Sampah Jadi Tantangan Labuan Bajo Menjadi Destinasi Wisata Kelas Dunia
Oleh
Khaerudin
·6 menit baca
LABUAN BAJO, KOMPAS — Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, berkembang pesat setidaknya dalam lima tahun terakhir. Perkembangan ini tak lepas dari penetapan Pulau Komodo sebagai New 7 Wonders of Nature. Sebagai pintu gerbang utama menuju Pulau Komodo, Labuan Bajo yang berada di ujung timur Pulau Flores kini menjadi salah satu destinasi wisata prioritas di Indonesia.
Investor di sektor pariwisata berbondong-bondong menanamkan modalnya di Labuan Bajo. Pembangunan hotel berbintang hingga kawasan resor eksklusif tampak di sejumlah lokasi. Semua mengeksplorasi keindahan alam Labuan Bajo dan pulau-pulau di sekitarnya, termasuk tentu saja Pulau Komodo, habitat utama kadal raksasa dan satu-satunya di dunia.
Para pemain besar di bidang perhotelan dan resor telah menjejakkan kaki mereka di Labuan Bajo. Hanya soal waktu sebelum Labuan Bajo benar-benar menjadi destinasi wisata kelas dunia.
Namun, di tengah upaya mewujudkan Labuan Bajo sebagai tujuan utama pariwisata kelas dunia, justru mengemuka masalah yang sangat serius dalam bisnis ini, sampah.
Labuan Bajo tak memiliki manajemen pengelolaan sampah yang baik. Sementara warga Labuan Bajo dinilai tak memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan dan mengelola sampah yang baik di daerah yang menjadi tujuan turis, baik asing maupun domestik, datang berkunjung.
Di sudut-sudut kota Labuan Bajo, dari pusat keramaian di Kampung Ujung hingga pelabuhan dan dermaga kapal, sampah berserakan. Tak hanya di darat, sampah juga mengotori lautan karena kebiasaan untuk membuang sampah ke laut, termasuk limbah rumah tangga, belum juga bisa dihentikan. Laut pun dikotori oleh berbagai jenis sampah, termasuk sampah plastik yang sulit diurai.
Sampah ini bahkan terbawa hingga ke pulau-pulau yang menjadi tujuan utama turis datang ke Labuan Bajo, seperti Pulau Komodo, Rinca, dan Padar.
”Sekarang begini, Anda datang ke Labuan Bajo ini untuk melihat apa, sih? Keindahan alam, kan. Nah, begitu turis-turis itu datang ke sini, terus mereka melihat dua botol plastik ada di Pulau Komodo atau di Pink Beach, mereka pasti marah. Kenapa bisa terjadi begini. Karena kekuatan Labuan Bajo adalah alam. Kalau orang melihat alamnya rusak, mereka tidak hanya kecewa, tapi marah,” tutur CEO Plataran Komodo Resort Yozua Makes di Labuan Bajo, Kamis (29/3/2018).
Plataran Komodo Resort merupakan salah satu resor eksklusif kelas dunia yang membuka usahanya di Labuan Bajo. Makes seperti halnya para pemain besar di bisnis pariwisata menilai, sampah telah menjadi persoalan yang sangat serius bagi pariwisata Labuan Bajo.
”Sampah di Labuan Bajo menurut saya sudah cukup crowded ya. Kalau di laut bukan masalah banyak atau sedikit, tapi masalah sampah itu ada di tempat-tempat yang merupakan the real world heritage. Jadi, kecil pun sudah mengganggu. Kita taruh saja dua botol plastik mengambang misalkan di Pink Beach, orang sudah marah. Orang asing sudah marah, kenapa bisa terjadi begini. Padahal kecil, kan,” lanjutnya.
Sampah di Labuan Bajo menurut saya sudah cukup ’crowded’ ya. Kalau di laut bukan masalah banyak atau sedikit, tapi masalah sampah itu ada di tempat-tempat yang merupakan ’the real world heritage’. Jadi, kecil pun sudah mengganggu.
Makes mengingatkan bahwa daya tarik utama Labuan Bajo dan pulau-pulau di sekitarnya adalah keindahan alam. ”Kalau bisnis pariwisata ini, apa sih daya tariknya. Belanja, wisata malam, dan keindahan alam. Kalau belanja, orang bisa datang ke Hong Kong. Kalau wisata malam, orang datang ke Las Vegas. Keindahan alam, mereka datang ke Labuan Bajo,” ucapnya.
