Pola Sosialisasi Jadi Penentu Keberhasilan Restorasi Gambut
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·2 menit baca
PULANG PISAU, KOMPAS — Pola sosialisasi yang baik menjadi salah satu penentu keberhasilan restorasi gambut. Pasalnya, dalam sosialisasi masyarakat harus dilibatkan dan tak hanya mendengarkan materi yang disampaikan.
Hal itu terungkap dalam pertemuan Prosedur Penerapan Persetujuan atas Informasi Awal Tanpa Paksaan (Padiatapa) Badan Restorasi Gambut (BRG), USAID-Lestari, dan Tim 9 Forum Hapakat Lestari (FHL) di Desa Buntoi, Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Kamis (5/10). Dalam pertemuan tersebut, masyarakat di empat desa membuat perjanjian untuk membangun infrastruktur pembasahan lahan gambut di Pulang Pisau.
Empat desa tersebut adalah Desa Gohong, Garung, Buntoi, dan Kelurahan Kalawa. Terdapat 12 kelompok masyarakat yang terlibat dengan anggota minimal 30 orang tiap kelompok.
Tiap kelompok membuat empat sampai lima sekat kanal di 12 kanal atau handil yang sudah ditentukan. Total terdapat sekitar 60 sekat kanal yang akan dibangun dengan anggaran sebesar Rp 30 juta per sekat kanal.
Tahun 2017, BRG menargetkan akan membuat 5.025 sumur bor dan 1.654 sekat kanal di Kalteng. Pembangunannya melibatkan semua elemen masyarakat, akademisi, dan pegiat lingkungan.
Koordinator Landskap Katingan-Kahayan USAID-Lestari Rosenda Chandra Kasih mengatakan, padiatapa menggunakan komunikasi dua arah dalam bersosialisasi. Masyarakat berhak menolak program atau materi yang disampaikan jika dinilai tidak sesuai.
”Pola sosialisasi yang baik akan menentukan bentuk program itu sendiri berhasil atau tidak. Selama ini kalau ada program dari pemerintah, saat sosialisasi masyarakat hanya jadi pendengar,” ungkap Rosenda.
Rosenda menambahkan, padiatapa memberikan ruang kepada masyarakat untuk bernegosiasi dan berkompromi dengan pemerintah. Tidak seperti yang dilakukan dalam pola sosialisasi lainnya.
”Pemerintah selama ini tidak sabar dalam sosialisasi. Padahal, semakin sering sosialisasi dilakukan akan semakin dipahami masyarakat,” katanya.
Ketua Tim 9 Rudi Purwadi mengatakan, keterlibatan masyarakat tidak hanya membangun sumur bor atau sekat kanal tetai juga membuat laporan pertanggungjawaban anggaran. ”Di situ masyarakat akan memahami bagaimana membuat laporan administrasi, rancangan anggaran, dan lainnya,” katanya.
Iin Muhlis (46), warga Desa Buntoi, Pulang Pisau, mengatakan, selama pertemuan dengan Tim 9, pihaknya tidak hanya mendapatkan pemahaman betapa pentingnya menjaga lahan gambut tidak terbakar, tetapi juga proses administrasi dalam menjalankan sebuah program pemerintah.
”Kami buat kesepakatan lalu ditandatangani dan yang paling penting itu laporan pertanggungjawabannya. Itu yang kadang masih bingung. Namun, karena didampingi terus, jadinya ya lebih baik,” kata Iin.