JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah kontraktor badan usaha milik negara diatur menjadi perusahaan pendamping bagi PT Duta Graha Indah dalam proses lelang pembangunan Wisma Atlet Sumatera Selatan dan Rumah Sakit Universitas Udayana pada 2009-2011. Lelang itu diatur mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazarudin melalui Anugerah Grup.
Hal itu diakui tiga saksi dari kontraktor BUMN yang dihadirkan dalam sidang lanjutan korupsi pembangunan Wisma Atlet Sumatera Selatan dan Rumah Sakit Universitas Udayana dengan terdakwa mantan Direktur Utama PT Duta Graha Indah Dudung Purwadi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (23/8).
Lelang itu diatur oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazarudin
Ketiga saksi itu adalah mantan Manajer Pemasaran PT Wijaya Karya Kus Mulyana, mantan Manajer Teknik Divisi Konstruksi PT Nindya Karya Bambang Tristanto, dan mantan Direktur Utama Pembangunan Perumahan (PP) Musyanif. Salah satunya diungkapkan Mulyana yang mengaku ada kekuatan besar, yakni Nazaruddin, yang telah mengatur agar lelang pembangunan Wisma Atlet dimenangi PT DGI. Untuk memenangkan PT DGI, PT Wijaya Karya diminta ikut sebagai perusahaan pendamping dalam lelang, dan ikut membantu menyusun kelengkapan administrasi lelang untuk PT DGI.
”Secara administrasi teknis, kami (PT Wijaya Karya) yang menyiapkan, dan harga oleh PT DGI. Untuk harga disusun oleh staf dari Manajer Pemasaran PT DGI El Idris. Ini khususnya untuk Wisma Atlet,” ujarnya.
Kalau yang maju hanya satu perusahaan, itu dapat gagal lelang
Kepada majelis hakim yang diketuai Sumpeno, Mulyana mengaku, PT Wijaya Karya ikut terlibat sebagai perusahaan pendamping dalam proses lelang Wisma Atlet Sumsel karena jika lelang itu hanya diikuti oleh PT DGI bisa menyebabkan gagal lelang.
”Kalau yang maju hanya satu perusahaan, itu dapat gagal lelang,” ujarnya.
Hal hampir serupa diungkapkan Bambang yang mengaku pihaknya diminta PT DGI untuk membantu menyusun persyaratan administrasi agar PT DGI dapat memenangkan lelang. ”Ada petugas dari PT DGI yang telepon agar PT Nindya Karya membantu PT DGI melalui telpon kantor. Itu terjadi karena sudah ada pembicaraan di pimpinan (dengan Nazaruddin) agar PT Nindya Karya membantu PT DGI,” ujarnya.
Sementara Musyanif mengaku, PP tak pernah mengikuti lelang untuk proyek pembangunan Rumah Sakit Universitas Udayana. Berkas persyaratan lelang PP pun baru dia ketahui setelah dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi.
”Setelah saya periksa, tanda tangan saya untuk beberapa berkas itu telah dipalsukan. Saya pun telah melaporkan temuan ini kepada direktur PP yang menjabat sekarang agar mengusut pelaku pemalsu tanda tangan saya,” ujarnya.