Cicilan Harga Rumah Naik jika Calon Pembeli Ikuti DP 0 Persen
JAKARTA, KOMPAS — Penawaran rumah tanpa uang muka oleh sejumlah pengembang menarik minat calon pembeli sekalipun harga cicilan yang harus diangsur ikut naik. Kendati demikian, beberapa calon pembeli menyatakan tidak terlalu mementingkan penawaran rumah tanpa uang muka karena memprioritaskan faktor lainnya, yaitu lokasi rumah.
Sales Coordinator Perumahan Permata Cimanggis Lerry Dompas mengatakan, jumlah cicilan yang akan diangsur calon pembeli naik sekitar Rp 400.000. Hal itu terjadi ketika mereka memilih mengangsur rumah tanpa uang muka atau dengan down payment (DP) 0 persen di Perumahan Permata Cimanggis, Cimpaeun, Tapos, Depok, Jawa Barat.
”Strategi DP 0 persen mengikuti tren yang ada saat ini. Sekitar 20 unit dengan DP 0 persen telah terjual,” kata Lerry di sela acara Indonesia Properti Expo (IPEX), Jakarta, Minggu (11/2). IPEX berlangsung sejak 3 Februari hingga 11 Februari 2018 di Jakarta Convention Center (JCC).
Ia mencontohkan, Perumahan Permata Cimanggis pada kluster Onyx menawarkan empat tipe rumah tanpa uang muka, yaitu tipe 36, tipe 45 dengan luas tanah 84 meter persegi, tipe 45 dengan luas tanah 90 meter persegi, dan tipe 68. Semua rumah berkonsep minimalis dengan kisaran harga Rp 695 juta-Rp 1,01 miliar.
Semua tipe, kecuali tipe 68, memiliki 1 lantai, 2 kamar tidur, dan 1 kamar mandi. Tipe 68 memiliki 2 lantai, 2 kamar tidur, dan 2 kamar mandi.
Biasanya, Perumahan Permata Cimanggis melalui pengembangnya, PT Puninar Texton Asia, akan menawarkan uang muka sebesar 5 persen dari harga rumah. Namun, karena ingin menarik pelanggan, mereka menawarkan program DP 0 persen.
Program DP 0 persen membuat rumah cepat terjual. Namun, pada saat bersamaan, keuntungan yang diperoleh lebih sedikit dan dalam jangka waktu lebih lama.
Seorang pembeli, misalnya, ingin membeli rumah tipe 36 dengan luar tanah 72 persegi. Ia harus membayar uang muka Rp 34 juta dengan harga rumah Rp 695 juta.
Dengan demikian, ia harus mencicil sekitar Rp 3,7 juta per bulan untuk tahun pertama dengan bunga 4,68 persen jika mengikuti program angsuran untuk 20 tahun. Ketika ia memilih program DP 0 persen dengan kriteria rumah dan program angsuran yang sama, ia harus mencicil Rp 4,1 juta per bulan untuk tahun pertama.
”Pengembang mengalami untung dan rugi dalam proses ini,” ujar Lerry.
Program DP 0 persen membuat rumah cepat terjual. Namun, pada saat bersamaan, keuntungan yang diperoleh lebih sedikit dan dalam jangka waktu lebih lama.
Agen Pemasaran Perumahan The Greenhill, Riza Andreas Sanjaya, mengatakan, pada awalnya dirinya menawarkan rumah dengan uang muka 10 persen. Namun, tawaran tersebut turun menjadi 0 persen agar lebih menarik peminat selama IPEX digelar.
”Banyak yang tertarik, kini ada lebih dari 20 orang yang telah membeli,” ujar Riza. Ketertarikan calon pembeli untuk mengangsur rumah tanpa uang muka dinilai lebih meringkankan tanggungan mereka untuk memiliki tempat tinggal.
Perumahan The Greenhill di Cibinong, Bogor, Jawa Barat, menawarkan rumah Mountain tipe 42 dengan luas bangunan 36 meter persegi dan Valley tipe 72 dengan luas bangunan 58 meter persegi. Kedua tipe berada dalam kluster De Rivera dan memiliki luas tanah 84 meter persegi.
Harga asli rumah tipe 42 seharga Rp 690 juta, tetapi dengan diskon menjadi Rp 552 juta. Lalu, harga normal tipe 72 sebesar Rp 900 juta, tetapi dipotong menjadi Rp 720 juta.
Rumah memiliki 2 kamar tidur dan 1 kamar mandi. Pengembang dari perumahan itu adalah PT Sakina Sakatama.
Dengan prosedur yang normal, seorang calon pembeli yang akan membeli tipe 42 harus membayar uang muka 10 persen, yaitu Rp 52 juta. Jika ingin mengangsur selama 20 tahun, ia harus membayar Rp 3,6 juta per bulan dengan perhitungan bunga 6,15 persen.
Pemilihan cicilan rumah tanpa uang muka membuat calon pembeli biasanya mengalihkan alokasi dana untuk uang muka untuk renovasi rumah.
Namun, jika membeli dengan program DP 0 persen, ia harus membayar cicilan menjadi Rp 3,8 juta per bulan.
