Disubsidi, Tiket LRT Jabodebek Menjadi Rp 12.000 Per Penumpang
Oleh
Maria Clara Wresti
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan akan menyubsidi 50 persen tarif kereta ringan (LRT) Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi. Tarif yang semula menurut studi kelayakan berkisar Rp 24.000-Rp 25.000 per penumpang akan menjadi Rp 12.000 per penumpang.
”Berdasarkan feasibility study, tarif LRT Jabodebek (Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi) adalah Rp 24.000-Rp 25.000, tapi kita berlakukan tarif Rp 12.000. Setengahnya kita subsidi,” ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam penandatanganan perjanjian penyelenggaraan prasarana LRT terintegrasi di wilayah Jabodebek, di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Selasa (19/12).
Budi Karya menambahkan, nilai subsidi tarif LRT Jabodebek itu kira-kira berkisar Rp 1 triliun-Rp 1,2 triliun per tahun selama 12 tahun. Dengan demikian, total nilai subsidi selama 12 tahun sekitar Rp 14 triliun.
Penandatanganan perjanjian itu dilakukan Direktur Jenderal Perkeretaapian Zulfikri bersama Direktur Utama PT KAI (Persero) Edi Sukmoro, disaksikan Menteri Perhubungan.
Budi Karya memberikan apresiasi kepada semua pihak yang berkolaborasi dan terlibat pada kegiatan penandatanganan ini. Ia melihat, hal ini merupakan kekompakan bersama antarinstansi dalam menyelesaikan suatu masalah.
”Kita berhasil menandatangani suatu skema yang menurut saya adalah hal yang baik sekali untuk dunia transportasi. Saya melihat, ini merupakan suatu usaha, pemikiran, dan kolaborasi yang tidak mudah. Namun, kita bisa menyelesaikan dengan baik. Harapan saya agar semua bisa dilaksanakan dengan baik,” tutur Budi Karya.
Menteri Perhubungan menyebutkan, ada dua hal positif dari kegiatan penandatanganan ini. Pertama, LRT dapat memberikan suatu pelayanan yang baru bagi Jakarta. Kedua, adanya format baru bahwa transportasi itu tidak semata-mata menggunakan APBN.
”Saya yakin, dengan suatu skema pembiayaan yang cukup solid dan juga dengan suatu pola-pola inovatif, pengoperasian LRT akan memberikan optimisme baru bagi dunia transportasi,” ujar Budi Karya.
Sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2017 tentang Perubahan atas PP No 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian, serta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 15 Tahun 2016 tentang Konsesi dan Bentuk Kerja Sama Lainnya antara Pemerintah dan Badan Usaha di Bidang Perkeretaapian, hak penyelenggaraan dapat diberikan kepada Badan Usaha Perkeretaapian melalui mekanisme penugasan.
Untuk itu, sesuai dengan amanah Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2017, pemerintah menugaskan PT KAI untuk menyelenggarakan prasarana dan sarana LRT Jabodebek. Ruang lingkup penyelenggaraan prasarana LRT meliputi pembangunan, pengoperasian, perawatan, dan pengusahaan prasarana perkeretaapian.
Pembangunan prasarana dilakukan PT Adhi Karya (Persero) Tbk. Penyelenggaraan sarana LRT oleh PT KAI (Persero) berupa pengadaan sarana, pengoperasian, perawatan dan pengusahaan sarana perkeretaapian, serta penyelenggaraan sistem tiket otomatis (automatic fare collection).
Investasi Rp 29,9 triliun
Nilai investasi penyelenggaraan prasarana dan sarana LRT Jabodebek sebesar Rp 29,9 triliun. Investasi itu digunakan untuk pembiayaan aset prasarana (jalur dan fasilitas pengoperasian), aset sarana, aset perawatan prasarana sebesar Rp 25,7 triliun, serta pembiayaan aset prasarana (17 stasiun) dan aset depo sebesar Rp 4,2 triliun.
Pembiayaan pembangunan prasarana LRT Jabodebek berasal dari penyertaan modal negara (PMN) kepada PT KAI dan PT Adhi Karya serta pinjaman perbankan. Pembayaran terhadap pembangunan prasarana kepada PT Adhi Karya dilakukan oleh PT KAI sesuai perjanjian tata cara pembayaran.
Untuk meringankan pembiayaan pembangunan prasarana dan depo LRT, pemerintah akan menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Penyelenggaraan LRT Jabodebek yang mengatur besaran tarif awal dan skema subsidi yang akan diberikan. Adapun besaran tarif awal yang ditetapkan sebesar Rp 12.000.
Penandatanganan perjanjian ini menjadi landasan hukum bagi pihak-pihak dalam pelaksanaan penyelenggaraan prasarana dan sarana LRT Jabodebek. Hal lain yang diatur dalam perjanjian tersebut adalah, pertama, masa penyelenggaraan dimulai sejak tanggal pengoperasian komersial hingga 50 tahun kemudian.
Kedua, selama masa penyelenggaraan tersebut, PT KAI harus melakukan penyelenggaraan prasarana dan sarana LRT dengan memperhatikan standar dan kinerja pelayanan yang ditentukan pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan.
Ketiga, peran konsultan integrator yang menjalankan fungsi integrasi prasarana dan sarana selama masa pembangunan prasarana dan depo. Keempat, PT KAI dapat mengusahakan kawasan transit oriented development (TOD) dan melaporkan secara berkala kepada Kementerian Perhubungan.
Beroperasi 2019
Penyelenggaraan pembangunan prasarana LRT Jabodebek mencakup lintas pelayanan Cawang-Dukuh Atas (11,05 km), Cawang-Cibubur (18,49 km), dan Cawang-Bekasi Timur (14,89 km).
Progres pekerjaan LRT Jabodebek per 8 Desember 2017 telah mencapai 26,2, persen dengan rincian progres pekerjaan Cawang-Cibubur 46,85 persen, Cawang-Dukuh Atas 12,36 persen, dan Cawang-Bekasi Timur 26,95 persen. LRT Jabodebek ditargetkan beroperasi pada 2019.
Dirjen Perkeretaapian menegaskan akan mengatasi kepadatan dan kemacetan di wilayah perkotaan, mengurangi waktu tempuh, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
”Penyelenggaraan pembangunan prasarana LRT Jabodebek dengan total panjang jalur 44,43 km ini adalah bagian dari upaya pemerintah dalam mengatasi kepadatan dan kemacetan di wilayah perkotaan, mengurangi waktu tempuh, meningkatkan mobilitas masyarakat, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan mewujudkan transportasi yang ramah lingkungan,” tutur Zulfikri.