Pemerintah dan Dunia Usaha Wajib Penuhi Hak Difabel
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memastikan pelayanan publik dan dunia usaha mengakomodasi Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. Selain aksesibilitas, penyediaan lapangan kerja bagi penyandang disabilitas juga menjadi perhatian.
Asisten Administrasi Sekretaris Daerah Provinsi Jateng Budi Wibowo, di sela-sela ”Dialog Nasional Ketenagakerjaan Inklusif #2” di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (27/3/2018), mengatakan, dengan adanya perda tersebut, semua pihak, termasuk pemerintah dan dunia usaha, wajib memfasilitasi hak-hak difabel.
”Aksesibilitas difabel harus dipenuhi, misalnya di ruang-ruang publik, misalnya bioskop. Bagi yang belum menyiapkan, pemerintah akan memberikan peringatan agar segera disiapkan aksesibilitas tersebut,” ujar Budi.
Ia menambahkan, difabel masuk kelompok rentan yang perlu diberdayakan. Dalam bidang pendidikan, misalnya SMP, SMA, atau perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, pihak sekolah wajib memfasilitasi difabel untuk ikut belajar.
Begitupun dengan dunia usaha yang wajib memberikan ruang bagi difabel, sesuai dengan kemampuannya. ”Misalnya, tunadaksa yang memiliki keterbatasan pada kaki, tetapi tangan berfungsi, bisa diproyeksikan untuk posisi seperti pemrograman dalam bidang teknologi informasi. Kami akan memantau implementasi perda ini di banyak pihak,” ujar Budi.
Deputi Menteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Pungky Sumadi menuturkan, edukasi tentang pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas perlu terus didorong.
”Kami berkomunikasi dengan sejumlah menteri dan mendorong penyusunan peraturan-peraturan pemerintah tentang disabilitas dengan pelibatan berbagai pihak,” lanjutnya.
Dalam upaya mendorong ketenagakerjaan inklusif di Jateng, USAID membuat proyek Penguatan Koordinasi untuk Pembangunan Ketenagakerjaan Inklusif (Sinergi), yang dilaksanakan oleh konsorsium dari Rajawali Foundation dan Pusat Transformasi Kebijakan Publik. Proyek itu bertujuan meningkatkan koordinasi antarpemangku kepentingan utama untuk memfasilitasi kaum muda (18-34 tahun) yang kurang mampu dan rentan.
Pemimpin Proyek Sinergi, Bambang Wicaksono, mengemukakan, dialog dilaksanakan untuk mempertemukan dan meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran terkait ketenagakerjaan inklusif. Juga, kaitannya dengan upaya pengurangan kemiskinan dan pengangguran.
”Dialog juga ditujukan untuk mengawali pengembangan jejaring kebijakan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dalam penyusunan rencana aksi inovatif bersama. Itu untuk meningkatkan akses informasi dan pelatihan kerja yang berkualitas bagi kaum muda yang kurang mampu dan rentan, termasuk perempuan dan penyandang disabilitas,” tutur Bambang.
Ia menambahkan, selama masa pendampingan, Oktober 2017-Desember 2018, Sinergi akan merumuskan sejumlah solusi inovatif bersama para pemangku kepentingan di Kota Semarang serta Kabupaten Semarang, Demak, dan Boyolali. Nanti, hasilnya diharapkan dapat direplikasi di sejumlah kabupaten/kota lain.