MINAHASA, KOMPAS — Keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan kepercayaan lokal dapat dicatat dalam kartu tanda penduduk elektronik belum sepenuhnya dapat dinikmati masyarakat adat yang menganut kepercayaan leluhur mereka. Dalam proses pencatatan di pemerintah, kepercayaan mereka masih dipertanyakan.
Keputusan MK Nomor 97/PUU-XIV/2016 itu juga belum memberikan dampak terhadap pencatatan pernikahan dengan menggunakan kepercayaan adat. Hal itu menyebabkan masyarakat adat yang sudah menikah masih kesulitan memperoleh kartu keluarga yang menjadi dasar pencatatan KTP ataupun penerbitan akta kelahiran untuk anak-anak mereka.
Gilung, Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Wilayah Indragiri Hulu, Riau, di Minahasa, Sulawesi Utara, Sabtu (17/3), mengungkapkan, adat Talang Mamak yang bermukim di lima kecamatan di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, masih kesulitan memperoleh KTP elektronik. Kesulitan itu dia alami saat mengurus KTP untuk beberapa kerabatnya orang Talang Mamak yang menganut agama leluhur Langkah Lama.
”Sejak lahir, kami meyakini agama leluhur kami, Langkah Lama. Tapi, oleh negara, selama ini kami dipaksa untuk memeluk salah satu agama yang diakui negara. Keputusan MK pun belum kami rasakan karena belum ada peraturan teknisnya,” ujarnya.
Akibatnya, lanjut Gilung, saat mengurus pencatatan data kependudukan beberapa kerabatnya di dinas sosial kabupaten setempat, dirinya masih dipertanyakan terkait kepercayaan yang dipeluk. Aparat pemerintah di dinas itu juga mempersalahkan Gilung dan kerabatnya yang tetap bertahan memeluk kepercayaan leluhur mereka dibandingkan memilih agama yang diakui pemerintah.
”Akhirnya saya sampaikan kepada aparat pemerintah itu, apakah dengan kepercayaan kami ini ada di antara kami yang berbuat kriminal. Aparat pemerintah itu pun mengakui tak ada satu pun orang Talang Mamak yang pernah berbuat jahat,” tuturnya.
Permasalahan yang dihadapi Gilung dan orang Talang Mamak terkait kepercayaan mereka itu merupakan satu dari sekian banyak permasalahan serupa yang masih dihadapi masyarakat adat di Nusantara.
Permasalahan itu pun masih menempati pembahasan utama dalam Rapat Kerja Nasional V Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang berlangsung di Minahasa, Sulawesi Utara, 14-17 Maret 2018.
Ketua Umum Perempuan AMAN Devi Anggraini menyampaikan, hingga kini perkawinan masyarakat adat yang dilaksanakan menurut kepercayaan lokal itu belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Akibatnya, perkawinan mereka tak dicatat oleh pemerintah, dan itu mengakibatkan masyarakat adat masih kesulitan memperoleh kartu keluarga (KK).
”Karena tak ada KK dan buku nikah, akhirnya mereka tetap kesulitan untuk mengurus akta kelahiran bagi anak-anak mereka,” katanya.
Gilung menyebutkan, dirinya dan orang Talang Mamak bisa memperoleh KK dan KTP elektronik karena kebetulan ada program pemerintah setempat selama tahun 2000 yang mencatat informasi kependudukan orang Talang Mamak.
”KK dan KTP yang kami peroleh itu diterbitkan begitu saja tanpa dasar buku nikah. Oleh karena itu, orang Talang Mamak yang baru menikah saat ini masih kesulitan memperoleh KK ataupun KTP,” ujarnya.