KPK: Mantan Pengacara dan Dokter Setya Novanto Ganggu Penyidikan
Oleh
Rini Kustiasih
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mantan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi, dan dokter Bimanesh Sutarjo diduga bekerja sama memasukkan Setya Novanto ke rumah sakit, pertengahan November 2017, dengan memalsukan data medis. Tindakan itu diduga dilakukan Fredrich dan Bimanehs dengan maksud merintangi penyidikan yang dilakukan KPK terhadap Setya Novanto.
Fredrich yang ketika itu adalah kuasa hukum Ketua DPR Setya Novanto diduga telah memesan RS Medika Permata bahkan sebelum kliennya datang ke rumah sakit itu karena kecelakaan, 16 November 2017. Adapun Bimanesh Sutarjo, yang merupakan dokter penyakit dalam di RS Medika Permata Hijau, diduga memanipulasi data medis pasiennya sehingga memungkinkan Novanto menghindari pemeriksaan oleh penyidik KPK.
Dua perbuatan yang diduga dilakukan Fredrich Yunadi dan Bimanesh Sutarjo itu menjadi alasan KPK menetapkan keduanya sebagai tersangka dalam kasus menghalang-halangi penyidikan yang dilakukan oleh penegak hukum atau obstruction of justice, Rabu (10/1). Keduanya dijerat dengan Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001.
Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan dalam keterangan pers, Rabu malam di Jakarta, mengatakan, KPK telah menemukan dua alat bukti permulaan yang mencukupi terhadap Fredrich dan Bimanesh. Keduanya diduga bekerja sama memasukkan Novanto ke RS Medika Permata dengan alasan sakit sehingga Novanto bisa menghindari pemanggilan atau pemeriksaan oleh KPK.
Upaya manipulasi
Basaria mengatakan, rangkaian upaya menghalang-halangi penyidik itu dimulai pada 15 November 2017 ketika penyidik KPK mendatangi rumah Novanto dengan membawa surat penggeledahan dan surat penangkapan. Namun, Novanto tidak ditemui di rumahnya.
”Penyidik berada di rumah Novanto hingga pukul 02.50, tetapi Novanto tidak ada di tempat,” kata Basaria.
KPK selanjutnya mengimbau Novanto agar menyerahkan diri kepada KPK pada 16 November 2017. Pada hari yang sama, KPK juga menerbitkan daftar pencarian orang (DPO) atas nama Novanto.
Pada 16 November malam, KPK mendapatkan informasi bahwa ada kecelakaan yang menimpa Novanto di kawasan Permata Berlian. Kendaraan yang ditumpanginya menabrak tiang lampu atau penerangan sehingga Novanto dibawa ke RS Medika Permata Hijau. Namun, Novanto tidak dibawa ke IGD, melainkan langsung ke ruang VIP RS Medika Permata Hijau.
”Sebelum SN (Setya Novanto) datang, diduga FY (Fredrich Yunadi) telah datang terlebih dahulu untuk berkoordinasi dengan pihak rumah sakit. Penyidik juga mendapatkan informasi bahwa salah satu dokter di RS itu mendapat telepon dari seseorang yang diduga sebagai pengacara SN bahwa SN akan dirawat sekitar pukul 21.00 dan meminta kamar VIP untuk di-booking satu lantai. Padahal saat itu belum diketahui SN dirawat karena sakit apa,” ujar Basaria.
Sebelum Setya Novanto datang, diduga Fredrich Yunadi telah datang terlebih dahulu untuk berkoordinasi dengan pihak rumah sakit.
Setelah 35 saksi dan ahli diperiksa dalam penyelidikan, akhirnya KPK menaikkan status perkara itu menjadi penyidikan. Sebelumnya, KPK juga telah mencegah sejumlah orang ke luar negeri terkait dengan penyelidikan perkara obstruction of justice itu, yakni Fredrich Yunadi, Reza Pahlevi (ajudan Novanto), M Hilman Mattauch (mantan jurnalis Metro TV), dan Achmad Rudyansyah (anggota kuasa hukum Novanto). Pada 8 Januari, dokter Bimanesh Sutarjo juga dicegah ke luar negeri dalam statusnya sebagai tersangka.
Dalam penetapan tersangka kepada Fredrich dan Bimanesh tersebut, Basaria mengimbau agar advokat dan dokter serta profesi lainnya menjalankan tugas sesuai dengan kode etik profesi dan itikad baik, serta tidak menghalang-halangi proses hukum yang berlaku, apalagi dalam kasus korupsi.
Basaria juga membantah bahwa penetapan tersangka kepada Fredrich dan Bimanesh adalah upaya kriminalisasi. ”Tidak ada kriminalisasi. Sesuatu disebut kriminalisasi itu jika ada perbuatan yang bukan kriminal lalu kemudian dijadikan perbuatan kriminal tanpa adanya dasar hukum. Tetapi ini, kan (obstruction of justice), ada dasar hukumnya, ada pasalnya. Pasalnya ada dan sudah jelas serta sudah pernah kami terapkan,” kata Basaria.
Tidak ada kriminalisasi. Sesuatu disebut kriminalisasi itu jika ada perbuatan yang bukan kriminal lalu kemudian dijadikan perbuatan kriminal tanpa adanya dasar hukum.
Sebelumnya, Ketua Tim Bantuan Hukum yang ditunjuk DPN Peradi untuk Fredrich, Saproyanto Refa, mempertanyakan tindakan KPK menetapkan Fredrich sebagai tersangka. Hal itu dinilai sebagai upaya kriminalisasi terhadap advokat. Selain itu, penetapan Fredrich sebagai tersangka juga dinilai sangat cepat sehingga diduga ada upaya KPK menyudutkan pengacara tertentu yang sedang membela kliennya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah membantah pihaknya menetapkan status tersangka kepada Fredrich dalam waktu cepat dan tiba-tiba. ”Kami sudah sejak beberapa waktu lalu melakukan penyelidikan dalam dugaan obstruction of justice ini. Sebanyak 35 saksi dan ahli juga sudah diperiksa terkait dugaan kasus ini sehingga tidak benar kalau penetapan ini tidak melalui proses yang benar atau tiba-tiba,” ujarnya.
KPK juga masih mendalami munculnya tersangka baru dalam dugaan kasus obstruction of justice ini. Dugaan keterlibatan mantan jurnalis M Hilman Mattauch, misalnya, masih didalami oleh KPK.
”Saat ini baru untuk tersangka FY dan BST (Bimanesh Sutarjo) yang sudah memenuhi dua bukti permulaan. Namun untuk pihak-pihak lain, termasuk HM (Hilman Mattauch), masih didalami apakah dia terlibat atau tidak dalam skenario untuk menghindari pemeriksaan KPK terhadap Novanto yang diduga dilakukan FY dan BST,” kata Basaria.