Pembatasan Kendaraan Bertujuan agar Masyarakat Gunakan Angkutan Umum
Oleh
DD12
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembatasan kendaraan melalui paket kebijakan yang baru saja dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan mampu mengurangi kemacetan di ruas Jakarta-Cikampek pada pagi hari. Kebutuhan transportasi massal untuk mengakomodasi masyarakat yang tidak menggunakan kendaraan pribadi juga perlu ditingkatkan sehingga masyarakat benar-benar ingin berpindah ke transportasi massal dari kendaraan pribadi.
AVP Corporate Communications PT Jasa Marga Dwimawan Heru Santoso di Jakarta, Selasa (13/3), menyatakan, penerapan paket kebijakan pemerintah melalui PM 18 tahun 2018 dinilai efektif mengurangi kepadatan di ruas Tol Jakarta-Cikampek secara signifikan.
Heru menjelaskan, dampak paket kebijakan ini bisa dilihat dari kelancaran Jalur Tol Jakarta-Cikampek di kedua sisi, terutama saat pemberlakuan peraturan ini, yaitu antara pukul 06.00-09.00.
Paket kebijakan ini berkaitan dengan pengaturan lalu lintas selama masa pembangunan proyek infrastruktur strategis nasional di ruas To Jakarta-Cikampek. Kebijakan ini diberlakukan karena kemacetan akibat pembangunan infrastruktur di ruas Tol Jakarta-Cikampek sudah tidak terkendali.
Kebijakan ini terdiri dari pembatasan jumlah kendaraan di ruas Tol Jakarta-Cikampek dengan menggunakan skema ganjil-genap di Pintu Tol Bekasi, larangan melintas untuk kendaraan golongan 3-5, dan pemberlakuan lajur khusus angkutan umum (LKAU).
Heru menjelaskan, seperti pada hari pertama, jumlah kendaraan yang melintasi Gerbang Tol (GT) Bekasi Barat dan Timur menuju Jakarta pada hari kedua berkurang hingga 30 persen. Di GT Bekasi Barat 1, jumlah kendaraan yang melintas turun 18 persen, GT Bekasi Barat 2 turun 37 persen, dan GT Bekasi Timur 2 turun 35 persen.
Selain ganjil-genap, kebijakan pembatasan kendaraan juga berlaku golongan 3-5 di ruas Tol Jakarta-Cikampek dari kedua arah di waktu yang bersamaan.
Selain ganjil-genap, kebijakan pembatasan kendaraan juga berlaku golongan 3-5 di ruas tol Jakarta-Cikampek dari kedua arah di waktu yang bersamaan. Akibatnya, jumlah kendaraan golongan 3-5 mengalami penurunan hingga 82,25 persen ke Cikampek, dan 78,78 persen ke Jakarta.
”Kebijakan ini sangat efektif mengurangi volume kendaraan yang melintasi ruas Tol Jakarta-Cikampek. Dari pemantauan kami, selama pemberlakuan skema ini, tidak terlihat ada kepadatan kendaraan. Di Google Map juga terlihat hijau, artinya lalu lintas lancar,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, peneliti Institut Studi Transportasi (Instran), Deddy Herlambang, menyatakan, pemberlakuan ganjil-genap di jalur Tol Jakarta-Cikampek selama pembangunan infrastruktur strategis nasional adalah keputusan yang wajar. Namun, jika akan diberlakukan seterusnya, hal ini menjadi tidak adil warga Kota Bekasi karena pintu tol yang tersedia di jalur Jakarta-Cikampek tidak hanya dari Bekasi.
Pemberlakuan ganjil-genap di jalur Tol Jakarta-Cikampek selama pembangunan infrastruktur strategis nasional adalah keputusan yang wajar.
”Memang benar, konsentrasi kendaraan terpadat berada di Bekasi. Selama pembangunan infrastruktur, jalur Jakarta-Cikampek menjadi sangat padat dan tidak terkendali. Oleh karena itu, pemberlakuan ganjil-genap di Pintu Tol Bekasi ini adalah hal yang wajar. Namun, akan menjadi tidak adil jika skema ini diberlakukan seterusnya,” ujarnya Deddy.
Transportasi massal
Berbeda dengan dua peraturan yang lainnya, pemberlakuan LKAU belum diindahkan oleh masyarakat. Padahal, kata Heru, dalam jarak 1 kilometer ada peringatan bahwa lajur satu hanya khusus untuk bus sebagai transportasi massal.
”Marka jalur pertama juga sudah diganti menjadi garis lurus, tidak lagi garis putus-putus. Artinya lajur ini telah dikhususkan. Namun, masih ada beberapa kendaraan pribadi yang melewati lajur ini. Kami berharap semua pihak mau mematuhi aturan tanpa harus diperingati,” tuturnya.
Heru menambahkan, jika LKAU ini tidak ada hambatan, bus yang ada, baik transjabodetabek premium maupun bus lainnya, bisa melaju tanpa hambatan, dan bisa lebih cepat sampai tujuan. Hal ini bisa membuat masyarakat beralih ke moda transportasi massal karena cepat dan nyaman.
Menurut Deddy, kebijakan pemerintah ini bisa dianggap sebagai bentuk latihan masyarakat untuk beralih ke trnsportasi massal. Dihubungi terpisah, Deddy menjelaskan, penggunaan moda transportasi massal adalah solusi untuk mengurangi kemacetan kendaraan di Ibu Kota.
”Namun, pemerintah harus serius dalam menggarap ini. Ketersediaan kendaraan yang selalu bergerak, tidak ngetem (berhenti lama) seperti sekarang, itu juga dibutuhkan masyarakat. Kalau kelamaan ngetem, mereka berpikiran dua kali untuk menggunakan bus transjabodetabek. Mobilitas masyarakat Ibu Kota sangat cepat,” ujarnya.
Properti dan kemacetan
Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, berpendapat, pemerintah seharusnya tidak hanya memperhatikan masalah transportasi, tetapi juga perkembangan properti di kawasan satelit.
Pembangunan perumahan yang mendekati jalan tol, tutur Nirwono, justru akan menambah jumlah kendaraan. Sebelum membeli hunian di kawasan ini, calon pembeli berasumsi harus memiliki kendaraan pribadi agar dapat menggunakan akses tol.
”Apalagi Jakarta adalah pusat aktivitas sehingga semua kendaraan pasti akan menuju Jakarta. Hal ini menyebabkan jumlah kendaraan menuju Jakarta akan terus bertambah seiring semakin banyaknya penduduk Jakarta,” tuturnya.
Seharusnya, kata Nirwono, pemerintah membentuk kebiasaan hidup masyarakat untuk lebih sering menggunakan transportasi massal dibandingkan dengan kendaraan pribadi. Ia mencontohkan, pembangunan hunian yang terintegrasi dengan moda transportasi membuat masyarakat bisa berpikir untuk meninggalkan kendaraan pribadi di rumah. (DD12)