora, Jakarta Barat, menuturkan, KRL lebih aman daripada naik sepeda motor yang rawan kecelakaan. Soni (45), karyawan salah satu bank di Sudirman, Jakarta Pusat, mengatakan, KRL menjadi alat transportasi paling murah dan cepat dibandingkan angkutan umum lain.
Ia menyebutkan, jika menggunakan kendaraan pribadi, dirinya akan terjebak macet. Selain itu, biaya parkir pun mahal. ”Dalam sehari, biaya parkir di kantor mencapai Rp 60.000 dan harus mengeluarkan biaya lagi untuk bensin,” ujar Soni.
Anton (48) merasa nyaman menggunakan KRL karena ada penyejuk udara (AC). Ia pun merasa aman karena ada petugas keamanan di setiap kereta.
Perlu diatur
Berbagai tanggapan positif dituturkan pengguna KRL. Meskipun demikian, mereka berharap, perjalanan KRL dapat diatur lebih baik lagi agar penumpang tidak menumpuk pada waktu tertentu.
Soni mengatakan, sering kali kedatangan KRL pada jam sibuk terlalu lama. Bahkan, terkadang hanya menggunakan kereta dengan rangkaian delapan gerbong. Akibatnya, terjadi penumpukan pada jam sibuk.
Sementara itu, pada waktu tidak padat penumpang, jumlah KRL yang beroperasi cukup banyak dan menggunakan kereta dengan rangkaian 10 gerbong atau 12 gerbong sehingga banyak kereta yang lengang. Soni berharap, PT KAI Commuter Indonesia dapat mengatur perjalanan KRL sesuai dengan kondisi di lapangan.
Ria (31) dan beberapa penumpang lain yang hendak ke Cikarang mengeluhkan, KRL yang mereka tumpangi hanya datang setiap satu jam sekali. ”Saya berharap KRL menuju Cikarang ditambah,” ujarnya.
Kepadatan
Vice President of Corporate Communication PT KAI Commuter Indonesia (KCI) Eva Chairunisa mengatakan, kepadatan yang terjadi di Stasiun Manggarai karena adanya penumpukan kereta yang datang, yaitu KRL, kereta jarak jauh, dan kereta barang. Situasi penumpukan juga terjadi di Stasiun Duri-Tangerang karena adanya kereta bandara.
Akibat kepadatan kereta yang masuk di Stasiun Manggarai, KRL harus menunggu kereta jarak jauh atau kereta barang melintas terlebih dahulu. Eva menyebutkan, perjalanan KRL dan kereta lain telah diatur dalam grafik perjalanan kereta api yang ditentukan oleh Kementerian Perhubungan.
Salah satu upaya yang dilakukan PT KCI adalah menambah jumlah gerbong pada beberapa kereta. Beberapa KRL telah ditambah gerbong dari 8 rangkaian menjadi 10 rangkaian atau 12 rangkaian.
Saat ini, KCI memiliki 20 unit KRL dengan 12 gerbong, 42 unit dengan 10 gerbong, dan 38 unit dengan 8 gerbong. Hingga akhir 2018, KCI menargetkan dapat meningkatkan jumlah gerbong KRL, yaitu 26 unit dengan 12 gerbong, 43 unit dengan 10 gerbong, dan menurunkan jumlah KRL dengan 8 gerbong menjadi 22 unit.
”Untuk saat ini, kami belum dapat mempersingkat waktu kedatangan kereta pada jam padat penumpang,” ucap Eva. Ia menjelaskan, rata-rata KRL yang datang ke Stasiun Manggarai sekitar 5 menit hingga 7 menit. PT KCI mengakui belum dapat meningkatkan waktu kedatangan menjadi 1 menit hingga 3 menit.
Adapun jam padat penumpang KRL pukul 05.00 hingga 09.00 dan pukul 16.00 hingga 20.00. Sebanyak 80 persen penumpang menggunakan KRL pada jam padat tersebut. Jumlah penumpang KRL per hari pada 2018 mencapai 997.853 orang. Jumlah tersebut diangkut oleh 81 unit KRL per hari dengan jumlah perjalanan sebanyak 918 perjalanan.