”Buat wisata belanja atau wisata malam, mungkin sampah bukan persoalan utama. Tetapi, untuk wisata keindahan alam, kalau sampah tak tertangani dengan baik, ya, orang tak akan mau datang lagi,” lanjutnya.
Salah seorang wisatawan asal Jakarta, Freddy Setyawan, yang telah dua kali datang ke Labuan Bajo juga mengungkapkan, salah satu masalah utama di Labuan Bajo adalah sampah dan infrastruktur pengelolaannya yang kurang memadai.
”Dukungan dari pemerintah setempat menata tempat ini dibutuhkan. Saya lihat, kalau swasta, kan, sudah cukup banyak yang masuk ke Labuan Bajo. Jadi, kalau swasta sama pemda bisa sinergi dengan baik, saya yakin perkembangannya akan pesat,” kata Freddy.
Menurut Freddy, warga Labuan Bajo juga perlu menyadari bahwa daerahnya kini menjadi tujuan wisata bagi turis asing dan domestik sehingga perilaku dan kultur mereka perlu berubah.
”Masyarakat tetap harus mendukung. Saya kira, mereka penting. Sebagian juga belum siap. Kalau saya lihat, daerah kotanya masih sangat berantakan. Pemda harus ada usaha untuk mengatur dengan baik,” ujarnya.
Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat juga mengakui, sampah dan manajemen pengelolaannya menjadi salah satu masalah paling berat yang mereka hadapi selain keterbatasan infrastruktur. Satu di antara penyebab munculnya masalah sampah di Labuan Bajo menurut Bupati Manggarai Barat Agustinus CH Dula adalah kesadaran warga.
”Yang paling benar memang bukan belum ada kesadaran, tapi tidak ada kesadaran. Ini harus saya mengerti juga karena mereka lebih banyak disibukkan dengan aktivitas ekonomi, dalam rangka kegiatan-kegiatan yang mendatangkan hasil ekonomi, UMKM, atau mengurus ikan. Pasti mereka lupa tentang kebersihan dan lebih banyak urusannya tentang perut,” tutur Agustinus.
Agustinus juga mengungkapkan, selain kesadaran warga tentang pentingnya menjaga kebersihan dan mengelola sampah dengan baik, infrastruktur pendukung untuk manajemen pengelolaan sampah juga terbatas. Labuan Bajo hanya memiliki satu tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Desa Golo Bilas, Kecamatan Komodo. Tak ada tempat penampungan sementara sampah untuk dipilah sebelum dibuang ke TPA.
Sementara di TPA tak ada insinerator atau mesin untuk membakar sampah dengan benar. Mesin pencacah sampah plastik untuk bisa didaur ulang pun tidak ada. TPA di Desa Golo Bilas hanya berupa tanah lapang di ujung jalan yang diapit dua bukit. Tumpukan sampah berbagai jenis bercampur dan hanya dibakar seadanya.
Sampah plastik menggunung dan tinggal menunggu waktu sebelum TPA dan lokasi di sekitarnya menjadi sumber pencemaran lingkungan. Padahal, setiap hari setidaknya ada tiga kali truk sampah membuang sampah yang mereka kumpulkan dari Labuan Bajo ke TPA ini.
Menurut Sekretaris Badan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Manggarai Barat Agustinus Rinus, setiap hari ada 112.4 meter kubik sampah atau setara 12.8 ton.
Dari jumlah sampah tersebut, 70 persen merupakan limbah rumah tangga. Sisanya sampah yang berasal dari kapal ataupun dari kegiatan ekonomi warga, seperti di tempat pelelangan ikan. Kebiasaan warga membuang sampah sembarangan, termasuk dibuang ke laut, menurut Rinus, telah lama menjadi keprihatinan pemerintah daerah.
Menurut Makes, apabila persoalan sampah ini tidak tertangani dengan baik, Labuan Bajo bakal gagal menjadi destinasi wisata unggulan kelas dunia.
”Saya rasa, hanya masalah waktu sampai orang akan melihat Labuan Bajo, tapi tidak akan merasa cinta. Kan, kita ada tempat-tempat khusus yang kita enggak akan balik lagi. Kalau kita ingin membangun Labuan Bajo sebagai tempat di mana orang-orang benar-benar mencintai, tak hanya like, tapi love, kita harus tangani persoalan sampah ini,” kata Makes.