Persaingan Terbuka untuk Cawapres Jokowi
JAKARTA, KOMPAS — Persaingan untuk menjadi pendamping Joko Widodo dalam Pemilihan Presiden 2019 masih terbuka lebar. Belum ada kandidat yang memiliki elektabilitas cukup dominan untuk posisi calon wakil presiden.
Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan mengatakan, hingga saat ini, tokoh-tokoh yang masuk dalam bursa calon wakil presiden memiliki kekuatan yang sama. Tidak ada tokoh yang cukup kuat apabila melihat dari segi elektabilitas.
”Secara elektabilitas nama-nama yang muncul dalam berbagai survei itu kekuatannya berimbang. Sampai saat ini, mereka masih berada pada posisi yang sama dan memiliki modal yang sama,” kata Djayadi, saat ditemui di Jakarta, Selasa (20/3).
Desember 2017, SMRC menemukan, tiga nama teratas yang diinginkan publik sebagai pendamping Joko Widodo adalah Jusuf Kalla, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan Gatot Nurmantyo. Jusuf Kalla menduduki peringkat teratas dengan elektabilitas sebesar 14,1 persen. Setelah itu, ada nama AHY yang elektabilitasnya mencapai 12,7 persen. Gatot Nurmantyo menyusul setelahnya dengan persentase 12,2 persen.
Februari 2018, Populi Center menemukan hal serupa. Jusuf Kalla masih memperoleh elektabilitas tertinggi dengan persentase 15,3 persen. Setelahnya diikuti oleh Gatot Nurmantyo dengan 7,3 persen, Anies Baswedan 3,4 persen, dan AHY dengan 3,3 persen.
Pada waktu yang sama, Februari 2018, Alvara Research Center juga menemukan hal yang tidak jauh berbeda. Tiga nama yang muncul dalam survei yang dilakukan itu adalah AHY, Gatot Nurmantyo, dan Jusuf Kalla. AHY memperoleh elektabilitas 17,3 persen. Gatot Nurmantyo memiliki elektabilitas 15,3 persen. Jusuf Kalla juga masih muncul pada peringkat ketiga dengan elektabilitas 13,1 persen.
Dalam ketiga survei itu, nama Jusuf Kalla selalu muncul. Hal itu menunjukkan masyarakat belum memiliki sosok lain yang dianggap sepadan dengan Jusuf Kalla sebagai wakil presiden dan sekaligus menunjukkan bahwa bursa pencalonan wakil presiden masih sangat terbuka.
Pada Kompas (28/2), peneliti Populi Center, Hartanto Rosojati, mengatakan, Jusuf Kalla masih muncul dalam tiga teratas survei elektabilitas karena diasosiasikan dengan Joko Widodo yang dinilai memiliki kinerja memuaskan. Selain itu, Jusuf Kalla juga dipandang masyarakat sebagai tokoh yang cukup berpengalaman dalam memimpin negara.
Namun, Jusuf Kalla terganjal oleh konstitusi untuk maju kembali sebagai calon wakil presiden Joko Widodo dalam Pilpres 2019. Menurut Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945, presiden dan wakil presiden hanya bisa menjabat selama lima tahun dalam dua kali masa jabatan dengan jabatan yang sama.
Jusuf Kalla pun sudah menyatakan tidak akan memaksakan kehendak untuk maju dalam bursa pencalonan wakil presiden dalam Pilpres 2019. Ia uga memastikan dukungannya kepada Presiden Joko Widodo untuk terpilih kembali. Menurut dia, pendamping Joko Widodo harus bisa menambah elektabilitas dan integritas (Kompas 27/2).
Terkait hal itu, Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan, Jokowi dan Jusuf Kalla adalah dua pribadi yang saling melengkapi sehingga respons publik terhadap kedua tokoh itu cukup baik. Namun, sampai sekarang, belum ada nama yang muncul dari kubu partai itu untuk posisi calon wakil presiden. ”Belum dibahas sama sekali,” kata Ace.
Dalam survei-survei itu, muncul juga nama-nama ketua umum partai politik, seperti Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, dan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuzy. Ada pula nama-nama tokoh nonpartai politik seperti Sri Mulyani, Susi Pudjiastuti, dan Mahfud MD.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto mengatakan, siapa saja yang menjadi calon wakil presiden Joko Widodo harus bisa kompak dengan Joko Widodo. Tokoh yang bisa memimpin rakyat dengan prinsip kedaulatan rakyat adalah sosok yang mereka cari.
”Kami memahami bahwa siapa pun yang menjadi cawapres adalah sosok yang bisa bersatu padu dengan Jokowi sebagai capres. Ini merupakan ruang lingkup dari para ketua umum partai yang mengusung Jokowi,” ujar Hasto, saat menyambangi kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar di Jakarta, Selasa pagi. Namun, saat ini, ia menyampaikan, PDI-P sedang memusatkan konsentrasi untuk pilkada serentak 2018 yang sedang berlangsung.
Terkait hal itu, Djayadi mengatakan, pendamping Joko Widodo dalam Pilpres 2019 itu bisa berasal dari kalangan mana saja.
”Segala kemungkinan masih sangat bisa terjadi. Saat ini, secara elektabilitas, Joko Widodo berada di atas angin. Tetapi, Joko Widodo pasti punya kriteria sendiri dalam memilih. Itu semua nanti bergantung pada program apa yang diprioritaskan oleh Joko Widodo dalam kepemimpinannya mendatang,” kata Djayadi.