Pengolahan Sampah di Tangerang Selatan Belum Maksimal
Oleh
AMANDA PUTRI NUGRAHANTI
·3 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Proses pengolahan sampah di Kota Tangerang Selatan masih belum maksimal. Pembentukan tempat pengolahan sampah terpadu terkendala keterbatasan lahan dan minimnya orang yang tergerak untuk terjun mengurusi sampah.
Kepala Bidang Persampahan Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangsel Yeppy Suherman, Selasa (26/9), dalam kegiatan Gebyar 3R (Reduce, Reuse, Recycle) di Tangsel, menyebutkan, saat ini sudah ada 49 tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) di Kota Tangsel, tetapi yang benar-benar berjalan aktif hanya 13 TPST. Idealnya, ada satu TPST di setiap kelurahan, yang berarti ada 54 TPST.
”Kendala utama adalah lahan fasilitas umum. Sulit untuk mencari lahan yang bisa digunakan untuk TPST. Selain itu, saat ini tidak banyak orang yang mau terjun mengurusi sampah. Kebanyakan tenaga yang direkrut malah berasal dari luar daerah,” kata Yeppy.
Ia mengungkapkan, minimnya kesadaran warga untuk peduli terhadap persoalan sampah, selain karena masih terjebak pola pikir serba instan, juga belum ada aturan yang mewajibkan warga untuk memilah sampah mulai dari rumah. Saat ini, Pemerintah Kota Tangsel tengah menyusun peraturan wali kota terkait hal itu. Dengan memilah sampah mulai dari rumah, petugas akan lebih mudah mengambil sampah organik untuk dijadikan kompos.
Selama ini, dari jumlah produksi sampah di Tangsel sebesar 880 ton per hari, pengolahan sampah di TPST hanya mampu mengurangi sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang sekitar 10 persen. Yeppy mengakui, pengolahan sampah harus dimaksimalkan karena lama-kelamaan TPA Cipeucang tidak akan cukup menampung sampah yang dihasilkan dari seluruh wilayah Tangsel.
”Kami juga terus mengkaji penggunaan teknologi untuk mengatasi persoalan sampah di Tangsel. Kami saat ini bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi yang tengah menyiapkan teknologi pengolahan sampah dengan kapasitas 50 ton per hari,” ujarnya.
Selain TSPT, keberadaan bank sampah juga didorong agar setiap keluarga mau memilah sampah dan mendapatkan manfaat ekonomi. Saat ini ada sekitar 200 bank sampah yang terdata di Kota Tangsel meski tidak semuanya aktif.
Ketua Silahturahmi Bank Sampah Kota Tangsel Eka Meidya menyebutkan, dari 200 bank sampah, masih sekitar 20 persen yang kegiatannya tidak berjalan. Karena itu, perlu ada sosialisasi dan dorongan agar bank sampah kembali diaktifkan.
”Di bank sampah, kami menyampaikan kepada warga bahwa sampah itu juga memiliki nilai ekonomis. Selain menjual sampah plastik yang bisa dijual, kami juga secara rutin melakukan pelatihan pembuatan kompos dan melakukan daur ulang plastik menjadi barang-barang yang bermanfaat,” tutur Eka.
Namun, pembuatan barang-barang daur ulang itu, menurut Eka, masih belum maksimal karena hasil produksinya kurang terserap di pasar. Tidak banyak orang yang mau membeli barang daur ulang dari bekas sampah plastik.