Suasana Gedung Mahkamah Konstitusi di Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (24/8), lebih ramai dari biasanya. Perempuan-perempuan pengacara muda hilir mudik, sementara para lelaki memegang tas dan berkas dengan dandanan necis memadati ruang tunggu persidangan di lantai 1. Harum parfum semerbak.
Di antara mereka, lima orang dengan "nama besar" terlihat duduk-duduk dan berdiri mengobrol. Salah satunya ialah pria berjas resmi dengan dasi merah bermotif polkadot putih, Otto Cornelis Kaligis, duduk menyilangkan kaki di kursi pada sudut ruangan. Tak seperti biasanya, pengaca kondang itu tak mengenakan kacamatanya. Rambutnya yang putih menjadi ciri khasnya disisir rapi.
Coba bayangkan, orang memerkosa, membunuh, lalu dapat remisi. Sedangkan saya kasih 5.000 Dollar AS, tidak dapat remisi
"Kami datang ke sini ingin meminta keadilan. Coba bayangkan, orang memerkosa, membunuh, lalu dapat remisi. Sedangkan saya kasih 5.000 Dollar AS, tidak dapat remisi. Di mana keadilannya? Di dalam Pasal 14 Ayat (1) huruf i UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan disebutkan bahwa narapidana berhak mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)," katanya.
OC Kaligis divonis 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta setelah terbukti memberikan suap 5.000 Dollar AS kepada tiga hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Sumatera Utara.
Suap dilakukan Kaligis untuk memengaruhi putusan gugatan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara atas pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumut terkait penyelidikan tentang terjadinya dugaan tindak pidana korupsi dana bantuan sosial (bansos), bantuan daerah bawahan (BDB), bantuan operasional sekolah (BOS), tunggakan dana bagi hasil (DBH), dan penyertaan modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumut. Kasus suap itu juga melibatkan mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho, dan istrinya, Evy Susanti.
Kaligis yang telah menjalani hukuman dua tahun dari 10 tahun vonis yang dijatuhkan kepadanya merasa putusan hakim itu tidak adil. Ia berkali-kali menyebut Gary, bawahannya saat memberikan suap kepada tiga hakim PTUN Medan, mendapatkan hukuman yang ringan.
"Ini tidak fair, kenapa kami tidak boleh memeroleh remisi. Padahal UU menyatakan setiap napi berhak mendapatkan remisi. UU yang dijadikan rujukan PP 99/2011, yakni UU Pemasyarakatan kami ajukan permohonan uji materi kepada MK, karena berlakunya Pasal 14 Ayat (1) huruf i dalam UU itu dimaknai berbeda oleh aturan pelaksananya," kata Kaligis.
Kaligis tidak sendirian menjadi pemohon uji materi. Mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman, mantan Menteri Agama Suryadharma Ali, mantan Gubernur Papua Barnabas Suebu, mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), juga menjadi pemohon perkara tersebut. Lima napi korupsi itu naik bus mini bersama rombongan pengacara dan keluarganya dari Lapas Sukamiskin dengan dikawal petugas Lapas
"Saya tadi berangkat jam 07.00 dari Bandung. Ingat ya, kami datang ke sini ini bukan liar, karena kami mendapat izin resmi dari Kepala Lapas, dan dikawal petugas," ujarnya sembari menegaskan bahwa beracara di MK sudah biasa dilakukannya.
Waryono Karno yang mengenakan batik hitam-putih mengamini perkataan Kaligis. Ia merasa didzalimi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Saya mengabdi selama 42 tahun, dan menjadi Sekjen terbaik. Saya menjadi Ketua Sekjen-Sekjen kementerian. Saya tidak menerima uang sepeser pun. Buktinya, pengadilan tidak meminta saya memberikan uang pengganti. Artinya saya tidak korupsi. Jadi, saya paham mengapa saya dihukum ini karena suruhan pihak tertentu. Menurut saya KPK menegakkan hukum dengan melanggar hukum," terangnya lagi tanpa merinci siapa pihak yang dituduhnya sengaja mendzalimi.
Pembelaan pribadi Waryono itu berkebalikan dengan putusan hakim tipikor tahun 2015. Dalam putusannya, hakim menilai Waryono terbukti bersalah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi, serta merugikan negara Rp 11 miliar. Ia juga terbukti menyuap 140 ribu Dollar AS Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sutan Bathoegana.
Berbeda dengan kedua rekannya, Irman Gusman enggan berkomentar. "Sudahlah, saya ini sudah tidak beredar. Biar Pak OC (OC Kaligis) saja," katanya yang divonis 4 tahun enam bulan karena menerima gratifikasi Rp 100 juta dari pengusaha gula asal Sumatera Barat.
Di dalam sidang pendahuluan yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Manahan Sitompul dan anggota Wahiduddin Adams serta Aswanto, kelima pemohon tersebut seperti mendapatkan angin. Hakim konstitusi meminta pemohon untuk memperbaiki permohonannya karena ada kerancuan tentang norma yang dipersoalkan oleh hakim MK.
"Jadi ini harus ditajamkan lagi, bahwa memang norma dalam UU Pemasyarakatan itu yang memiliki celah dan bertentangan dengan UUD. Sebab, sebenarnya ini kan yang bermasalah PP-nya (PP No 99/2012), sehingga pemohon harus bisa meyakinkan mahkamah secara teoritis bahwa norma di dalam UU ini yang mengakibatkan kerugian konstitusional Saudara," kata Hakim Konstitusi Aswanto.
Usai mendengarkan masukan hakim, para pemohon optimistis permohonan mereka akan dikabulkan mahkamah, dan mereka bisa memeroleh remisi.
Optimisme itu mengemuka dari mulut Suryadharma Ali. "Hakim merespon dengan baik sekali permohonan kami. Semoga permohonan itu bisa dikabulkan," katanya lagi.
Setelah dipenjara kita bisa sering salat malam
Mantan Menag itu mengaku bersyukur bisa merasakan pengalaman di dalam penjara. "Kalau dulu yang jarang salat malam karena kesibukan, setelah dipenjara kita bisa sering salat malam. Yang dulu jarang baca Al Quran, sekarang bisa sering baca Al Quran," katanya.
Berkebalikan dengan harapan koruptor, aktivis antikorupsi justru berharap MK berhati-hati dalam memeriksa dan memutus perkara tersebut.
Kejahatan yang mereka lakukan adalah extraordinary
"Remisi adalah hak setiap napi itu betul. Namun inti dari remisi adalah reward. Koruptor harus melakukan upaya yang extraordinary untuk bisa menerima reward, sebab kejahatan yang mereka lakukan adalah extraordinary," kata Julius Ibrani, anggota Koalisi Masyarakat Antikorupsi.
Dalam materi permohonannya, para napi korupsi membawa-bawa hak asasi manusia (HAM) karena pemberian remisi adalah bagian dari HAM. Namun, di satu sisi mereka seolah lupa bahwa hak-hak orang lain juga dihilangkan ketika mereka korupsi miliaran rupiah. Bau busuk kejahatan terbungkus baju rapi, dasi polkadot, parfum harum, ritual keagamaan...