”Pemilihan cicilan rumah tanpa uang muka membuat calon pembeli biasanya mengalihkan alokasi dana untuk uang muka untuk renovasi rumah, seperti menambah jumlah ruangan,” ujar Riza.
Ia mengingatkan, calon pembeli biasanya tetap harus membayar uang reservasi dan uang pemesanan sekalipun mengikuti program DP 0 persen. Uang reservasi untuk The Greenhill sebesar Rp 1 juta dan uang pemesanan Rp 4 juta sehingga total yang perlu dikeluarkan calon pembeli Rp 5 juta.
Kendati meringankan, beberapa calon pembeli tidak tergiur dengan program DP 0 persen yang ditawarkan. Novi (25), pengunjung IPEX, menyatakan, dari sekian tawaran yang diterimanya, ia memilih untuk membeli rumah di area perumahan Samasta Ciseeng oleh pengembang Young&Loud Development.
Rumah yang ditawarkan memiliki luas bangunan 30 meter persegi dan luas tanah 65 meter persegi dan diberi nama tipe Eiji. Ia dan pasangannya, Agung (24), harus membayar uang muka Rp 3,4 juta.
Mereka masih mempertimbangkan jenis program yang akan diikuti. Jika mengikuti program cicilan dengan bunga 8,75 persen, jumlah angsuran per bulan yang harus dibayar adalah Rp 1,74 juta untuk 15 tahun atau Rp 2,19 juta untuk 10 tahun.
”Beli rumah itu cocok-cocokan,” kata Agung. Mereka berdua sepakat untuk membeli rumah di perumahan Samasta Ciseeng, di Ciseeng, Bogor, Jawa Barat, karena lokasinya dekat dengan keluarga dan akses transportasi umum.
Keluarga Novi tinggal di Bogor, sedangkan ia bekerja di Bumi Serpong Damai, Tangerang, Banten. Calon suaminya, Agung, bekerja di daerah Tanah Abang sehingga ia bisa berangkat melalui Stasiun Serpong yang berada di dekat area perumahan.
Pengunjung IPEX lainnya, Danang (32), menyatakan hal yang sama. Ia memilih rumah tidak hanya berdasarkan perlu atau tidaknya uang muka. Ia juga mempertimbangkan faktor lainnya, seperti kenyamanan lokasi dan akses transportasi.
Banyak faktor berpengaruh
Mohammad Jehansyah Siregar, pengamat properti dan anggota Kelompok Penelitian Perumahan dan Permukiman Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) Institut Teknologi Bandung (ITB), mengatakan, banyak faktor yang memengaruhi seseorang untuk membeli rumah.
Rumah tapak yang biasanya diinginkan calon pembeli adalah rumah yang berada dekat dengan rumah keluarga atau akses transportasi umum.
”DP 10 persen sudah termasuk ringan, apalagi DP 0 persen. Tetapi, yang menjadi faktor utama adalah apa dan di mana rumah itu berada,” ujar Jehansyah saat dihubungi.
Ia menuturkan, lahan rumah di area Jabodetabek semakin sulit ditemukan sehingga kini opsi jenis hunian menjadi rumah tapak dan apartemen.
Ketika calon pembeli ingin memiliki rumah tapak, lokasi menjadi faktor penentu lainnya. Rumah tapak yang biasanya diinginkan calon pembeli adalah rumah yang berada dekat dengan rumah keluarga atau akses transportasi umum.
Apalagi, lanjutnya, saat ini calon pembeli rumah kebanyakan adalah generasi milenial. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ada 176,8 juta penduduk usia produktif pada 2017 di Indonesia atau sekitar 67 persen dari 261,8 juta penduduk. Dari jumlah itu, sekitar 80 juta orang adalah generasi milenial yang lahir pada 1980-1999.
Mereka adalah pembeli baru yang masih memiliki penghasilan yang belum memadai untuk membeli rumah di tengah kota dengan harga yang mahal. Data dari konsultan properti Savills Indonesia menyebutkan, sekitar 46 persen generasi milenial di Jakarta berpenghasilan di bawah Rp 4 juta per bulan.
Sementara 34 persen berpenghasilan Rp 4 juta-Rp 7 juta per bulan, 14 persen berpenghasilan Rp 7 juta-Rp 12 juta per bulan, dan hanya 6 persen di atas Rp 12 juta per bulan.
Pada publikasi laman rumah123.com, seorang pekerja mampu membeli rumah seharga Rp 300 juta jika memiliki penghasilan minimal Rp 7,5 juta per bulan. Perhitungan itu didasarkan pada asumsi pembayaran secara kredit 15 tahun dengan bunga 10 persen. Setidaknya, Rp 2 juta per bulan harus dikeluarkan untuk membayar cicilan hunian, yang terbilang tidak sedikit bagi kelompok yang baru memasuki dunia kerja (Kompas, 31/1).
”Pemerintah harus mulai menyiapkan apartemen dengan harga minimal Rp 15 juta per meter persegi untuk disewakan,” kata Jehansyah.
Pembangunan apartemen untuk disewakan dinilai dapat membantu mengatasi masalah perumahan yang dihadapi calon pembeli saat ini. Dengan pembatasan harga minimal, kualitas apartemen yang dibangun sesuai dengan kriteria apartemen yang layak. (DD13)