Dewan Etik Mahkamah Konstitusi Didesak Cepat Bekerja
Oleh
Rini Kustiasih
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sampai awal Januari ini, belum ada titik terang dari Dewan Etik Mahkamah Konstitusi terkait dengan pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ketua MK Arief Hidayat. Arief diduga melakukan lobi-lobi politik hingga transaksi perkara dengan DPR guna memuluskan dirinya untuk dipilih kembali sebagai hakim konstitusi.
Anggota Dewan Etik MK, Salahuddin Wahid, Selasa (2/1), di Jakarta, menuturkan, Dewan Etik MK baru akan kembali merapatkan dan mengevaluasi langkah-langkah yang sudah diambil pada 4 Januari mendatang. Dalam rapat evaluasi itu, akan dibahas mengenai kemungkinan memanggil anggota Komisi III DPR lainnya untuk dimintai keterangan terkait dengan dugaan lobi-lobi politik Arief.
”Pada 4 Januari, kami akan rapat untuk mengevaluasi apa yang sudah kami lakukan dan menentukan apakah masih perlu meminta keterangan lagi dari anggota DPR kalau tidak ada lagi anggota DPR yang mau memberi keterangan,” kata Salahuddin yang juga tokoh Nahdlatul Ulama ini.
Sebelumnya, Dewan Etik MK telah memeriksa Arief Hidayat untuk mengklarifikasi pernyataan Desmond J Mahesa di depan publik dan media massa yang menyebut ada upaya Arief melakukan lobi-lobi politik. Desmond, yang merupakan Wakil Ketua Komisi III DPR itu, menilai Arief berupaya melakukan lobi dengan membuat pernyataan yang seolah-olah mempertentangkan antara dirinya dan hakim konstitusi lainnya, Saldi Isra, apabila dirinya (Arief) tidak terpilih kembali menjadi hakim konstitusi. Lobi itu dilakukan Arief ketika diundang datang dalam salah satu rapat Komisi III DPR, November lalu.
”Saat itulah Arief datang diundang oleh Komisi III. Kalau datang dimintai keterangan, tidak masalah. Pada saat pertemuan itu, dia mengemukakan alasannya maju kembali sebagai hakim konstitusi dan dikait-kaitkan dengan Saldi Isra yang pro-KPK. Itu, kan, sudah jadi politik. Itu yang jadi persoalan,” kata Desmond, Desember lalu.
Pada saat pertemuan itu, dia mengemukakan alasannya maju kembali sebagai hakim konstitusi dan dikait-kaitkan dengan Saldi Isra yang pro-KPK. Itu, kan, sudah jadi politik. Itu yang jadi persoalan.
Menurut Desmond, Arief dalam pertemuan dengan Komisi III DPR itu mengatakan, Saldi yang akan menjadi Ketua MK bila dirinya tidak lagi terpilih sebagai hakim konstitusi. Posisi Saldi disebutkan dekat atau pro dengan KPK.
Peneliti bidang hukum Lalola Easter mengatakan, pernyataan Arief itu berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dalam penanganan perkara yang dilakukan oleh MK. Sebab, pada saat bersamaan MK juga masih memeriksa perkara uji materi Undang-Undang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). Perkara itu secara langsung memperhadapkan antara DPR yang mengajukan hak angket terhadap KPK. Perkara itu pun diajukan untuk menguji konstitusionalitas tindakan DPR mengenakan hak angket kepada KPK.
”Kami memutuskan untuk mencabut permohonan uji materi itu di MK karena kami melihat ada potensi konflik kepentingan antara Ketua MK Arief Hidayat dengan DPR dan KPK dalam memeriksa perkara ini. Pencabutan perkara ini merupakan bentuk konsistensi sikap kami,” kata Muhammad Isnur, Ketua Divisi Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang juga merupakan salah satu pemohon uji materi itu bersama-sama dengan ICW.
Koordinator Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Veri Junaidi, mengatakan, semestinya Dewan Etik MK bisa segera membuat keputusan atau mengumumkan hasil penyelidikannya terkait laporan apa pun yang diterima dalam dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Arief. Apalagi, laporan terkait ketua MK ini sangat mencolok dan menentukan kredibilitas MK karena melibatkan Ketua MK yang diduga melakukan lobi-lobi politik terkait dengan pemilihan hakim konstitusi.
”Oleh karena itu, semestinya Dewan Etik mempercepat proses ini. Soal apakah terlambat atau tidak, meskipun sudah ada keputusan dari DPR, dan Arief terpilih kembali sebagai hakim MK, hal itu tidak memengaruhi sama sekali proses pemeriksaan pelanggaran kode etiknya. Bahkan, jika terbukti bersalah secara etik, hal itu bisa memengaruhi posisi Arief sebagai hakim konstitusi,” kata Veri.
Bahkan, jika terbukti bersalah secara etik, hal itu bisa memengaruhi posisi Arief sebagai hakim konstitusi.
Menurut ketentuannya, Dewan Etik MK bisa membentuk Majelis Kehormatan MK (MKMK) untuk memeriksa seorang hakim konstitusi jika ada indikasi pelanggaran etik berat telah dilakukannya. Dewan Etik MK pernah membentuk MKMK pada kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Patrialis Akbar, tahun 2017. Patrialis dalam pemeriksaan oleh MKMK terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat dalam kasus suap terkait uji materi UU No 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
”Jika ada terbukti melakukan pelanggaran berat, misalnya terbukti melakukan jual-beli perkara dengan alat barternya adalah jabatan, Dewan Etik MK bisa saja membentuk MKMK untuk memeriksa Arief,” kata Veri.
Menanggapi desakan publik agar Dewan Etik MK bekerja lebih cepat, Salahuddin Wahid mengatakan, pemeriksaan terhadap anggota DPR kemungkinan masih perlu dilakukan sebelum pihaknya membuat putusan.
Sebelumnya Dewan Etik juga telah memanggil Desmond dan Trimedya Panjaitan yang merupakan pimpinan Komisi III DPR. Dewan Etik merencanakan pemanggilan lain untuk anggota Komisi III DPR guna memperjelas konstruksi kasus dugaan lobi politik itu.
”Mungkin minggu depan sudah bisa bertemu satu atau dua anggota DPR lagi, lalu kami membuat putusan,” kata Salahuddin.