Siklus Banjir Lima Tahunan Ancam Jakarta Awal 2018
JAKARTA, KOMPAS — Jakarta diprediksi akan mengalami siklus banjir besar lima tahunan pada Januari 2018. Curah hujan yang cukup tinggi pada November ini menjadi salah satu sinyal agar pemerintah dan warga mulai mengantisipasi siklus banjir itu.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta memprediksi akan ada 82 kelurahan yang berpotensi banjir menurut tingkat kerawanan tinggi. Sebagian besar kelurahan itu berada di Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Selain itu, BPBD juga telah membuat pemetaan wilayah banjir berdasarkan data historis siklus banjir lima tahunan di DKI Jakarta.
”Kami telah melakukan pemetaan dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pada minggu kedua Januari 2018, curah hujan DKI Jakata akan mencapai puncaknya, hingga 250 mm per sepuluh hari. Saat ini, di bulan November, curah hujannya sudah mencapai sekitar 200 mm per sepuluh hari,” kata Kepala BPBD DKI Jakarta Jupan Royter saat ditemui Kompas di Kantor BPBD, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (14/11).
Jupan menuturkan, pada pekan kedua Januari 2018, status Pintu Air Kampung Katulampa akan naik menjadi Siaga Dua. Kemudian, status Pintu Air Kampung Melayu naik menjadi Siaga Satu karena banjir kiriman dari Depok dan Bogor. Daerah Pesanggrahan juga statusnya menjadi Siaga 1.
Pada minggu kedua Januari 2018, curah hujan DKI Jakata akan mencapai puncaknya, hingga 250 mm per sepuluh hari. Saat ini, pada bulan November, curah hujannya sudah mencapai sekitar 200 mm per sepuluh hari
”Sudah ada rapat koordinasi dengan camat dan lurah serta SKPD terkait untuk mengantisipasi daerah yang berpotensi banjir. Kami juga melakukan pemetaan titik-titik pengungsian untuk warga-warga korban banjir,” Kata Jupan.
Berkaca pada banjir bandang tahun 2013, ada sekitar 83.930 korban yang terpaksa mengungsi karena rumahnya kebanjiran. Jupan menjelaskan, jumlahnya tahun ini kemungkinan menurun karena titik-titik banjir di Jakarta juga sudah berkurang.
Meski demikian, warga juga harus mengantisipasi adanya bahaya longsor akibat curah hujan yang tinggi. Beberapa daerah yang berpotensi longsor ialah di Cilandak, Kebayoran Baru, Kebayoran Lama, Pasar Minggu, Pesanggrahan, Tebet, Jagakarsa, Mampang Prapatan, Kramatjati, dan Pasar Rebo. Daerah itu berada di dekat aliran sungai.
Berkaca pada banjir bandang tahun 2013, ada sekitar 83.930 korban yang terpaksa mengungsi karena rumahnya kebanjiran. Jumlahnya tahun ini kemungkinan menurun karena titik-titik banjir di Jakarta juga sudah berkurang.
”Untuk mengimbau warga, BPBD telah membuat sistem peringatan dini. Kemudian, ada 15 titik alat disaster warning system yang ditempatkan di 15 titik rawan dekat sungai yang rawan banjir. Beberapa daerah di antaranya Ulujami, Petogogan, Bidara Cina, Kampung Melayu, dan Rawa Buaya,” kata Jupan.
Jupan menjelaskan, tugas BPBD adalah juga bekerja sama dengan dinas-dinas terkait seperti Dinas Sumber Daya Air untuk melakukan normalisasi sungai dan tanggul-tanggul. Kemudian, BPBD juga telah berkoordinasi dengan Dinas Sosial terkait ketersediaan logistik dan konsumsi warga. Selain itu, BPBD juga sudah mengadakan pertemuan dengan lurah dan camat yang daerahnya rawan banjir agar selalu siaga jika banjir menerjang Jakarta.
Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Teguh Hendarwan mengatakan, saat ini pihaknya masih fokus untuk melakukan normalisasi sungai untuk mencegah banjir. Tiga sungai yang menjadi fokus normalisasi sungai ialah di Ciliwung, Sunter, dan Pesanggrahan.
