Beragam kisah mengiringi kebijakan penataan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Banyak drama terjadi, dari tangis, keluh kesah, hingga perlawanan dari pedagang.
Pada Jumat (26/1), Wali Kota Jakarta Pusat Mangara Pardede dan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Yani Wahyu memimpin penertibann pedagang yang menggunakan trotoar untuk berjualan. Mereka mengerahkan 400 anggota satpol PP dalam penertiban tersebut.
Saat penertiban, terjadi kericuhan di mana beberapa pedagang memprotes kebijakan penutupan Jalan Jatibaru Raya. Bahkan, salah seorang pedagang menyerang salah satu petugas satpol PP ketika diminta membongkar lapaknya.
”Ini gara-gara Anies (Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan) jadi berantakan semua,” tutur pedagang tersebut sambil membongkar lapaknya yang terbuat dari seng. Ungkapan kekesalan pedagang tersebut ditirukan oleh pedagang asongan.
Kericuhan tersebut tidak berlangsung lama. Mereka dapat dikendalikan oleh satpol PP tanpa terjadi kekerasan.
Ayu (25), salah satu pemilik kios di Jalan Jatibaru, menangis karena semenjak kebijakan penutupan jalan dilaksanakan, omzetnya menurun drastis. Sebelum ada kebijakan penutupan Jalan Jatibaru, ia mampu memperoleh Rp 7 juta per hari, sekarang omzetnya tidak mencapai Rp 1 juta.
Ayu kebingungan karena harus membayar sewa Rp 57 juta per tahun. Ia menuturkan, para pembeli enggan masuk ke kios karena lebih memilih berbelanja di tenda yang telah disediakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
”Saya kecewa dengan kebijakan Pak Anies karena telah merugikan pedagang yang telah menyewa kios secara resmi,” tutur Ayu. Kekecewaan juga dirasakan beberapa pedagang lain di kios. Mereka mengaku kesulitan memasukkan barang dagangannya.
Di sisi lain, pedagang mau memundurkan dagangannya dengan bersungut-sungut dan tanpa perlawanan. Mereka diminta petugas satpol PP mundur dan tidak melewati batas yang telah ditentukan oleh satpol PP dengan menggunakan cat semprot putih.
Yani mengatakan, pengaturan ini sebagai bentuk ketegasan dari pemprov dalam mengatur pedagang di Tanah Abang agar tidak berjualan di trotoar. ”Tindakan yang kami lakukan merupakan tahap awal, yaitu imbauan agar tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan pemerintah,” kata Yani.
Ia menambahkan, jika imbauan tersebut dilanggar, akan ada upaya pencegahan agar pedagang tidak menguasai trotoar. Ketika dua tahap tersebut masih dilanggar, satpol PP akan menindak para pelanggar dengan cara menyita dagangannya.
Toleransi
Berbeda dengan trotoar lain di Tanah Abang yang harus steril dari pedagang kaki lima (PKL), satpol PP memberikan toleransi pada PKL yang berjualan di atas trotoar depan Blok F. PKL dapat menggunakan trotoar selebar 1 meter. ”Trotoar di depan Blok F lebarnya 7 meter sehingga masih cukup untuk pejalan kaki melintas,” kata Yani.
Mangara mengatakan, toleransi tersebut dilakukan untuk menampung pedagang yang belum mendapat tenda. ”Hal itu dilakukan sesuai dengan arahan gubernur yang memberikan kewenangan kepada kami untuk menyesuaikan perkembangan di lapangan,” kata Mangara.
Ia menjelaskan, pengaturan di Tanah Abang sifatnya sementara hingga pengembangan hunian terintegrasi transportasi massal (TOD) dapat terlaksana. Ketika TOD tersebut dapat terlaksana, Jalan Jatibaru Raya akan kembali berfungsi sebagai jalan raya dan semua PKL akan dipindahkan ke skywalk.
”Kami yakin pedagang mau dipindahkan karena mereka akan dekat dengan keramaian,” kata Mangara. Saat ini TOD masih dalam pembahasan dan rencananya akan mulai dibangun pada 2018. (DD08)