”Progresnya baru di atas 50 persen karena terkait masalah pembebasan lahan, administrasi, dan gugatan hukum dari warga di Bidara Cina maupun di Bukit Duri. Selain itu, dalam rapat, Gubernur DKI Jakarta juga mendukung agar normalisasi terus berjalan,” kata Teguh.
Selain melakukan normalisasi sungai, Dinas Sumber Daya Air membangun tanggul penahan pantai. ”Pada fase A, kami fokus di Kamal Muara dengan tanggul sepanjang 740 meter, sekarang progresnya baru mencapai 30 persen. Kemudian, tanggul di Pasar Ikan Muara Batang sudah selesai tahun lalu. Progres tanggul di Kali Blencong, Marunda, juga sudah berjalan 60 persen. Mudah-mudahan 2018 semua bisa selesai untuk mengatasi banjir di kawasan utara,” kata Teguh.
Teguh menjelaskan, banyaknya warga yang membangun rumah di dekat aliran air menjadi salah satu penyebab kemacetan. Ia memberikan contoh, idealnya Kali Krukut memiliki luas sekitar 20 meter. Namun, karena adanya bangunan warga, luasnya menjadi sempit sekitar 5-8 meter.
”Adanya longsor dan turab roboh akhir-akhir ini juga akibat dari sungai yang tidak mampu menampung debit air hujan. Di PHB juga ada bangunan permanen yang menghambat sistem drainase air, seperti di PHB Serua, PHB Pulo, dan wilayah Jagakarsa,” kata Teguh.
Teguh menjelaskan, ada pengurangan titik-titik banjir di daerah Jakarta sejak tahun 2015. Awalnya pada 2015 ada sekitar 486 titik rawan banjir. Kemudian, pada 2016 jumlahnya berkurang menjadi 80 titik banjir. ”Pengerukan sedimen tanah, pembangunan tanggul dan waduk menjadi salah satu upaya untuk mengurangi titik-titik banjir tersebut,” kata Teguh.
Ada pengurangan titik-titik banjir di daerah Jakarta sejak tahun 2015. Awalnya pada 2015 ada sekitar 486 titik rawan banjir. Kemudian, pada tahun 2016 jumlahnya berkurang menjadi 80 titik banjir. Pengerukan sedimen tanah, pembangunan tanggul dan waduk menjadi salah satu upaya untuk mengurangi titik-titik banjir tersebut.
Untuk program normalisasi sungai, Teguh mengatakan, saat ini Dinas Sumber Daya Air sedang terkendala kurangnya anggaran. Teguh menjelaskan, tahun 2017, dirinya meminta tambahan anggaran Rp 1,3 triliun untuk menyelesaikan pembebasan lahan. Namun, pada perubahan APBD, Dinas Sumber Daya Air hanya diberi anggaran sebesar lebih kurang Rp 300 miliar.
”Jadi, dengan APBD murni yang disampaikan Rp 600 miliar, kurang lagi sekitar Rp 900 miliar di tahun 2017. Anggarannya kurang karena bidang-bidang yang harus dibebaskan banyak jumlahnya. Kami juga menyesuaikan dengan frase yang ditetapkan oleh SK Gubernur, kemudian dari kementerian PUPR untuk frase lain yang akan dibebaskan,” tutur Teguh.
Kepala Seksi Perlindungan Sosial Korban Bencana dari Dinas Sosial DKI Jakarta Sahrul menjelaskan, untuk stok logistik dan makanan siap saji sudah disiapkan oleh pemerintah. ”Jumlahnya masih cukup jika terjadi bencana banjir dengan status siaga,” kata Sahrul.
Sahrul mengemukakan, pihaknya juga telah membuat program Kampung Siaga Bencana untuk mengantisipasi terjadinya banjir di Jakarta. Stok logistik dan stok makanan siap saji juga sudah didistribusikan Dinas Sosial ke beberapa Kampung Siaga Bencana tersebut.
”Kami berharap warga Kampung Siaga bencana tersebut nantinya bisa mandiri ketika bencana datang karena selama ini kecenderungan korban banjir hanyalah menunggu bantuan dari pihak pemerintah,” katanya.
Beberapa kendala yang dihadapi Dinas Sosial ketika terjadi bencana adalah distribusi bantuan. ”Jika terjadi banjir, distribusi bantuan agak terlambat karena sulit untuk melintasi daerah-daerah banjir tersebut,” kata Sahrul. (DD05)